"Iya gue takut ada KDRT." balas Rey melirik Rachel dengan ekor matanya. Marcel yang mengerti pun juga ikut tertawa kecil.

Saat tibanya Regan, ia memeluk Rey sebentar. Memasang senyuman menyeringai. "Jangan lupa entar malem jangan kasar-kasar mainnya." bisik Regan ditelinga Rey.

Rey bergidik jijik, otak temennya benar-benar kotor. "najis lo Gan! Cuci dulu tuh otak lo pake sabun colek!" ketus Rey kesal sekaligus malu. Tunggu, tapi sejak kapan ia punya rasa malu? Setaunya kemarin setelah di diagnosa oleh dokter urat malunya sudah putus semua.

Leo, Regan, dan Marcel hanya menanggapi dengan tertawa. Kemudian Bergantian bersalaman dengan Rachel.

Regan tersenyum melihat Rachel. Mulai sekarang tidak ada Rachel yang berisik, bernyanyi bersama dengannya, masuk kamarnya tanpa izin. Regan pasti akan merindukannya. "adik kecil gue yang jagoan udah nikah nih, jangan KDRT mulu kasian Rey. Gue pasti kangen sama lo."  Regan meledek kembarannya yang dibalas cubitan panas. Sedetik kemudian ia memeluk erat Rachel.

"Yailah Gan, jangan melow deh. Gue jadi pengen nimpuk muka lo pake heels gue." Regan tersenyum lagi, menepuk-nepuk bahu Rachel pelan.

Tidak ada niat Regan membalas, langsung saja ia segera turun kebawah karena banyak juga orang yang ingin bersalaman dengan kedua pengantin.

Leo bersalaman dengan Rey. "Rey, lo udah nikah. Status gue masih jomblo, cariin gue pacar napa Rey." rengek Leo, siapapun yang melihat pasti akan merasa kasian.

Sebagai sahabat yang baik Rey mengerti penderitaan sahabatnya. Ia mengacak rambut Leo dengan kasar, yang jelas-jelas sudah Leo tata rambutnya hingga rapih. "yaudah entar deh, sekarang makan sono makan." Rey mendorong tubuh Leo sedangkan Leo hanya mengerucutkan bibir, sebelumnya Leo tadi sudah bersalaman dengan Rachel.

Setelah lama berdiri menyambut tamu, akhirnya acara resepsi pernikahan selesai juga. Delapan jam berdiri membuat betisnya menjadi nyeri. Akhirnya Rachel diijinkan untuk beristirahat, ia memasuki salah satu kamar hotel yang dijadikan kamar pengantin dan sudah di dekorasi sedemikian rupa karena jam sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB.

Gaun yang dipakai dan hiasan di rambutnya membuat Rachel susah bergerak, ingin jalan saja susah apalagi pecicilan. Rachel pun duduk di tepi ranjang menatap dinding dengan tatapan kosong. Miris.

"Gimana sama nasib gue selanjutnya? Kenapa gue harus nikah sama si tengil? Rela deh gue nikah sama Fahri cowok terculun di sekolah daripada sama si tengil!" oceh Rachel seperti orang bodoh. Sebenarnya ia tidak ikhlas menerima pernikahan ini tapi apa boleh buat nasi sudah menjadi bubur. Tujuannya hanya satu orangtuanya tidak kecewa padanya.

Rey yang dari tadi berdiri di depan pintu mendengar semua ucapan Rachel. Ingin rasanya ia mengutuk Rachel menjadi batu, tapi jangan deh karena mengutuk menjadi batu sudah dilakukan ibu Malin Kundang ia tidak mau di cap sebagai plagiat, mungkin menjadi ulat bulu jauh lebih baik.

Berdiri ternyata bisa membuat kakinya tambah pegal, Rey memutar knop pintu, terlihat Rachel yang masih saja mendumel tidak menerima nasibnya sekarang.

"Mau sampai mulut lo berbusa percuma, nasib tetap nasib harus lo terima." Rey berjalan mendekati kasur, lalu duduk disamping Rachel.

Rachel mengusap wajahnya kasar. "kalau nasib gue harus tinggal sama lo karena lo suami gue harus ditolak lah, nanti gue bisa cepet mati gara-gara pusing ngehadapin cowok tengil kayak lo." Rachel membaringkan tubuhnya dikasur dengan kaki yang menjuntai dilantai.

"Gue kan udah sering bilang sama lo, harusnya lo bersyukur bisa nikah sama gue, keturunan lo cakep-cakep." ucap Rey dengan pedenya.

Rachel menggebuk punggung Rey kencang. "najis! Pede banget sih lo, jijik gue!" sehari tidak membuat Rachel illfeel itu susah sekali untuk Rey lakukan.

REYRA🍁 [TERBIT]Where stories live. Discover now