35 || Bunda

61.7K 2.7K 16
                                    

23/08/2018

AUTHOR

Mata yang tertutup dari beberapa jam yang lalu kini terbuka, dengan mata yang masih merah. Kini mata lembutnya tergantikan dengan mata menyesalnya.

Tatapanya berubah bagaikan api yang padam terkena air. Bahkan dalam tidurnya dia hanya menyebutkan kalimat kalimat yang terdapat kata Bunda.

Penyesalannya begitu besar, hingga dia tidak bisa tidur untuk melupakan sejenak rasa menyesalnya.

'Bunda maafkan aku'

'Bunda aku menyesal'

'Bunda aku merindukanmu'

'Bunda aku ingin bertemu denganmu'

"Dya?" Panggilan itu terdengar dari tidak jauh dari posisi perempuan yang masih tertidur diataa kasur dengan selimut yang membukus semua tubuhnya.

Perempuan itu kembali meteskan air matanya dibalik selimut tebal, dengan tangan yang menepuk pelan dadanya. Rasa sakit itu tidak akan pernah hilang, bahkan jika Perempuan itu datang ke rumah sakit juga tidak akan pernah hilang.

"Dya?" Panggil pria itu lagi.

Kini pria yang berdiri didekat pintu mulai berjalan ke arah perempuan yang menutup tubuhnya dengan selimut tebal tersebut. Pria itu mendekat dan semakin mendekat. Pria itu duduk diatas kasur dan menatap selimut yang menutupi perempuan itu.

"Kamu bisa menangis semau kamu Dya, aku tidak akan melarang. Aku bisa menghibur kamu, tapi aku tidak tahu bagaimana caranya agar aku bisa menghibur kamu Dya. Rasa sakit yang kamu rasakan sekarang, aku tidak pernah meraskannya Dya. Aku tidak tahu bagaimana aku harus membuat kamu berhenti menangis, tapi Dya kamu bisa berbagi bukan. Aku disini untuk kamu, aku akan_"

"Kamu gak akan bisa Lang. Walaupun aku berbagi rasa sakit ini, kamu tidak akan bisa menguranginya." Ucapan dari perempuan yang tidak lain Ucapan Maudya membuat Gilang terdiam. Gilang bingung bagaimana harus membuat Dya merasa kalau Dya bisa berbagi perasaan itu pada Gilang, bukan menyimpannya sendiri seperti ini.

"Baiklah, kalau begitu aku pergi. Kalau kamu butuh bantuan jangan sungkan untuk memanggil aku Dy. Aku pasti akan datang." Ucap Gilang yang mengalah.

Gilang menatap Dya dibalik selimut, sebelum berdiri dari posiainya dan berjalan kearah pintu keluar kamar.

"Lang?" Panggilan Dya menghentikan langkah Gilang. Gilang memutar tubuhnya dan menatap Dya yang duduk diataa kasur.

Gilang menghembuskan nafasnya dengan kasar, Gilang ingin membawa Dya kedalam pelukannya dari tadi tapi Gilang tahu Dya memerlukan Bu Mira tadi bukan dirinya dan kini Dya membutuhkan dirinya.

Gilang berjalan kearah Dya dan duduk ditempatnya yang tadi dia duduki. Gilang mengarahkan tangannya untuk menghapus jejak air mata Dya. Gilang menangkup pipi Dya dan mengelusnya pelan dengan jari jarinya.

"Lang?" Panggilan Dya terdengar sangat terluka, Gilang tahu kini Dya lebih terluka dari pada apapun.

Gilang tahu dengan benar, Dya sangat menyayangi Bundanya. Dya selalu cerita dulu kalau Bundanya pasti sangat menyayanginya walaupun Beliau tidak pernah bertemu dengannya dulu. Dya menyakini dirinya kalau Bundanya baik baik saja. Bundanya pasti baik baik saja tapi mendengar cerita Bu Mira pasti membuat Dya merasa menyesal.

"Menangislah Dy. Kamu berhak untuk menangis." Ucap Gilang.

Kini tangan yang berada di pipi Dya, sudah berahli untuk memeluk Dya. Dya mengeratkan pelukannya pada Gilang, Dya merasa kini Dya perlu sandaran untuk mengatasi semuanya.

TIME (END)Where stories live. Discover now