22 || Awan menutupi langit

83.9K 4.2K 89
                                    

16/07/2018

MAUDYA CELLA

Aku baru saja mendapatkan pesan kalau Gilang dia bilang dia tidak pulang lagi hari ini. Aku merasa bingung, alasan apa lagi yang akan kuucapkan untuk menghibur anak anakku yang selalu bertanya kemana Ayah mereka?

"Mama? Apa papa tidak akan pulang lagi? Renna kangen sama papa."

Kini aku sedang berada dikamar anak anakku dan aku sedang berbaring diatas kasur Renna sambil memeluknya.

"Papa kerja lembur sayang. Papa pasti akan pulang nanti, tapi tidak dalam waktu dekat." Jawabku sesederhana mungkin agar Renna dapat mengerti.

"Sesibuk apapun harusnya papa mendahulukan anak anaknya Mah. Ayah teman Rendy selalu mendahulukan anaknya dari pada pekerjaannya, tidak seperti Papa." Kini suara Rendy terdengar sangat dingin.

Aku menatapnya dan dia malah menutup wajahnya dengan selimut. Aku menghembuskan nafasku dengan hembusan yang bisa aku bilang kalau aku sangat lelah sekarang.

Aku menatap Renna dan dia juga menatapku.

"Tidurlah. Mama harus keluar sekarang, mama baru ingat ada sesuatu yang harus mama urus." Ucapku sebelum bangun dari kasur Renna dan membetulkan selimutnya.

"Baiklah Mah. Selamat malam." Ucap Renna dan kuanggukan.

Aku berjalan kepintu keluar sebelum mematikan lampu kamar setelah aku melihat lagi kearah kedua anakku yang seperti baru akan masuk kedalam dunia mimpinya.

Aku berjalan kearah meja mini bar yang ada didalam rumahku, tapi dirumah ini dilarang ada minuman keras. Hanya mini bar yang sering aku duduki untuk bersantai.

Terkadang aku berfikir bisahkan aku mengatasi semuanya?

Bisakan aku tetap mempertahankan apa yang aku punya?

Bisakan aku tetap berjalan tanpa ada masalah?

Bisakah aku tetap melindungi keluarga kecilku?

Aku selalu saja bertanya pada diriku sendiri, tanpa tahu apa jawaban yang tepat untuk semua pertanyaanku.

Anak anakku sudah mulai tumbuh dengan dewasa. Apapun sudah mulai bisa teringat dengan baik dipikiran mereka, bahkan terkadang masalah orang dewasa saja bisa juga mereka pikirkan.

Aku hanya merasa tidak ingin mereka kurang rasa kasih sayang. Aku tidak ingin mereka merasa ada yang berbeda dengan keluarga kecil mereka. Aku tidak ingin mereka merasa kalau mereka tidak memiliki keluarga yang lengkap. Aku tidak ingin hal itu terjadi.

"Ndok?"!

Aku tersentak dari lamunanku dan menatap Bu Mira yang ternyata berdiri didepanku.

"Ngapain kamu malam malam masih disini Ndok? Ayo masuk kedalam kamar kamu, ini udah malam loh Ndok?"

Aku menatap sekitarku dan sebelum kembali menatap kearah Bu Mira. Aku merasa menjadi orang bodoh, bahkan aku tidak bisa mengerti mengapa aku harus melangkahkan kakiku kesini.

"Masuk Ndok kekamar kamu, Ibu mau tutup semua pintu." Ucap Bu Mira sambil berjalan kearah pintu penghubung anatara kolam renang dengan mini bar dan aku hanya tersenyum pada Bu Mira saat Beliau memutar tubuhnya dan menatap kembali kearahku saat sudah menutup pintu.

"Kamu ngapain sih Ndok masih bangun dimalam hari? Tidak baik loh perempuan melamun apalagi ini malam hari." Ucap Bu Mira dan aku hanya diam seribu bahasa dan mengikuti langkah Bu Mira yang sepertinya berjalan kearah kearah dapur.

"_"

"Ndok?"

"Ia Bu." Jawabku sambil masih mengikuti langkah Bu Mira.

"Jangan terlalu memikirkan Den Gilang ataupun Neng Anita. Semuanya tidak akan pernah terjadi lagi Ndok, semuanya akan kembali. Kamu hanya tinggal menunggu sebenyar lagi. Hanya sampai waktunya tiba." Ucap Bu Mira dengan langkah kaki yang masih terus berjalan.

"Aku tidak memikirkan mereka Bu_" Aku kembali membohongi diriku sendiri.

"Lalu apa yang kamu pikirkan?" Tanya Bu Mira yang kini telah berhenti dan menatapku yang juga sedang menatapnya.

"Aku hanya mekikirkan anak anak Bu. Mereka bertanya kenapa Papa mereka tidak pulang pulang? Aku bingung seperti apa lagi aku harus menjawab pertanyaan mereka yang sebenarnya sangat simpel namun sulit untuk dijelaskan." Ucapku.

Bu Mira menatapku dengan tangan yang mengarah kearah tangan kananku. Bu Mira menggegamnya dengan sangat erat.

"Jangan terlalu kamu pikirkan. Ibu yang akan mengurusnya, kamu cukup pikirkan kalau kebahagiaan kamu tidak akan lama lagi datang. Hanya itu." Ucap Bu Mira dan kuanggukan dengan kepalaku.

"Kamu mau ibu buatkan teh?" Tanya Bu Mira dan kuanggukan.

Bu Mira melepas tanganku dan berjalan ke arah dapur dan aku memilih duduk di meja bar mini yang menjadi pembatas anatara dapur dan meja makan.

"Bu?" Panggilku dan Bu Mira yang awlanya fokus pada cangkir yang baru diambil dalam rak kini menatapku.

"Ada apa Ndok?" Tanyanya sebelum kembali sibuk dengan cangkir yang ada ditangannya.

"Ibu tahu kalau aku cukup jauh dari Anita sejak aku memutuskan kuliah diluar kota. Apa selama aku kuliah ada sesuatu yang aku tidak tahu tentang Anita? Apa_"

"Tidak ada Ndok. Saat Kamu kuliah diluar kota hanya satu tahun lebih Neng Anita di rumah bapak. Setelah itu Neng Anita pergi memutuskan pindah keapartemennya sendiri walaupun sekali kali berkunjung ke tempat bapak."Jawab Bu Mira.

Aku menggigit bibir bawahku. Sebenarnya ada hal lain yang buat aku penasaran. Beberapa hari yang lalu aku mendapatkan sebuah paket dan kirimannya berasal dari mantan seketarisnya Ayah atau lebih tepatnya mantan kekasih Ayahku.

Dia mengirimkan foto masa kecil seseorang yang sedang digendong oleh perempuan yang tersenyum kepada bayi kecil tersebut. Dengan jelas dituliskan nama bayi itu adalah Anita.

Jujur aku belum pernah melihat foto orangtua Anita apalagi bertemu dengan orangtua Anita. Dan yang buat aku bingung kenapa perempuan itu memberikan aku foto ini. Apa perempuan itu mengenal Anita, tapi tidak mungkin.

"Bu?" Panggilku lagi.

"Ia?" Jawabnya kini dengan membawa dua cangkir yang berisi air teh.

"Dya ingin bertanya dan Dya harap ibu menjawabnya dengan jawaban yang jujur." Ucapku dan Bu Mira mengagukan kepalanya setelah meletakan cangkir di depan aku begitu juga di depan dirinya.

"Apa Ibu pernah liat Anita dekat dengan mantan kekasih Ayah? Atau Ibu pernah dengar tentang hubungan Anita dengn perempuan itu selama Dya tidak di Jakarta? Atau Ayah pernah cerita sesuatu tentang Anita? Atau adiknya yang mening_"

"Tidak pernah Ndok. Memangnya ada apa? Kenapa kamu malah bahas Anita dengan perempuan itu?" Tanya Bu Mira padaku.

Aku ingin menceritakannya tapi menahannya. Aku merasa ada sesuatu yang Bu Mira sembunyiin dari aku. Aku rasa Bu Mira tahu sesuatu atau salah satu dari pertanyaanku.

"Tidak Bu. Tidak ada apa apa." Jawabkku singkat sebelum meminum pelan teh hangat yang dibuatkan oleh Bu Mira.

"Kalau begitu Ibu tidur dulu Ndok, udah malam." Ucap Bu Mira cepat dan tanpa belum sempat aku mengucapkan sepatah kata Bu Mira telah pergi dari pandanganku dan meninggalkan tehnya yang masih penuh dengan kumpulan asap di atasnya.

"Apa yang Ibu sembunyikan? Apa yanh tidak aku tahu disini?" Tanyaku sambil menatap jendela yang menampakan langit malam diluar.

Aku menghirup wangi ciri khas teh tersebut. Sangat wangi dan sedikit bisa membuat aku tenang. Setelah cukup lama aku duduk dengan hanya menghirup wangi teh aku memilih meninggalkan cangkir yang masih berisi teh dan memutuskan untuk ke kamar. Mungkin di sana aku bisa mendapatkan rasa tenang ku lebih banyak lagi.

~ ~ ~ ~

TIME (END)Where stories live. Discover now