Chapter 28

421K 19.9K 844
                                    

Gerald membawa mobilnya dengan sebuah senyum tercetak di wajahnya. Hari ini dia mendapatkan kabar bahwa saham yang dia tanam di perusahaan temannya melonjak naik drastis dan tentu saja, dia mendapatkan keuntungan besar darinya. Ingin rasanya dia sesegera mungkin kembali ke rumahnya dan merayakannya, dengan Dera.

Tapi betapa kecewanya Gerald saat dirinya saat dia sampai di rumah namun tidak menemukan sosok istrinya itu. "Dimana Dera?" tanyanya kepada salah satu pelayan yang kebetulan sedang berlalu melewatinya.

"Nyonya pergi siang tadi bersama Pak Matro, saya sendiri tidak tahu ke mana, Tuan," katanya. Aneh sekali dia pergi tanpa membertiahuku.

"Baik, kembali lah bekerja," katanya dingin dan lalu sesegra mungkin keluar dari rumah mencari Pak Matro. Ternyata Dera pergi ke toko roti bu Dian

Tidak bisa Gerald pungkiri bahwa dia masih memikirkan tentang kejadian lalu di toko roti Bu Dian. Gerald sudah mengenal perempuan paruh baya itu sejak kecil. Bu Dian seorang yang sederhana yang suka membuat roti. Anandya sering membelikan roti Bu Dian untuk bekal Gerald ke sekolah.

Kesehatan Bu Dian kian tahun kian menuruh. Sudah sangat lama rasanya Gerald tidak melihat perempuan itu melayani para pelanggan di meja kasir. Toko itu sekarang dikelola oleh managernya berhubung anaknya belum cukup besar untuk menangani tokonya itu. Saat Berdian, anaknya sudah sedikit lebih besar, toko itu pasti akan diberikan kepada anak semata wayangnya.

Gerald tidak ingin menambah beban kepada perempuan paruh baya itu, Gerald cukup merasa bersalah karena telah membuat keributan di tokonya beberapa lama yang lalu. Namun dia tidak menyesal, dia hanya melakukan apa yang menjadi haknya. Mengambil kembali istrinya sebelum jatuh kepada tangan pria asing.

Ayahnya sudah melatih Gerald untuk tetap mengontrol emosinya pada situasi apapun, demi kelancaran pertukaran bisnis perusahaan keluarga mereka. Namun hari itu, dia membiarkan emosi mengontrolnya. Saat dia melihat Dera sedang bebicara berdua dengan pria lain, sekalipun pria itu adalah teman SMAnya, emosinya memuncak. Dia ingin memukul habis siapapun yang berani beraninya mendekati istrinya itu.

Sungguh sejak kapan dia menjadi possesif seperti ini?

Dia hanya bisa berharap tidak akan ada yang terjadi di sana.

"Keluarkan mobilku," katanya. Dia langsung pergi untuk menjemput istrinya.

---

Gerald: Jangan kemana mana, aku yang akan menjemputmu sore ini.

Gerald mengirim sebuah pesan kepada Dera mengingatkannya untuk tidak perlu mencari pak Matro untuk membawanya pulang.

Tidak ada jawaban

Bahkan di baca pun tidak

Gerald merasa sesuatu tidak nyaman di dadanya. Firasat buruk yang sejak lama sudah tidak pernah dia rasakan. Dia memiliki insting yang sangat baik, semua orang mengakuinya, namun jarang sekali baginya merasakan rasa tidak nyaman di dadanya yang sedang dirasakannya sekarang.

Dia hanya berharap semuanya berjalan dengan lancar.

Sebuah harapan, sebuah keinginan yang tak pernah terjadi.

Dia tidak percaya apa yang dia lihat bahkan Gerald sempat meragukan penglihatannya.

Lewat jendela cafe dilihatnya seorang laki laki dan seorang perempuan, berpelukan dengan mesranya sambil satu sama yang lain mencari kehangatan di dalam pelukan mereka. Tubuh Dera sedang didekap erat oleh laki laki yang tempo lalu baru saja membuatnya gila dalam emosi.

