Stand By Me - 10

8.2K 1K 5
                                    

Hari ini, Naya memulangkan dirinya lebih cepat. Berada seharian penuh di dalam gedung Big Hit terkadang membuatnya bosan. Jika ia tak bisa menemukan objek menarik, bagaimana bisa ia membuat sebuah lagu?

Namun sayang, baru saja langkahnya menapaki halaman depan gedung, bumi sudah menangis terlebih dahulu. Membuat Naya harus belari kecil dan kembali ke teras depan gedung.

Naya tak suka hujan. Padahal Mbok Jum dulunya sering berkata jika hujan adalah sebuah berkah yang harus manusia syukuri. Hujan bisa membawa keberkahan, itu intinya.

Tapi tetap saja Naya tak suka hujan. Pertama karena hujan itu membawa penyakit. Naya selalu menanamkan pikiran 'hujan=sakit' di dalam otaknya.

Dulu, sewaktu dirinya kecil, Naya sangat suka bermain hujan-hujanan bersama dengan teman-temannya di panti.

Tapi, malam harinya Naya bisa merasakan perubahan suhu tubuhnya. Dia demam, dan itu menyebalkan. Naya benci jika dirinya harus jatuh sakit. Ia tak suka saat dirinya malah berguling-guling di kasur seperti cacing yang hibernasi. Naya seperti cacing yang ditaburi garam jika ia sakit. Ingatan itu cukup membuat Naya bergidik ngeri, jangan sampai sakit.

Kedua, saat umurnya sudah menginjak 17 tahun, Mbok Jum pernah cerita sesuatu hal tentang masa lalu Naya. Seorang bayi ditemukan di dalam tempat sampah. Kedua orangtuanya yang tega membuang seorang bayi perempuan di tengah derasnya hujan, tanpa pelindung sedikit pun.

Naya tak mau mengingat semua itu, tapi terkadang pikirannya tak bisa diajak kompromi. Cerita Mbok Jum selalu saja terngiang jelas dan tak bisa Naya lupakan.

Naya pernah berdoa pada Tuhan agar diberi sebuah keajaiban pada pemikirannya. Ia ingin di otaknya itu ada sebuah penghapus yang bisa menghapus ingatan tak mengenakkan.

Biarkan saja dia bersugesti bahwa dirinya adalah anak kandung Mbok Jum, itu lebih baik.

Naya kembali masuk ke dalam gedung dan naik ke lantai 3, lagi-lagi dengan menggunakan tangga. Lift di gedung tersebut seperti tak ada gunanya bagi Naya.

"Katanya mau pulang lebih dulu?" Soji bertanya dengan nada keheranan saat ia melihat Naya yang kini sudah duduk di sebelahnya.

"Hujan," mendengar jawaban Naya yang lesu membuat Soji melirik keluar jendela. Ia begitu sibuk dengan pekerjaannya sehingga tak sadar jika sekarang memang turun hujan.

"Pakai saja payungku," Soji menyodorkan payung berwarna biru tua itu pada Naya.

Naya segera menggerakkan kedua tangannya dengan cepat, memberi israyat 'tidak usah' pada Soji. Melihat penolakan Naya tak membuat wanita itu segera meletakkan payungnya kembali ke bawah meja. Malahan Soji segera meraih tangan Naya dan memberikan payung miliknya.

"Kau bisa gunakan itu. Jangan sungkan denganku,"

"Bagaimana denganmu? Jika hujan terus turun sampai malam bagaimana?" Naya tak suka menyenangkan dirinya tapi jatuhnya malah menyulitkan orang lain.

Soji memamerkan ponselnya di depan mata Naya sambil menampakkan cengiran kecil, "ponselku ini ada gunanya Naya. Tinggal tekan angka 1 maka pahlawanku akan datang dengan cepat."

Naya tersenyum simpul saat mendengar penjelasan Soji. Tentu saja ia tahu maksud perkataan teman yang cocok jadi kakak perempuannya ini. Pahlawan yang dimaksud Soji juga Naya tahu.

Suaminya adalah pahlawannya.

"Akan ku kembalikan besok," yakin Naya. Namun, bukannya mendapat sebuah anggukan, Naya malah mendapatkan sebuah gelengan. Membuat gadis itu lagi-lagi hanya bisa mengerutkan dahinya.

"Payungnya untukmu saja. Lagipula, aku punya banyak payung dirumah," Soji menghentikan kalimatnya dan kemudian mendekatkan bibirnya di telinga Naya, "aku tahu kau tak punya payung."

