V

29.2K 3.4K 785
                                    

"Kau yakin akan melakukannya, Mark?" Jeno menatap tidak percaya. Apa yang sahabatnya itu baru saja katakan terdengar tidak meyakinkan. Mark lee memutuskan untuk meninggalkan Minji di panti asuhan miliki Jaemin. 

"Akan lebih baik buatnya untuk berjauhan denganku, Jen. Dia bukan anakku."

Jeno memijit pangkal hidungnya pelan. Berusaha memahami isi kepala pria kelahiran Kanada dihadapannya ini. What on earth yang sedang ia pikirkan. Dari sekian banyak solusi yang bisa ia ambil, kenapa harus yang satu itu yang ia pilih?

"Aku bersedia membayar berapa saja. Asalkan anak itu jauh-jauh dariku."

"Bukan itu masalahnya, Mark" Jeno menghela nafas pelan mendengar ucapan sahabatnya. Jujur saja tangannya sudah gatal ingin menonjok wajah Mark yang dengan entengnya ingin membuang putrinya di panti asuhan milik Jaemin. "Bukan uang yang kuinginkan disini."

"Lalu? Katakan, Jen..."

"Apa kau tidak memikirkan efek  psikologis bagi Minji, Mark?" potongnya pelan. Ia menjaga nada bicaranya sehalus mungkin untuk menyadarkan sahabatnya yang sepertinya mulai gila itu. "Dia masih terlalu kecil, Mark. Bagaimana menurutmu perasaannya setelah, katakanlah 'dibuang' oleh sosok yang ia kenal sebagai orang tuanya?"

Mark terdiam. Pikirannya kacau! "Tapi dia bukan anakku, Jeno. Aku bukan ayah kandungnya."

Jeno menghela nafasnya pelan. Dirangkulnya pundak sahabatnya itu dan menepuk pelan pundaknya untuk memberinya kekuatan.

"Hanya kau yang dimiliki Minji saat ini." katanya. "Apa kau tega melakukannya?"

"Kau tau, kau adalah pria beruntung yang bisa merasakan bagaimana bahagianya memiliki anak. Bukankah kau dulu begitu menyayangi Minji? Aku bahkan iri padamu." lanjut Jeno. "Aku mungkin memang tidak seberuntung dirimu, Mark. Tuhan mungkin belum berbaik hati padaku dan Jaemin. Lalu bagaimana denganmu yang sudah dititipi anugerah terbesar seperti itu? Apa kau tega untuk menyianyiakannya? Membuangnya?"

"Aku tau kau kalut, Mark. Tapi pikirkan juga perasaan Minji. Dia masih begitu kecil."

Mark yang sedari tadi menundukkan wajahnya menengadah. Sudah yakin dengan jawabannya. Ditatapnya mata milik Jeno dengan yakin.

"Keputusanku sudah final, Jeno."

**

Hatiku berdegup kencang hari ini. Setelah mengantarkan kedua anakku ke sekolahnya, aku melangkahkan kakiku menuju tempat kerjaku yang baru.

Adalah Jung Corp. Tempat dimana aku memulai hari pertamaku bekerja sebagai seorang staff administrasi di perusahaan ini. Sebuah kebetulan yang manis dimana CEO dari perusahaan ini adalah salah satu seniorku di SMA, dan istrinya yang cantik seperti boneka itu adalah tetanggaku semasa kuliah dulu.

"Pegawai baru?"

Pria itu menghampiriku dengan sebuah senyuman penyambutan yang hangat.

"Perkenalkan, namaku hwang hyunjin. Aku adalah mentormu untuk beberapa bulan kedepan."

Aku hampir saja lupa jika aku belum menjawab sapaannya. Buru-buru aku membungkukkan badan untuk memberinya penghormatan.

"Ah maafkan saya, hwang timjangnim. Nama saya Lee Donghyuck. Anda bisa memanggil saya Haechan."

Pria itu terkekeh mendengar ucapanku. Oh, astaga! Aku malu sekali. Ini hari pertamaku. Dan bisa-bisanya aku kehilangan fokusku tadi.

"Tidak perlu kaku seperti itu, Haechan-ssi. Tuan Jung menerapkan rasa kekeluargaan disini. Kau bisa memanggilku Hyunjin. Tidak perlu secanggung itu."

AyahWhere stories live. Discover now