52

66.8K 4.5K 260
                                    

Tidak ada banyak hal yang dapat Eros lakukan selama berada di rumah sakit. Dia benci rumah sakit. Atau lebih tepatnya pria benci harus berbaur dengan banyak orang—dalam kondisi lemah. Dia tidak akan bisa menyerang balik jika ada yang berbuat buruk kepadanya. Walaupun sedikit demi sedikit kaki dan tangannya sudah bisa digerakan, tapi tetap saja Eros tidak bisa menghilangkan pikiran buruk tentang siapa saja yang dapat menyerangnya kapan pun.

Eros bahkan meminta pihak rumah sakit untuk memindahkan dirinya untuk berada di satu ruang dengan bersama Sheryl—berserta kedua bayinya. Sehingga pria itu tidak perlu repot untuk mendatangi mereka bertiga secara bergantian. Awalnya memang sulit untuk disetujui, tapi siapa yang bisa melawan jika itu adalah kehendak Eros Harnett. Rumah sakit itu pun dapat dia beli hanya dengan sekali jentikan jari.

Namun kadang ada saatnya keinginannya tidak bisa terpenuhi. Misalnya keinginan untuk melihat mata wanita itu terbuka lagi mungkin.

"Hey! Aku membuat kalian berdua bukan untuk tidur. Apa kalian tidak bisa memberitahu wanita itu untuk segera bangun?" Eros menekan pipi salah satu anaknya dengan telunjuk. Sepertinya ia sedang berusaha untuk membangunkan anaknya itu yang terus tertidur.

"Cih, setelah direpotkan dengan membawa kalian kemana pun selama berbulan-bulan, apa wanita itu tidak ingin melihat kedua anaknya."

Eros bosan. Tidak ada yang bisa dipermainkan saat itu selain mereka berdua. Dia tidak mungkin mengganggu Sheryl jika tidak ingin membuat wanita itu berakhir tinggal nama saja nantinya. Pria itu masih tidak bisa mengkontrol emosinya, takut jika tiba-tiba nanti dirinya benar-benar akan membunuh Sheryl.

"Oh iya. Tidak ada yang menginginkan kalian berdua, bahkan wanita itu." Kata Eros. "Ingat, aku tidak pernah menginginkan kalian. Jadi jangan berharap kalau aku akan menyayangi kalian."

Berbanding terbalik dengan perkataan, tangan pria itu masih menekan pipi anaknya, kini dikedua sisi dengan ibu jari dan telunjuk sehingga anaknya itu mengembungkan pipi serta memajukan bibir mungilnya.

Eros memperhatikan anaknya itu kesisi kanan dan kiri, "You're too small. Even my hand is bigger than your face. "

Ada saatnya Eros pernah berpikir asal. Dia tidak suka membaca ataupun belajar, itu adalah kemampuan Noah. Eros lebih menyukai pelajaran olahraga omong-omong. Tapi kenapa seorang bayi—bahkan dua bayi bisa terbentuk di dalam rahim wanita itu hanya dengan menidurinya?

"Stop it Eros! You can wake her up!"

Eros refleks melepaskan tangannya. Tapi terlambat karena Sheena—anaknya yang sedari tadi ia ganggu, terlebih dulu membuka mata, memandang Eros sebentar dengan mata biru yang begitu bersinar, sebelum menangis sangat keras.

"Aku bilang juga apa. Hah! Kamu membuat dia terbangun. Stupid!"

"Ups.."

Eros memundurkan kursi rodanya. Berniat untuk menjauhi boks bayi itu setelah menekan tombol untuk memanggil perawat, mengurus Sheena yang masih menangis. Mungkin tidak hanya Sheena, tapi juga Sheera. Tangisan keras Sheena membuat Sheera juga terbangun dan ikut menangis seperti kakaknya.

"Comeback, you stupid jerk."

"Mereka berisik. Telingaku sampai sakit mendengarnya."

"Itu juga karena kesalahanmu mengganggu mereka! Kamu harusnya bertanggungjawab bukan meninggalkan mereka seperti itu!"

Eros tidak membalas. Pria itu masih menjalankan kursi rodanya sampai berhenti didekat ranjang Sheryl.

"Eros, kalau kamu tidak berniat untuk menenangkan mereka, biarkan aku yang mengurus mereka. Lebih baik seperti itu dibandingkan harus meminta orang lain."

"Coba saja kalau kamu bisa melakukannya."

Orang itu terdiam lalu menggeram tertahan menahan emosi.

"Kenapa, Noah? Go ahead. Kamu bilang ingin mengurus mengurus mereka berdua. Silakan, aku tidak akan mengganggu."

