Chapter 68

315K 15.4K 289
                                    

"Dimana pak tua?" tanya Rian baru saja pulang sedari kemarin malam. Dera hanya terdiam dengan lesu diatas sofa dengan sebuah tabung es krim Baskin Robin yang ditaruhnya di atas perut besarnya.

Rian tidak pernah tahu sebelumnya kalau perut besar bisa berfungsi sebagai meja juga.

Dera tidak menjawab dan lanjut melahap es krimnya sambil menonton TV yang Rian yakin dia bahkan tidak memperhatikannya sama sekali.

Rian menghela nafasnya panjang lalu ikut duduk diatas sofa ikut menonton dengan Dera. "Jam berapa Pak Tua pergi?"

"Tadi jam 10 pagi," guman Dera tidak jelas. Kening Rian berkerut.

"Kau terlihat kesal," kata Rian. "Atau mungkin sedang tidak mood?"

Dera menghela nafasnya panjang. "Aku hanya... tidak tahu," kata Dera resah. "Memang aku kesal karena Gerald tidak memberitahuku alasan apa apa dan pergi begitu saja hingga ke Inggris. Tapi lebih daripada itu. Aku merasa.."

"Tidak dianggap?" tanya Rian.

"Tidak separah itu, tetapi mungkin mendekati," kata Dera. "Aku merasa mungkin aku tidak dipercayai begitu dalam hingga dia tidak bisa menceritakan banyak hal kepadaku tentang masalah dan pekerjaan pekerjaannya. Sebaliknya kepadamu, dia mengandalkan segala hal kepadamu yang bahkan telah menghabiskan waktu lebih sedikit dengannya ketimbang aku."

Rian menghela nafasnya panjang. "Mungkin memang perilaku Pak Tua tidak mengenakan hati, tapi menurutku dia tidak sama sekali berniat membuatmu merasa seperti itu, Dera. Coba pikirkan lewat garis pandang laki laki."

"Maksudmu?"

"Aku belum memiliki kekasih jadi aku tidak tahu jelas, tetapi kalau misalnya aku sudah berkeluarga sepertimu dan Pak Tua sekarang ini, aku juga pasti akan melakukan apa yang Pak Tua telah lakukan kepadamu. Jangankan masalah berat seperti Ellena misalnya, bahkan hal sekecil permasalahan di kantor pun aku rasa aku tidak ingin mengatakannya kepada kekasihku. Dengan begitu aku hanya akan membuatnya merasa cemas dan memprihatinkanku.

"Laki laki selalu ingin terlihat kuat dihadapan perempuannya, Dera. mengapa dia bisa berkata banyak kepadaku dan tidak kepadamu menurutku karena dia tidak ingin membebanimu dengan pikiran pikiran rumit dan membiarkanmu fokus hanya kepada anak di dalam kandunganmu saja. Bukankah selalu dikatakan kalau laki laki akan menjadi 10 kali lebih menjaga kalau istrinya sedang hamil? Aku yakin Pak Tua sedang berada di dalam proses itu," kata Rian.

Dera akhirnya mengangguk lesu. "Mungkin aku berpikir terlalu banyak."

"Ringankanlah pikiranmu sejenak," kata Rian.

"Oh dan omong omong, Dera. Kau telah memberikan mereka nama?" tanya Rian. "Aku tidak sadar perutmu sudah sebesar ini. 6 bulan ya?"

"Ya, 6 bulan, dan belum, aku belum memikirkan nama mereka," kata Dera. "Aku menunggu saja nanti saat Gerald sudah kembali, saat masalahku dengan Ellena telah selesai."

Rian hanya mengangguk ngangguk ria, sekarang suara televisi benar benar hanya sebagai suara background semata. Tidak ada yang memperhatikannya.

"Rian, aku sebenarnya pernah memikirkan tentang sebuah ide gila sebelumnya," kata Dera. "Aku pernah berpikir untuk pergi mendatangi Ellena seorang diri supaya segala sesuatu hal selesai dengan cepat."

Mata Rian membelalak kaget. "Kau gila! Kau tidak boleh!"

"Makanya sudah aku bilang niat kan. Aku langsung menyadari bagaimana bodohnya aku untuk menemuinya sendiri jika benar benar itu yang aku lakukan," kata Dera. Rian menunggu hingga Dera melanjutkan, dan akhirnya Dera melanjutkan, "terkadang rasanya menyiksa saat kau terus menerus harus berhati hati tanpa bisa menyelesaikan masalah apapun. Tapi aku akan bersabar, kalian pasti memiliki sebuah rencana kan?"

Yes, Mr Billionaire [COMPLETED]Where stories live. Discover now