Pukulan pelan Soji dapatkan dari Naya saat kalimat terakhir berhasil Soji bisiki. Naya bahkan terlihat seperti sosok menyedihkan sekarang karena tak punya satu pun payung.

"Kalau begitu, aku pulang!" Pamit Naya sembari melontarkan senyuman manisnya pada Soji.

Soji melambaikan tangannya, "bawa itu setiap hari! Kita tidak tahu kapan hujan akan turun."

Naya mengangguk pelan dan kemudian menghilang dari balik pintu. Sosok Naya sudah Soji anggap sebagai adik kandungnya sendiri. Jika saja adiknya tinggal bersamanya, pasti Soji yakin ia sudah sebesar Naya sekarang.

Ah, melihat Naya membuat Soji merindukan adiknya yang berads di kampung halamannya-- Daegu.

Naya berjalan turun ke lantai dasar dengan gembira, sembari sesekali bersenandung kecil. Hatinya begitu senang saat ia mendapatkan sebuah payung, itu berarti dirinya bisa pulang tak peduli selebat apapun hujan.

"Lihatlah hujan, aku bisa pulang sekarang. Kau tak bisa terus-terusan menindasku!" Gumam Naya dengan mata berbinar.

Langkah Naya terhenti di depan gedung Big Hit. Ia menghela nafasnya dulu, berusaha menghirup bau tanah yang sangat pekat karena efek hujan.

Naya mengembangkan payungnya dengan semangat di samping kirinya. Pikiran pulang kerumah membuat kondisi hatinya membaik, seperti sebuah pelangi tertanam di hatinya.

Naya terkejut saat payungnya terkembang dengan sempurna, ia malah mendengar suara rintihan pelan seseorang di sebelahnya. Otomatis Naya langsung mengangkat payungnya keatas, dan yang lebih parah Naya kembali mendengar rintihan lagi.

Refleks Naya menutup mulutnya dengan telapak tangan saat tahu payungnya mengenai lengan dan mata Jungkook.

"A-aku minta maaf," Naya membungkukkan badannya. Namun dengan cerobohnya, gadis itu malah membuat ujung payungnya hampir mengenai mata Jungkook lagi.

Jungkook ingin mengumpat. Tapi, mengingat perkataan Namjoon beberapa menit lalu membuat Jungkook berhasil membenam umpatannya.

Ia baru saja meminta maaf pagi tadi dengan gadis ini. Gadis ini juga sudah diperingati untuk lebih berhati-hati. Tapi sekarang? Gadis itu malah hampir membuat Jungkook cidera mata parah.

"Kau tak tahu payungmu itu bisa membahayakan keselamatan orang lain?" Nada bicara Jungkook cukup membuat nyali Naya menciut. Sungguh sangat dingin, seperti udara sore ini.

"Aku tidak tahu jika kau ada di sebelahku," Naya bergumam pelan, menundukkan wajahnya. Tak berani untuk menatap sosok disebelahnya yang tengah geram karena kecerobohannya.

"Lalu apa gunanya kedua bola matamu? Berbicara dengan orang ceroboh sepertimu terkadang membuat tenagaku terkuras," Jungkook berdecak pelan sembari memutar kedua bola matanya dengan malas.

Baru saja ia hendak pergi ke kedai kopi, menuruti saran Namjoon untuk mengeluarkan 5000 won nya demi segelas kopi. Tapi, tiba-tiba saja suasana hatinya jadi buruk saat dihadapkan dengan kejadian tadi.

"Aku minta maaf," ulang Naya. Ia benar-benar tak tahu harus mengatakan apa lagi selain kata maaf. Semua ini terjadi karena kecerobohannya.

"Mau berapa kali kau mengatakan kata maaf padaku? Sudahlah, anggap saja itu tak pernah terjadi,"

Sebenarnya Jungkook ingin langsung menembus hujan menuju kedai kopi, tapi mengingat hujan yang semakin lebat membuat Jungkook berpikir 2x.

Diam-diam Jungkook melirik payung milik Naya yang sudah terkembang di atas kepala.

"Pinjam payungmu," pinta Jungkook cepat.

Naya melongo heran, "P-payungku?"

"Apa wajahku terlihat seperti pencuri payung orang? Aku hanya meminjamnya sebentar, nanti juga ku kembalikan,"

Mendengar penjelasan Jungkook membuat Naya segera memberikan payungnya dan setelah itu ia hanya bisa melihat Jungkook yang berjalan cepat menembus hujan dengan menggunakan payungnya.

🎵🎵🎵

FANGIRL : Stand By Me [ JJK ] Where stories live. Discover now