X

20.9K 2.7K 1.1K
                                    

"Lee sawon." suara dingin itu menyergap indera pendengaranku. Pria itu melepas kaca mata yang bertengger pada matanya dan menatap ku tajam. Gestur tubuhnya memberiku isyarat agar duduk di hadapan pria itu. "Apa kau terlambat?"

"M--maaf, Lee daepyo. Saya..."

"Apa kau buta hingga tidak bisa melihat jam?" suara dingin itu kembali menginterupsiku. Aku belum selesai menjawabnya, dan dia dengan seenak bibir tipisnya itu menyela perkataanku.

"Aku tidak paham mengapa hyungku memperkerjakan orang yang sangat tidak disiplin sepertimu." katanya tajam. Matanya tidak bisa lepas dari manik mataku. Tatapan tajamnya itu seolah mencabik-cabik kenyamananku. Ia benar-benar mengintimidasiku dengan caranya menatap itu.

"Izin pada hari pertama, kau tidak ada saat penyambutanku." desisnya tajam. "Kemudian kau terlambat di hari keduamu. Dan lalu, kau dengan seenaknya pingsan di ruanganku." Mata pria dihadapanku ini meruncing. "Woah, apa kau tidak menganggap serius pekerjaan yang kau jalani ini, Lee Haechan-ssi?"

Aku benar-benar tidak menyukai hal seperti ini. Apa manusia dihadapanku ini tidak bisa sedikit saja melunakkan nada bicaranya? Apa ia harus membentakku seperti itu?

Kuakui aku memang salah. Tidak seharusnya izin pada hari pentingnya, dan tidak terlambat untuk menyapanya. Tapi ada hal lain yang perlu kuurus sebelum aku pergi ke kantor ini. Dan terlebih dari itu, aku sudah meminta izin pada Hyunjin timjangnim mengenai keterlambatanku. Baiklah itu bukan sebuah pembenaran atas keterlambatanku. Tapi reaksi yang ia berikan itu benar-benar berlebihan.

Kemudian soal aku yang tidak sadarkan diri beberapa saat yang lalu. Apa dia pikir aku dengan sengaja pingsan dihadapannya? Aku tidak pernah menyangka jika orang yang berada dihadapanku ini, yang menjadi atasanku selama beberapa waktu proyek ini berlangsung, adalah mantan suamiku sendiri. 

Kalau saja dia tidak mendekatiku saat itu, mungkin aku akan baik-baik saja hingga tidak perlu pingsan dihadapannya seperti ini. 

"Maaf Lee daepyo. Ada yang perlu kuurus sebelum aku ke...."

"Apa?" Mark lagi-lagi memotong ucapanku dengan congkaknya. " anak sialan itu menyusahkanmu?"

Aku menghela nafas lelah. Begitu kesal saat Mark berkata dengan sinis saat mengucapkan kalimat 'anak-anakmu' itu.

"Yang kau sebut 'sialan' itu anak-anakmu juga, Mark."

~~

"Bunda~"

"Ssssstttttt..." Haechan memberi isyarat agar anaknya itu tidak membuat suara apapun. Ditariknya perlahan tangan putranya untuk keluar sesegera mungkin dari rumah itu segera.

Mata milik Chanmin menajam sesaat ia baru keluar dari ruangan, dimana bunda membangunkannya. Suara-suara aneh yang ia dengar dari kamar bundanya membuat hatinya bergetar. Tubuh kecilnya menegang.  Chanmin merasa takut.

"Chanmin tutup telinganya, ya. Setelah itu langsung berlari keluar."

Bocah kecil itu tanpa banyak tanya langsung mengikuti intruksi dari sang bunda. Hanya dengan melihat mata bulat bundanya yang memerah, seolah bisa menjabarkan kesulitan apa yang sang bunda tengah rasakan.

AyahWhere stories live. Discover now