Dera berbalik lalu mengangguk kepada Bu Ashley, mencoba terlihat positif untuk tidak mengkhawatirkan Ashley. "Mereka bukan orang jahat, Bu, tidak apa apa."

"Kau yakin? Bagaimana jika dia berbohong kepadamu?" bisik Ashley cemas. Dera  tersenyum lalu menggeleng pelan sambil menggerakan mulutnya "tidak apa"

Akhirnya Ashley dengan berat hati melepaskan kursi roda Dera, sambil laki laki besar itu datang dan mengambil alih kursi roda Dera. Dera tidak pergi kemana mana sebelum Ashley benar benar keluar dari tempat parkir itu, dia masih memiliki kecurigan kepada orang orang ini.

Lelaki itu tanpa mengatakan apa apa tiba tiba mendorong kursi roda Dera dan membawanya sampai ke sebuah mobil ynag terparkir di luar bangunan acara. Siapa gerangan orang yang berjalan jalan keliling kota dengan sebuah limusin? Dera hanya tau seseorang saja.

Dan benar saja saat dirinya masuk ke dalam  limusin hitam itu, yang berada di dalamnya adalah Gerald. Kepala laki laki itu langsung menghadap kepada Dera saat mendengar pintu mobil dibuka.

Sebuah senyum langsung merekah di wajah lelaki itu, sedangkan wajah Dera sebaliknya berubah masam, sebagai topeng untuk menutupi kebahagiaan yang sebetulnya dirasakannya. Dengan bantuan laki laki tadi dan Gerald, Dera naik ke atas mobil panjang itu lalu duduk disana, mencoba mengacuhkan Gerald.

"Bagaimana tadi?" Itulah pertanyaan pertama yang memulai percakapan mereka.

Dera hanya mengangguk sedikit. "Baik baik saja."

"Tidak ada kesan istimewanya? Aku tidak percaya malammu akan terasa biasa biasa saja sehabis menonton pertunjukan piano favoritmu." Dera berusaha untuk tetap diam. Dan Gerald melanjutkan, " Apalagi setelah menjadi penonton paling beruntung bisa naik ke atas panggung, langsung menemui pianisnya."

"Dan it semua ulahmu," kata Dera berusaha sebisa mungkin terdengar tidak tertarik. Namun apa daya hati Dera saat mendengar derai tawa Gerald.

"Apakah kau menyukainya?" tanya Gerald dengan suara seraknya itu, namun terdengar begitu seksi.

Dera yang mengangkat kedua bahunya, tanpa berkata apapun kepada Gerald, dan membalikkan wajahnya ke arah jendela.

Dera menatap menerawang ke luar jendela, melihat pemandangan malam hari. Tidak ada seseorang pun yang berbicara. Gerald sedang sibuk membalas email dari bawahannya, sedangkan Dera terlalu sibuk merendam emosinya agar terlihat membenci Gerald.

Perjalanan sudah berjalan lumayan lama, dan disanlah Dera baru sadar bahwa ini bukanlah jalan menuju rumah sakit.

"Kemana kau akan membawaku?" tanya Dera. Perempuan itu tidak menyangka suaranya akan terdengar selemah ini. "Tidakkah kau akan membawku kembali ke rumah sakit?"

"Aku memiliki suatu tempat yang jauh lebih bagus daripada sebuah rumah sakit," kata Gerald. "Aku ingin menunjukkannya kepadamu. Tenang saja, aku sudah meminta izin dari dokter."

Dera menatapnya curiga, dan Gerald tersenyum kepadanya.

Dera menghela nafasnya panjang dan kembali menatap ke luar jendela.

Dan akhirnya mobil mereka berhenti di pinggiran sungai Singapura (mmg namanya ada sungai Singapura ya 😅😅)

"Kau membawaku, ke sungai?" tanya Dera bingung.

"Bukan sekedar sungai biasa, kau akan mengetahunya sendiri," katanya sambil keluar dari pintu mobilnya lalu langsung beranjak sampai ke pintu Dera, membantu Dera keluar dari mobilnya.

Gerald mendorong kursi roda, memasuki sebuah bangunan, seperti sebuah villa. Dera sudah jelas tahu ini milik Gerald, mengingat betapa banyaknya tempat tinggal lelaki itu yang tersebar di seluruh bagian dunia.

Ada sebuah tangga untuk naik ke lantai dua. Gerald membantu Dera manaiki tangga itu, membantunya duduk di salah satu kursi di lantai atas, lalu kembali lagi turun untuk membawa kursi rodanya.

Dera kembali menaruh bokongnya di atas kursi roda.

Gerald membawanya berjalan menju sebuah ruangan. Dera menduga Gerald sengaja tidak menyalakan lampu tempat itu, membiarkan sinar rembulan yang melakukan pekerjaannya.

"Tutup matamu," bisik lelaki itu, dan Dera melakukannya. Dera mendengar sebuah pintu dibuka dan angin malam menyambut wajahnya. Gerald membawa kursi rodanya, keluar dari pintu itu. Sepertinya sebuah balkon.

"Sekarang kau boleh membuka matamu," kata Gerald. Dera membuka matanya dan apa yang dilihatnya diluar ekspetasinya.

Dibawahnya adalah air, air sungai yang bersinar seperti pegunungan permata, air sungai memantulkan keindahan lampu dari gedung gedung pencakar langit. Dera berasa sedang berada di dunia fantasi. Cahaya bulan membuat sungai itu terlihat menyala, terkadang ada beberapa percikan air datang, beberapa daun yang berguguran mengalir, menghias sungai dingin polos itu, menjadi sesuatu yang begitu indah.

Mata Dera tidak pernah bisa lepas dari pemandangan di hadapannya. Semuanya terlihat begitu ajaib.

"Kau menyukainya?" bisik Gerald.

Kali ini Dera tidak bisa menyembunyikan perasaannya, dan dia mengangguk.

"Aku lega. Ini adalah villa peninggalan Papah. Papah membuat tempat ini karena pemandangan sungai pada malam hari, dan ini adalah hal yang membuatku selalu ingin kembali ke Singapura," katanya.

"Papah selalu berkata, suatu kali aku harus membawa seseorang yang sangat berarti bagiku ke tempat ini, dan aku memutuskan untuk membawamu kesini. Karena bagiku hidupku kau adalah orang yang paling berarti.

"Aku melakukan kesalahan besar, aku tahu. Aku tidak mengharapkan pengampunan darimu.Tapi aku ingin meminta tolong kepadamu untuk ingatlah satu hal ini. Perasaanku kepadamu tidak sama sekali berubah semenjak hari terakhir kita bertemu.

"Tidak sekalipun."

Kalimat itu mengalir dengan lembut, diterpa sinar rembulan, menyinari pasangan itu yang sedang berkelibat dengan sebuah masalah yang disebut cinta.

.

FOLLOW ME ON INSTAGAM
Nnareina

Double updateeee 😍😍

Jangan lupa vote dan komen!!

Love you all!!

Yes, Mr Billionaire [COMPLETED]Where stories live. Discover now