"ketika hadirmu yang aku nantikan."
***
Kejadian beberapa hari terakhir ini membuat Sagit kembali berpikir. Niat awalnya yang ingin menjauhi Sigit dengan menyibukan diri, justru malah membuatnya semakin dekat saja dengan Sigit. Entah ia yang terlalu percaya diri, atau emang karena kebetulan saja. Ia merasa, selalu ada aja hal aneh yang ia curigai, dalangnya ya Sigit.
Terdengar mustahil tapi emang iya.
Dimulai dengan air minum yang mendadak ia dapatkan dari adik kelasnya yang ia yakini, gadis yang mengantarkan Sigit ke UKS. Melihat bagaimana mereka berbicara, membuat Sagit makin yakin kalau air minum yang waktu itu ia dapat pasti dari Sigit. Bukan terlalu percaya diri, namun itu masuk dalam logikanya.
Juga, kejadian di UKS yang tanpa sadar ia lakukan pada Sigit. Karena disana ada Sigit, dan pada saat itu ia sedang membutuhkan sandaran, jadi ya... Ia anggap itu kebetulan saja.
Tapi, yang bikin ia makin bingung adalah, kiriman buah sore kemarin dari cowo ganteng, menurut mamanya ini siapa? Sigit juga? Masa iya? Tapi bisa saja kan?
"gak, gak, buah ini gak harus tentang Sigit juga kan?" ia bertanya-tanya, "lagian tuh cowo ngapain sok misterius segala." rutuknya.
Arrgh...
Ia benar-benar penasaran dengan semuanya, sampai suara notifikasi menghentikan semuanya.
Sean : kiriman gue udah nyampe?
Sagit kembali bernafas lega, ternyata kali ini bukan tentang Sigit, tapi ini Sean. Yah... Ia saja yang terlalu percaya diri dengan berharap kiriman buah itu dari Sigit. Itu sungguh mustahil, kan?
Sagit : udah, ini buahnya baru mau gue makan. Makasih ya.
Tanpa berpikir lagi, ia segera memakan buah tersebut. Memang sejak kemarin buahnya itu sangat menggoda iman, -ABS jungkook aja kalah dengan buah tersebut- tapi ia urungkan karena masih penasaran dengan si pengirimnya.
Sean : buah? Gue gak kirim buah. Lu dapet buah ya?
"kalau bukan Sean, terus dari siapaaa?"
Sagit menjerit frustasi, ia pun terlanjur memakannya, dan ia pasrah, kalau pun ia jadi puteri tidur sekarang, ia ikhlas, semoga saja ada pangeran tampan yang sedia membangunkannya. Tapi sejauh ini, ia tak merasakan apa-apa, dan ia juga tidak merasakan pusing atau mengantuk, seperti cerita yang ia ketahui. Ah... Mungkin ini beda cerita, ini bukan cerita Snow white tapi ini cerita Sagit dan Sigit yang pernah dialami author.
Tok... Tok...
Suara ketukan pintu menyadarkannya, mendapati mamanya dengan semangkuk bubur serta segelas air minum yang berjalan ke arahnya kemudian meletakannya di meja.
"kamu kenapa, kok kayak resah gitu?" tanyanya setelah duduk dibahu ranjang.
"nggak kok ma, ini mama buburnya beli atau bikin?"
"oh dikasih, tadi ada yang nganterin. Enak ya kamu sakit gak perlu ngeluarin biaya, banyak yang nganterin makanan." Sagit hanya cengo mendengar penuturan mamanya tersebut. Maksudnya mamanya ini senang dirinya sakit? Agar tidak repot-repot mengeluarkan biaya? Sungguh, rasanya ia ingin protes, tapi ia lebih memilih mengabaikannya saja.
"ini bubur dari siapa?"
"dari cowo, namanya Gin... Gin... Apa ya, lupa. Katanya temen kamu."
Sagit bingung, Gin? Gina? Gigin? Siapa? Ia tak ingat punya teman dengan sebutan seperti itu.
Jadi kali ini siapa?
***
Dengan cekatan Sean lagi-lagi memasukan bola ke ring dan menimbulkan penambahan poin untuk timnya. Ia semakin semangat karena tim Datta terlihat sangat frustasi sekali. Kemarin boleh saja imbang, tapi hari ini, ia yakin, timnya yang akan menang. Babak pertama usai, terlihat masing-masing tim sedang beristirahat dan merundingkan sesuatu, mungkin tak tik baru yang akan mereka lakukan nanti.
Di tim Datta, terlihat mereka sangat gelisah sekali, sepertinya mereka sudah mencium adanya bau-bau kekalahan. Namun bukan Datta namanya kalau menyerah dibabak pertama, ia ingat, Sigit harus ikut main dibabak kedua, cowok itu tak kalah jago kalau soal Basket.
"Sigit gak ada disini." kata salah satu cowo yang diyakini adalah pemain cadangan dari tim Datta, karena terlihat ia memakai pakaian yang sama dengan yang dikenakan Datta.
"telpon dia dan suruh cepat ke sini!" perintahnya. Ia mulai khawatir, jika Sigit tak datang, maka dipastikan hari ini adalah kekalahannya.
"ponselnya gak aktif."
"pokoknya gue gak mau tahu, kalian cari Sigit sebelum permainan berakhir!" Datta benar-benar frustasi, bukankah Sigit ikut jadi panitia disini, tapi kenapa anak itu malah tidak ada dilokasi?
Disinilah Sigit berada, depan gerbang rumah Sagit. Sudah kesekian kalinya ia ragu menekan bel, ia greget sendiri karena tak punya keberanian untuk sekadar menekan bel rumahnya saja, padahal kan belum tentu juga Sagit yang akan membukakan pintu. Tapi ia terlalu takut untuk menemui Sagit sekarang, mengingat bagaimana sinisnya gadis itu pada hari itu, membuat ia makin ragu.
"arrgh... Tekan jangan?"
Ting!
Suara bel berbunyi, menyuarakan ke seluruh penjuru rumah keluarga Libby tersebut. Sagit yang berniat akan keluar rumah pun segera mengecek siapa yang bertamu disiang seterik ini.
Sagit membuka gerbang rumahnya, namun tak ada siapa-siapa, tapi satu yang menarik perhatiannya. Sebuah motor yang sangat familiar baginya, terparkir manis didepan rumahnya.
"Sigit." merasa terpanggil, Sigit kemudian berbalik badan dan mendapati Sagit yang berdiri dengan ekspresi bingung.
"oh hai."
***
Tbc
YOU ARE READING
Sagit & Sigit
Fanfiction"mabar lagi kuy!" "gak ah, tar nyusahin lagi." "gak papa beb, slow." "hah?" " :-* " "tanda apaan tuh?" "tanda sayang :-* " ------------------------------------------------------ "anjay... Digombalin gamers rese!" - Vannilia Sagit Libby. "cie... Bap...
