81

43.7K 3.1K 93
                                    

Ada satu buku yang pernah Sheryl baca yang masih ia ingat sampai sekarang. Telinga adalah indera terakhir yang masih dapat berfungsi dengan baik ketika tubuh seseorang sedang sekarat, sebelum kematian itu datang. Meski sejak tadi tubuhnya seperti mati rasa, kaku dan sulit digerakan seperti membuktikan bahwa semua organ dalam tubuhnya sudah rusak tak berjalan semestinya. Tapi bisikan-bisikan itu masih bisa ia dengar dari tempatnya sekarang berada.

"You promised me that you would never leave me."

Suara itu terdengar bergetar, begitu putus asa dan menyedihkan disetiap kata yang terucap. Sheryl bahkan mendengar isakan yang membuat ia semakin mengernyit bingung.

"Then you broke that promise."

Dejavu. Sheryl pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya, saat ia berada dirumah sakit dulu ketika melahirkan Sheena dan Sheera. Wanita itu juga mendengar Eros merengek kepadanya seakan-akan tidak mau kehilangan dirinya. Tapi setelah Sheryl bangun, pria itu masih saja bertingkah laku bak psikopat gila.

Waktu Sheryl sudah dekat. Dia tahu suara itu adalah suara pria yang selalu berhasil memutar balikan perasaannya. Suara pria yang berhasil membuat dirinya berada di titik terendah kehidupan yang ia jalani saat ini. Tapi entah mengapa, mendengar Eros yang begitu rapuh terasa sangat tidak benar di telinganya.

Kemana sosok jahat dan selalu percaya diri itu. Lama hidup dengan Eros, Sheryl menyadari bahwa pria itu tidak akan pernah membiarkan seseorang melukai tubuhnya seinci pun, apalagi untuk membiarkan hatinya sampai terluka. Orang itu sudah pasti sudah tidak akan berada dimuka bumi lagi. Lagipula, siapa yang mampu untuk menghancurkan hati pria keras kepala itu?

Dan memohon? Oh ayolah, Eros pria yang akan memilih untuk mati dibandingkan harus meminta kepada orang lain. Apalagi untuk mengeluarkan air mata, Sheryl berani menjamin pria itu tidak pernah menangis selama hidupnya. Pria itu terlalu mencintai dirinya sendiri hingga tidak memiliki waktu untuk mengasihani hidup orang lain.

Tetapi lama kelamaan, suara tangis pria itu semakin terdengar begitu jelas hingga membuat Sheryl meringis karena tiba-tiba ia merasakan perih di dada bagian kirinya. Sheryl ingin sekali membuka mata, menanyakan kepada Eros tentang apa yang bisa membuat pria itu bisa menangis sesegukan seperti itu. Tapi kelopak matanya terasa begitu berat, sekedar menggerakan saja Sheryl kesusahan apalagi untuk membukanya. Ah, tubuhnya benar-benar mati rasa sekarang.

Sheryl juga tidak akan meminta Eros untuk membagi sakit itu kepada dirinya, karena ia juga sama merasakan sakit yang mungkin lebih parah daripada pria itu. Dia sangat penasaran dengan apa atau siapa yang bisa membuat Eros menjadi lemah tak berdaya—yang mungkin hanya bisa wanita itu dengar sekali dalam hidupnya—bisa saja Sheryl mengucapkan terimakasih kepada orang itu karena berhasil membuat Eros juga berada di titik terendah hidupnya.

Dia senang, tentu saja. Setidaknya ia tidak mati sia-sia. Pria itu juga pantas untuk mendapatkannya.

"You lied to me."

Eros tetaplah Eros. Disaat seperti ini pun pria itu masih saja bisa menyalahkan dirinya. Seolah-olah Sheryl lah pemeran penjahat yang selalu menyakiti pria yang tidak bersalah seperti Eros.

"You really hurt me this time."