"So, let me. Jangan menekan aku terlalu lama lagi, biarkan aku melihat mereka secara langsung." Kata Noah sedikit memohon.

Eros tersenyum sinis, "In your dream, you stupid jerk."

Tidak lama setelah itu. Beberapa orang wanita berpakaian putih masuk ke dalam kamar mereka, dengan sigap menghampiri si kembar, menggendong mereka dan memberikan botol yang berisikan susu sampai akhirnya tidak ada tangisan lagi di dalam ruangan itu.

Noah menghembuskan nafas lemah, tahu bahwa membujuk Eros hanya akan membuang tenaganya yang masih tidak stabil setelah tertidur cukup lama. Noah baru terbangun beberapa hari yang lalu. Terbangun dengan kondisi tidak menguntungkan karena Eros tidak membiarkannya untuk melihat ke dunia. Sampai sekarang. Eros sedikitpun tidak mengizinkan Noah untuk merawat Sheryl ataupun untuk menatap langsung anak-anaknya. Noah tidak bisa berbuat apa-apa karena Eros sangat kuat untuk menekan Noah berada di tempat gelap itu.

"I'm sorry Eros. I know this is all my fault. But please, let me—"

"Sorry? Segampang itu kamu meminta maaf setelah semua yang kamu lakukan?"

"Aku tidak tahu kalau wanita itu berniat mencelakakan Sheryl. Seharusnya aku lebih berhati-hati menjaga mereka."

"No. You almost let that woman kill my babies."

"Aku tahu. Tapi semua terjadi diluar kendaliku."

"Kalau tidak ada aku, mungkin mereka sudah mati, begitu juga dengan dirimu. So, lebih baik kamu diam, tidak usah muncul selagi aku bisa menahan diri untuk tidak melenyapkan kita berdua sekaligus."

Noah terdiam. Tidak lagi membalas perkataan Eros. Karena apa yang dikatakan pria itu memang benar adanya.

***

Dada Eros berdetak hebat.

Tengah malam, tiba-tiba salah satu alat pemicu kehidupan Sheryl berbunyi nyaring. Pria itu langsung terjaga dan menekan tombol apapun yang ada didekatnya. Sambil menunggu para dokter datang. Eros hanya diam. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Pria itu hanya memandang wajah Sheryl—yang sudah tidak menggunakan masker oksigen, semakin memucat. Mulut wanita itu merintih kesakitan dengan keringat yang mulai bercucuran di dahinya.

Wanita itu. Tidak bisakah membuat hidup Eros tenang barang sekali. Kenapa ia sangat suka mempermainkan emosi Eros sampai titik terendah, hingga membuat Eros berpikir untuk menggantikan Sheryl untuk merasakan sakit itu.

Kamarnya yang tadi sepi, kini sudah dipenuhi banyak orang berjas putih. Eros sejenak melirik kedua anaknya, berharap Sheena dan Sheera tidak terganggu dengan keadaan sekitar. Tapi sepertinya memang tidak, karena mereka berdua masih tertidur dengan pulas.

"Pasien mengalami komplikasi. Siapkan ruang operasi sekarang."

Suara seseorang mengalihkan perhatian Eros, ia lalu hanya memandang tanpa ekspresi orang-orang yang mengelilingi Sheryl. Tapi belum sempat pria itu mengerti dengan keadaan Sheryl sekarang. Ranjang wanita itu terlebih dahulu dibawa keluar oleh mereka.

Eros tertawa sinis. Berani-beraninya mereka membawa Sheryl tanpa seizin darinya.

Pria itu berniat menyusul dengan kursi roda. Tapi gerakannya terhenti, memikirkan alasan yang tepat kenapa ia harus merasa khawatir.

Bukankah lebih bagus jika Sheryl mati. Karena setelah itu Eros tidak lagi meraskan rasa sakit seperti yang sekarang ia rasakan.

Dia marah. Dia merasa tidak berguna. Eros tidak bisa melakukan apapun untuk membuat Sheryl membuka mata. Eros masih tidak bisa meyakini Sheryl bahwa ia sangat membutuhkan wanita itu.

Dan Eros juga lelah meyakini dirinya sendiri bahwa ia akan baik-baik saja tanpa Sheryl.

Namun jika Sheryl harus mati. Setidaknya bukan wanita itu yang harus mati terlebih dahulu. Seseorang yang harusnya mati terlebih dahulu adalah wanita penyebab kekacauan itu terjadi.

Eros pernah bilang, jika terjadi apa-apa dengan Sheryl-nya. Maka wanita yang bernama Natasha itu yang harus bertanggung jawab.

PRISON [END]Where stories live. Discover now