10

124K 7.2K 507
                                    

Sheryl meringkuk lemah, hanya beralas dengan kemeja Eros pada lantai kamar yang sangat dingin. Bahkan wanita itu tidak dapat merasakan apa-apa lagi, tubuhnya seperti mati rasa terutama pada hatinya. Setiap dirinya memberi doktrin pada otaknya bahwa ia masih ingin hidup dan jangan sampai menyerah. Saat itu juga ia ingin mati. Tidak ada celah sedikitpun untuk Sheryl mencoba kabur, tempat ini memang di rancang untuk mengurung mereka.

Membayangkan bahwa seumur hidup Sheryl akan berada disini, tanpa sadar satu tetes air mata kembali mengalir. Dia tidak akan sanggup, apalagi jika Eros selalu melecehkannya setiap hari.

Mungkin sekarang, dia harus mencoba mencari cara untuk mengakhiri hidupnya.

Tiba-tiba bulu kuduk Sheryl meremang, manik matanya melihat Eros mulai menggerakkan badannya di atas ranjang. Ini kali pertama pria itu tertidur di kamarnya, pria itu biasanya akan selalu pergi jika urusannya sudah selesai dengan Sheryl. Eros mungkin terlalu lelah, sampai saat mencapai klimaks untuk kesekian kali, pria itu malah naik dan tidur di ranjang Sheryl.

Sheryl meringsut mundur ke ujung tembok dengan susah payah—demi apapun selangkangannya masih terasa sakit.

Eros mulai terduduk, memegangi kepalanya. "Where am I ?"

Pria itu mulai mengedarkan pandangannya pada seluruh ruang, dan sampai pada titik dimana ia menatap seorang wanita yang terlihat begitu putus asa, juga tengah menatapnya.

"Oh shit!" Eros memutar matanya, kepalanya terasa pusing ketika mengetahui tempat dimana ia terbangun. Pria itu lalu memperhatikan tubuhnya yang masih telanjang, lalu bergerak turun mengambil celananya.

Sheryl mengikuti seluruh pergerakan Eros, besikap waspada jika pria itu akan menyerangnya tiba-tiba. Namun apa yang Sheryl takutkan tidak terjadi karena Eros hanya memasang celananya tanpa menoleh pada Sheryl.

Wanita itu sedikit mengerutkan dahinya, merasa hawa pria yang sekarang mendekati dirinya terasa begitu berbeda dari biasanya.

Raut wajah pria itu terlihat khawatir ketika mata biru itu lagi-lagi memandangnya, "Are you okay? What's your name?"

Tangan Eros tiba-tiba terangkat ingin menyentuh memar pada pipi Sheryl, tapi urung dilakukan ketika Sheryl berteriak ketakutan.

"Go away! Don't touch me!"

Eros mengangkat kedua tangannya, seperti menyerah. "Fine, don't be afraid. I'm not going to hurt you."

Sekali lagi Sheryl harus merasa kebingungan, apakah benar pria ini adalah Eros yang selalu menyiksanya. Dari tatapan yang sekarang pria itu berikan begitu khawatir padanya, membuat Sheryl sedikit melunak—tetap saja ia merasakan takut yang sangat ketika berdekatan dengan pria ini. Dia tidak akan tertipu lagi oleh mata biru itu.

Sheryl semakin merapatkan tubuhnya ketembok ketika pria itu mendekatkan wajahnya pada Sheryl.

"Wait. Are you Sheryl?"

Sheryl dengan bodohnya menjawab dengan anggukan. Terlalu miris ketika ternyata selama ini Eros tidak pernah mengetahui namanya.

Sheryl lalu melihat Eros mencekram rambutnya sendiri, kilatan marah muncul pada mata pria itu. Meskipun Eros terlihat marah, Sheryl tidak menemukan Eros yang menakutkan seperti seorang iblis.

"Eros sialan!" erang pria itu nyalang.

Setelah mengatakan itu, Eros berdiri lalu pergi menjauh meninggalkan kamar Sheryl.

PRISON [END]Where stories live. Discover now