Chapter 2

700K 36K 520
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul 3 subuh. Udara malam berhembusan dengan dingin, para pengemudi yang lembur sedang susah payah menahan kantuk di dalam transportasi yang mengantar mereka pulang, dan para pejalan kaki sudah masuk ke dalam kamar mereka masing masing mengistirahatkan dirinya sendiri setelah hari yang panjang.

Dan pada jam itu pula, Dera berjalan sendirian di atas aspal dengan tubuh mungil yang menggigil.

Perempuan itu sadar kalau dia berdiam diri di depan rumahnya pun, keesokan harinya dia akan kembali mendapatkan perlakuan buruk dari ibunya. Karena itu, dia memutuskan untuk pergi, tanpa arah, hanya mencari atap dimana dia bisa beristirahat malam ini.

Semua bangunan sudah berubah gelap, bahkan toko toko pinggir jalan pun sudah tutup semua dan tidak ada tempat untuk dirinya berteduh.

Dera mencoba melangkah terus menerus memaksa kakinya yang terluka oleh aspal kasar untuk tetap berjalan.

Dimana ini?

Dera merasa sangat lelah, dia memutuskan untuk berteduh di depan sebuah toko roti yang sudah tutup. Awan terlihat memadat menutupi cahaya rembulan malam itu dan gerimis mulai merintik membasahi jalan malam yang dingin.

Pasti akan terasa sangat perih bila hujan mengenai luka lukanya. Membayangkannya saja Dera sudah meringis sakit, karena itu secepat mungkin dicarinya tempat untuk bermalam, yang pasti bukan sebuah penginapan mewah karena tidak sepeserpun uang dibawanya.

Mungkin jika aku bermalam ditempat ini, tidak akan ada yang keberatan juga.

Dera duduk memeluk lutut nya sambil melihat hujan yang turun semakin deras. Badannya menggigil karena udara dingin dan dia sudah rindu dengan selimut hangatnya di rumah, namun dapat tempat berteduh pun sudah beruntung baginya, dia sama sekali tidak protes.

Dera membenamkan wajahnya ke dalam lipatan tangannya dan dia mencoba menenangkan dirinya, walau akhirnya hanya air mata yang berjatuhan membasahi bajunya yang sudah sangat kotor oleh tanah. Perutnya kembali mengeluarkan bunyi nyaring, lapar.

Dera menghela nafas dalam dalam mencoba untuk tertidur, walaupun dia sendiri tahu keadaannya sekarang tidak memungkinkan kantuk untuk melahapnya.

Pandangannya mulai kabur karena kelelahan, tangannya sudah tidak terasa lagi.Dera mencoba memejamkan matanya lagi dan mencoba terlelap. Namun lagi lagi gagal.

Tiba tiba sebuah cahaya terang menyinarinya. Sebuah mobil?

Dia merasakan langkah seseorang menghampirinya, dia mencoba melihat sosok orang di hadapannya, namun pandangannya sudah benar benar buram.

"Kau, tidak apa a-"

Selebihnya gelap.

---

Cahaya pagi menembus Indra penglihatannya, Dera terbangun menyadari kalau dirinya sedang ada di kamar orang lain.

Dia berada di sebuah kamar yang cukup besar, sangat besar malah, dengan sebuah televisi besar didindingnya, sebuah kasur king size dengan selimut tebal diatasnya, dua buah sofa disertakan sebuah meja kecil, kamar mandi, karpet, rak buku, dan sebuah meja belajar.

Ruangan bernuansa putih dengan beberapa mebel berwarna hitam menghiasinya.

Dera terbangun dan menyadari kalau luka lukanya semua telah diobati dan ditutup oleh perban diluarnya.

Siapa yang melakukannya?

Sebuah suara pintu terbuka tiba tiba terdengar, dari baliknya muncullah seorang perempuan paruh baya yang menggunakan celemek serta membawa sebuah kotak obat di tangannya. Dia terlihat ramah.

