20 || Aku dan kamu

96.6K 5K 257
                                    

15/07/2018

MAUDYA CELLA

"Ayah tahu kamu kecewa, Ayah juga kecewa sayang. Ayah bahkan terkejut saat melihat Gilang tiba tiba datang, Ayah ingin marah tapi Gilang menceritakan semuanya."

Kini aku berada dirumah Ayah dengan membawa kedua anakku dan juga satu koper sedang yang berisi pakaian kami.

"Tapi Dya tidak bisa Yah. Dya tidak sekuat itu melihat suami Dya akan_" Ucapanku terhenti dengan sendirinya karna aku sudah tidak sanggup untuk memikirkannya apalagi melihatnya nanti.

"Ayah tahu sayang. Ayah tahu. Bukannya Ayah menyuruh kamu untuk menerimanya. Ayah hanya meminta kamu mengerti sampai Anita kembali ingatannya. Hanya sampai itu." Ucapan Ayah membuatku sedikit bingung.

Aku mengalami masa yang sulit sekarang.

"Ayah apakah ini yang dirasakan Bunda dulu saat melihat Ayah dengan perempuan lain? Apakah sesakit ini saat orang lain tidak ada yang mendukungnya, bahkan keluarganya sendiri?" Tanyaku secara acak karna entah mengapa aku selalu kepikiran tentang Bunda.

"Dya?" Panggilan Ayah sangat lembut.

Aku tersenyum menatap mata Ayah yang menatap aku dengan sangat lembut dan aku tahu mata itu memberikan rasa kasih sayang yang sangat besar bagi diriku.

"Ayah mungkin aku bisa bilang iya, tapi jujur hatiku mengatakan yang lain. Aku tidak bisa Yah." Jawabku lembut.

Aku tahu Ayah menyayangi Anita juga karna Anita adalah keponakannya satu satunya, bahkan Anita sudah seperti anaknya sendiri.

"Aku akan memikirkannya lagi Yah dan aku harap Ayah akan mendukungku. Apapun keputusanku, apapun yang kupilih aku harap Ayah akan selalu berada disampingku." Ucapku dan Ayah tersenyum kembali padaku.

"Kalau begitu selamat malam. Aku keatas dulu." Pamitku.

"Baiklah selamat malam." Ucap Ayah sebelum aku beranjak dari ruang keluarga menuji lantai dua kearah kamarku.

Aku masuk kedalam kamar dan duduk disofa yang ada di kamar ku. Aku merasa sangat egois sekarang.

'Apa aku sangat egois karna mementingkan diriku sendiri?'

Aku mengangkat kepalaku dan melihat langit kamar berwarna putih. Hampir lima menit aku melihatnya tanpa mengahlikan tatapanku dari atap putih tersebut dan setelah itu deringan ponsel membuatku mengahlihkan tatapanku.

Gilang

Nama pria itu terlihat sangat jelas dilayar ponselku dan kini perasaanku bertambah menjadi tingkat paling galau.

'Apa yang harus aku lakukan Bun? Apa aku harus melihat dari segala sisi atau hanya disisi ku saja Bun? Apa aku sangat egoi jika aku melihat dari sisi ku sendiri?'

Lagi lagi aku bertanya pada Bunda dengan menanyakan pada diriku sendiri dan melihat foto yang kupajang di dinding tepat di samping pintu kamarku.

"Bunda apa Bunda melihat Dya dari atas?" Tanyaku pada foto yang menampakan satu keluarga yang sangat bahagia.

"Jika Bunda melihatnya maka bantu aku. Bantu aku memutuskannya. Apa aku harus mengambil keputusan dari sisiku saja atau dari segala sisi Bun? Aku baru saja mulai berani kembali percaya padanya, tapi bagaimana kalau aku malah menjadi tidak percaya padanya saat aku melihatnya bersama Anita lagi Bun? Bagaimana Bun?"

TIME (END)Where stories live. Discover now