Sakit?

Jangan tanyakan lagi. Hatinya terasa sangat berat dan kepalanya berdenyut nyeri.

Istrinya sedang berpelukan dengan teman SMAnya, melupakan janjinya..

Dera sendiri yang telah beikrar untuk tidak bertemu dengannya lagi, apalagi berpelukan bagai sepasang kekasih.

Janji yang dia pegang, dan dengan mudahnya Dera jatuhkan begitu saja.

Ingin marah? Rasanya hanya buang buang tenaganya.

Dia merasa kecewa, dan dia merasa terhianati.

Bisanya bisanya perasaannya dikontrol oleh seorang wanita yang bahkan membutuhkan bantuannya hanya untuk hidup sekali pun. Wanita yang seharusnya berada di bawah kendalinya. Namun sekarang perasaannya lah yang berada di bawah kendali anak SMA itu.

Gerald merasa bodoh.

Dan tanpa berpikir dua kali, dia pergi dari tempat itu, meninggalkan istrinya dengan lelaki lain.

Dia sudah tidak peduli.

---

Dentuman lagu keras menyambut Gerald sesaat dia masuk ke dalam tempat itu. Bau alkohol tercium menyengat dan puluhan perempuan beejalan berlalu lalang menggunakan baju minim mereka, menggoda setiap lelaki yang siap membayar mereka.

Dahulu ini adalah tempat favorit Gerald. Saat umurnya menginjak 25 tahun, dia sering pergi ke sini untuk meninggalkan beban pikirannya. Membeli minuman sampai mabuk, menerima godaan perempuan seksi, bercumbu dan kemudian menghabiskan malam bersama di kamarnya.

Mungkin orang lain berpikir dia adalah lelaki berprinsip yang tidak akan pernah bermain dengan wanita, itu hanya sebuah gambar yang dibuatnya.

Dia adalah lelaki penikmat kebebasan.

Rasanya sudah lama sekali dia tidak mabuk mabukan sampai hilang kesadarannya dan bersenang senang tanpa memikirkan beban apapun. Apalagi hubungan rumah tangganya.

Dia duduk di salah satu meja bar dan meminta segelas vodka. Bartender langsung menyuguhinya dan dia minum habis dalam satu kali tegukan. Rasa menyengat menusuk kepala dan pening mulai menyerangnya. Namun Gerald menikmati sensasi ini.

Tiba tiba dia merasakan sebuah tangan melingkar di lehernya. Seorang wanita penggoda.

"Kau terlihat kesepian, mau aku temani? Aku bahkan bisa memuaskankmu malam ini, kau tahu," bisiknya di telinga Gerald.

Tanpa mempedulikannya dia tetap meminum vodka yang baru diisi ulang.

Rayuan dan godaan mulai memenuhi telinganya, mengganggu saat sendirinya.

Rasanya dia ingin mengusir perempuan itu sekarang juga. Namun sesuatu dalam dirinya mengatakan hal yang lain.

Perempuan itu juga sedang bersenang senang dengan lelaki lain, mengapa kau tidak bisa bersenang senang dengan perempuan lain seperti yang dilakukannya?

Sebuah senyuman tertampang di wajah Gerald. Dia tersenyum kecut lalu dia bangkit dari kursinya.

Perempuan penggoda itu mundur selangkah namun langsung ditarik oleh Gerald pinggang perempuan itu mendekat.

Dan sedetik kemudian bibir mereka sudah tertaut menyatu, mencium satu sama lain dengan begitu panas dan liar.

Malam itu mereka habiskan waktu berdua, entah apa yang mereka perbuat bersama. Melupakan seorang perempuan yang masih setia menunggu suaminya menjemput dirinya.

.

Follow me on instagram

Nnareina

Kalau baca ulang sebel sendiri ya ke Gerald wkwkwkkw

Aku siap dapet protesan mati matian kalian ttg laki laki sialan ini XD

Jangan lupa vote dan komen. Thank you semuanyaaa

Love you all

Yes, Mr Billionaire [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang