45 || TIME

74.7K 2.8K 112
                                    

09/09/2018

AUTHOR

"Terkadang kau tak tahu betapa berartinya sesuatu sampai ia menghilang"
Anonim

Gilang menatap pria yang duduk dihadapannya dengan jas kebesarannya sebagai dokter. Pria itu menjelaskan semuanya secara rinci bahkan tidak ada satupun yang terlewatkan.

Gilang hanya menatap dengan tatapan kosong. Gilang tidak tahu harus berreaksi seperti apa? Gilang tidak tahu apa yang harus ia ucapkan, apa yang harus ia lakukan. Gilang hanya diam dengan pikiran yang juga kosong.

Gilang merasa ada sesuatu yang tertancap dihatinya. Air matanya tidak ingin berhenti, karna merasakan sakit dihatinya.

"Ikhlaskan pak. Saya yakin yang diatas pasti sudah menyiapkan segalanya pak, semuanya pasti sudah diatur dengan baik pak. Ikhlaskan saja." Ucap dokter tersebut setelah mengahkiri ucapannya.

Gilang hanya diam, sebelum berdiri dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan ruangan dokter tersebut.

Gilang berjalan dengan lemas, air mata yang membahasi wajahnya begitu juga tatapannya yang menampakan dengan jelas kalau Gilang sedang merasakan hal yang sangat buruk saat ini.

Gilang melangkahkan kakinya menuju taman rumah sakit, tidak perduli jam sudah menunjukan jam 12 malam lewat ataupun air yang jatuh membasahi seluruh badannya. Gilang hanya duduk dikursi putih dengan badan yang sudah basah.

Gilang meletakan kedua tangannya didepan wajahnya dengan kasar. Gilang ingin sekali meneriaki dirinya, memaki dirinya, dia ingin sekali menyakiti dirinya sendiri.

"Ini semua karna loh brengsek!" Teriakan itu diutarakan untuk dirinya sendiri.

Gilang meneriaki dirinya sendiri. Kini Gilang lebih meratapi kebodohannya dimasa lalu yang berhasil membuatnya kehilangan masa depannya bukan hanya masa depan dirinya, tapi masa depan anaknya yang bahkan belum melihat cahaya yang sangat terang.

Gilang menangis dengan hujan. Menangis karna kehilangan anak yang sama sekali Gilang tidak tahu kebenarannya selama ini dan itu semua karna masa lalunya.

Gilang bahkan sekarang tidak berani menunjukan dirinya didepan Maudya. Gilang tidak berani mengatakan apapun pada Maudya. Gilang tidak bisa mengatakan kalau anaknya meninggalkan mereka karna dirinya.

Seandainya Gilang tidak melakukan hal yang bodoh dimasa lalu, senadainya Gilang tidak mengenal Anita. Seandainya Gilang tidak pernah membiarkan Anita masuk kedalam hubungan pernikahan mereka, maka ini semua gak akan pernah terjadi.

Dilain sisi. Dikamar yang menampakan cahaya yang minim, hanya ada salah satu lampu yang hidup ditengah tengah ruangan.

Ruangan itu cukup gelap, sangat gelap seakan tahu kalau penghuninya merasakan rasa sakit. Menangis dalam diam, berusaha memendam rasa sakit namun dia tidak mampu.

Disana ada perempuan yang juga tidak kalah hancurnya dengan Gilang. Perempuan itu menangis tepat saat ia membuka matanya dengan lebar. Perempuan itu menangis tanpa suara. Menahan rasa sakit yang sama sekali tidak bisa dia hentikan.

Dia adalah Maudya Cella.

Perempuan itu menangis dengan menutup mulutnya sambil mengelus perutnya dengan kedua tangannya dengan lembut. Perempuan itu terus saja mengucapkan kata maaf didalam hatinya dan berharap sang anak akan mendengarkannya disana.

TIME (END)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt