82

46.5K 3.1K 87
                                    

"I love you so much, Mommy."

Sheryl mengerjap bingung. Tanpa alasan yang jelas tubuhnya terasa begitu ringan, bahkan tangan dan kakinya yang semula mati rasa juga sudah bisa digerakan. Butuh beberapa detik untuk wanita itu sadar dengan keadaannya sekarang. Sheryl menatap keseliling tempat ia berada, pada sebuah lorong berwarna putih disepanjang jalan dan sangat sunyi.

Apakah ia benar-benar sudah mati?

Sebelum semua fikiran itu sempat terjawabkan, wanita itu mendengar suara berisik dari arah kanan dirinya. Dimana orang-orang berbaju putih sedang berlarian sambil mendorong sebuah ranjang—rumah sakit?

Mata Sheryl sedikit membesar, tak kala para dokter dan perawat itu mulai melewati tubuhnya dengan wajah panik. Sheryl bukan terkejut karena mereka mengabaikannya—oke dia sedikit terkejut, tubuhnya seperti hampa udara karena bisa dilewati begitu saja, tapi lebih mengejutkan ketika memandang sesosok wanita sedang tertidur kaku dengan wajah pucat yang menjadi sumber kekacauan pada kesunyian pada lorong itu.

"It's me." Lirih wanita itu pelan.

Sebenarnya apa yang sedang terjadi, kenapa dia bisa melihat tubuhnya sendiri seperti itu? Apakah dia sudah menjadi hantu sekarang karena arwah dirinya terpisah dari tubuh? Oh, gosh! Sheryl merinding, dia tidak pernah menyangka kematian akan terasa begitu menakutkan.

Langkah kakinya sudah siap untuk mengejar segerombolan itu, memasuki ruang operasi, sebelum wanita itu menangkap silhouette seorang pria di ujung matanya. Sheryl terpaku, dilihat Eros dengan langkah guntai berjalan menuju ke arahnya. Sesekali pria itu menarik rambut yang terlihat memanjang dari sebelumnya, begitu juga dengan bulu-bulu lebat yang mengelilingi mulut dan wajah pria itu. Kapan terakhir kali Eros bercukur? Eros terlihat begitu rapuh dan hancur serta tak terurus. Dari sorot matanya yang redup, Sheryl juga tidak dapat melihat kehidupan disana.

Pria itu melewatinya, duduk disalah satu kursi lalu menengadahkan wajah. Wanita itu baru menyadari bahwa Eros juga banyak kehilangan bobot tubuhnya ketika ia mendekat dan duduk disamping pria itu.

Sheryl memilih memeluk kakinya yang ditekuk, bersadar pada lutut dengan masih memandang Eros yang kini sudah kembali mengeluarkan air mata dengan diam.

"I can't lose you, Sheryl Harnett. I won't survive and that's your fault."

Senyum Sheryl terbentuk, bersamaan dengan air mata yang juga kembali mengalir. Tangannya terangkat, berusaha untuk menghapus air mata di pipi pria itu.

"Stop crying, daddy. It's not suits you." Bisik Sheryl lagi, seolah pria itu bisa mendengarkannya.

Hening. Eros terdiam dengan pandangan kosong, sesekali pria itu akan menengok ke pintu operasi yang masih menunjukkan lampu berwarna merah. Detik demi detik berlalu terasa begitu berat. Eros ingin sekali menghamuk, melampiaskan semua amarah yang sudah tidak bisa tertampung dalam dadanya. Tidak adakah tanda-tanda satu orangpun yang keluar dari sana, memberitahu kepada Eros bahwa Sheryl baik-baik saja. Eros tidak membayar mahal hanya untuk mendapatkan ketidakpastian. Dia hanya butuh seseorang yang mengatakan kalau wanitanya itu masih bernafas.

Demi Tuhan, dia akan melakukan apa saja asalkan wanita kesayangannya itu selamat. Bahkan jika harus kehilangan nyawanya sekalipun. Semua ini salahnya, seandainya ia bisa lebih jujur kepada wanita itu, mungkin sekarang dia tidak ditempatkan pada posisi menyakitkan seperti ini.

Semua karena hati nurani sialannya yang ternyata tidak ingin Noah menghilang. Dia berhutang begitu banyak kepada pria itu. Sheryl membuat Eros tersadar jika ia sudah mengambil segalanya dari Noah, setidaknya kali ini saja ia menekan egonya untuk tidak menyakiti Noah terlalu jauh. Tapi ternyata, semua usahanya sia-sia karena pria itu lah yang malah menghancurkan semua yang sudah Eros jaga.

PRISON [END]Where stories live. Discover now