"Oh ternyata kau sudah bangun. Bagaimana keadaanmu, sayang?" tanya perempuan paruh baya itu lembut. Tangannya dengan telaten membuka kotak obat membuat Dera percaya bahwa dialah yang mengobati luka-luka Dera.

"Baik-baik saja, kurasa," kata Dera ragu berbicara dengannya.

"Tidak usah begitu kaku. Namaku Sati, biasa dipanggil Bi Sati, aku bekerja di sini," katanya tersenyum. Rasanya kejadian semalam membuat Dera kaku berbicara, keterkejutan masih berdampak besar baginya.

"Bagaimana aku bisa sampai ke sini? Dan dimanakah ini?"

"Tuan Gerald lah yang membawamu kemari," kata Bi Sati. "Beliau adalah pemilik rumah ini. Sudah kebiasaan baginya untuk pulang begitu larut atau bahkan sampai subuh, dia menemukanmu sendiri di tengah malam, penuh luka. Dia membawamu yang pingsan kemari. Kalau kau ingin berterimakasih, berterima kasihlah kepada Tuan Gerald."

"Bisakah aku menemuinya sekarang?" tanya Dera.

"Sekarang Tuan Gerald sedang pergi ke sebuah acara, mungkin tidak akan terlalu larut pulangnya. Sore ini kau bisa menemuinya, Bibi yakin," katanya sambil mengeluarkan beberapa lembar perban untuk mengganti perban sebelumnya.

Dera meringis sakit tatkala dia merasa obat dingin mengenai lukanya dan menimbulkan rasa perih yang luar biasa.

"Tahan sedikit, ya, sayang, tidak akan lama," katanya sambil dengan perlahan mengganti beberapa perban Dera. "Oh, dan siapakah namamu? Bibi rasa Bibi belum tahu."

"Dera, Dera Destia," kata Dera pelan.

"Nama yang cantik, namun sayang, tubuhmu penuh dengan luka," kata Bi Sati terlihat perihatin. "Setiap orang pasti memiliki lukanya masing masing, tidak perlu kau ceritakan, mungkin bersifat pribadi. Bibi hanya berharap kamu selalu ingat kalau semua orang dilahirkan di dunia ini berharga."

Dera tersenyum mendengarnya, menahan pula tangis sedihnya. Mengingat kejadian semalam membuat hati Dera teriris sakit. "Terimakasih," gumamnya pelan.

"Sekarang beristirahatlah, biarkanlah tubuhmu menutup semua luka itu dengan sendirinya."

----

Dera sempat terlelap sebentar. Mimpi buruk membangunkannya,mengingatkannya kepada kejadian yang terjadi di rumahnya semalam. Dera merasa dirinya butuh sesuatu untuk membuat otaknya teralih dari masalah kemarin. Dia akhirnya bangkit dari tidurnya dan lalu keluar membantu pekerjaan Bi Sati, tidak peduli dengan luka lukanya yang terasa sakit setiap kali dia berjalan.

Awalnya Bi Sati menolak, mengatakan kalau Dera masih butuh istirahat, namun Dera tetap bersikeras dengan alasan tidak ingin merasa tidak berguna. Maka dari itu, semenjak siang hingga menjelang sore, dia membantu membersihkan rumah bak istana tesebut.

"Bi, sabun pelnya dimana?" tanya Dera lantang.

"Dibawah tangga, Ra. Terimakasih ya!"

Dera melihat lantai lantai yang baru selesai disapu dan harus dipel olehnya. Melihat ratusan petak lantai yang berjajar dengan rapi saja sudah membuat Dera berdecak kagum.

Seberapa kaya pemilik rumah ini?

"Nona." Tiba tiba sebuah suara terdengar dari belakang Dera.

Dera yang baru saja akan memulai tugasnya, menoleh mendapati seorang laki laki paruh baya yang memanggilnya. "Saya?"

"Iya Anda, Tuan Gerald memanggil Anda."

.
Gaada typo kelewat aminn 😄

Yes, Mr Billionaire [COMPLETED]Where stories live. Discover now