Bolehkah wanita itu tertawa. Sheryl menyakiti Eros? Dilihat dari sisi manapun tidak ada celah bagi dirinya untuk menyakiti Eros. Pria itu lah yang selalu menyakiti dirinya.

Pria itu tidak mencintainya.

"Aku sudah mengurus semua yang menyangkut kematian kamu. Sekarang kamu udah bisa pulang dan bertemu dengan keluarga kamu. Atau jika kamu mau, kamu bisa tinggal dirumah yang sudah aku siapin untuk kita bersama mereka."

Sudah terlambat. Sheryl sudah tidak memiliki keinginan lagi untuk bertemu keluarganya. Katakan dia jahat tapi demi apapun ia hanya ingin pergi dengan tenang.

"Aku bakal menjauh dari kehidupan kamu. Aku nggak bakal ganggu kamu lagi dan akan benar-benar menghilang, aku nggak akan memaksa kehendak aku lagi ke kamu. Aku sadar, lebih baik aku kehilangan kamu tapi aku masih bisa melihat kamu bernafas, dibandingkan harus melihat kamu pergi dengan cara seperti ini."

Sekeras apapun pria itu memohon tapi tubuh Sheryl sudah mati rasa. Seingin apapun Sheryl untuk membuka mata, tapi ia seperti tidak memiliki lagi alasan untuk hidup. Dia benar-benar lelah dengan segala drama kehidupan yang selalu menyakitinya. Tidak ada kesempatan untuknya bahagia. Tidak ada yang benar-benar menginginkannya. Lalu saat ia bisa mengakhiri semua drama menyedihkan itu, kenapa Sheryl harus melewatkannya?

Wanita itu hanya lelah, ia hanya butuh tempat untuk beristirahat.

"Hak asuh Sheena dan Sheera akan aku berikan ke kamu. Mereka milik kamu sekarang."

Sheryl terdiam. Mendengar nama anak-anaknya disebutkan seperti itu semakin membuat hatinya sakit. Dan apa kata pria itu tadi, hak asuh kedua anaknya akan menjadi milik Sheryl? Pria itu pasti berbohong, karena Sheryl sangat tahu sesayang apa Eros kepada kedua putrinya itu. Mungkin jika diminta untuk memilih, Eros akan lebih memilih si kembar dibandingkan dirinya. Apa jadinya hidup pria itu tanpa anaknya?

"Please, please. Wake up, please."

Stop. Stop. Jangan pinta Sheryl untuk bangun lagi, wanita itu benar-benar tidak punya alasan untuk hidup. Dia sudah kehilangan anaknya, ia sudah mengecewakan Eros. Sheryl masih belum siap menerima kemarahan pria itu karena sudah membunuh anaknya. Biarkan Sheryl membalas semua kejahatan seorang ibu karena tidak berhasil menjaga anaknya dengan baik.

"Kamu masih punya Sheena dan Sheera, Mommy. Mereka membutuhkan ibu mereka."

Bibir Sheryl bergetar, matanya mulai terasa panas.

"Dan aku membutuhkan kamu."

Tanpa sadar air matanya kembali mengalir di ujung matanya yang masih tertutup. Sheryl menangis dalam keadaan tidak sadar—menurut pandangan Eros.

"Aku tahu kamu bisa mendengar semua perkataan aku. Sekarang bangun ya, aku mohon."

Kalaupun sekarang ia terbangun, tidak akan mengubah apapun yang terjadi. Dia akan kehilangan Eros. Hidupnya masih akan sama, tidak diinginkan. Karena Eros tidak—.

"Aku cinta kamu, Mommy. Dari awal kita bertemu sampai detik ini, rasa cinta aku ke kamu nggak pernah berkurang. Maaf karena aku selalu menutupinya dari kamu. Aku akan menceritakan hal detailnya saat kamu bangun. Kamu nggak penasaran? Ah aku ingat dulu pertama kali kita bertemu kamu masih—"

**CUT**

PRISON [END]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant