"lagi Git, lo bikin mood gue kembali buruk."
***
Suara klakson motor yang memekikkan telinga berhasil mengalihkan tatapan Sagit dan Nana yang sedang asik berjalan. Seorang cowo yang sangat mereka kenal itu kini berhenti, tepat dihadapan mereka.
Sean...
Ya, itu Sean. Bahkan dari suara motornya saja siapapun pasti tahu, kalau itu Sean. Terkecuali, Sagit. Gadis itu satu-satunya orang yang paling kudet (kurang update) tentang Sean. Cowo yang dijuluki pangeran sekolah itu kini membuka mulai membuka helm nya dan memberikan satu helm lainnya pada Sagit.
"ayo naik." ajaknya, Sagit hanya diam saja, bingung dengan cowo aneh satu ini. Ia pikir Sean akan kesal dengannya karena tadi ia malah mendukung Sigit bukan dirinya, tapi sekarang ia malah mengajaknya pulang bareng.
"Sagit, diajak Sean tuh." kata Ana yang membuatnya kembali tersadar.
"hah?"
"nih pake, ayo naik." ucapnya sekali lagi, tapi Sagit melirik terlebih dahulu pada Nana, seolah meminta bantuannya untuk menolak ajakan ini. Tapi justru sebaiknya, Nana malah seolah mendorongnya agar pergi bersama Sean.
"terus Nana gimana? Kasi--"
"Aid yang nganterin!" potongnya cepat, nadanya terdengar dingin yang membuat Sagit pasrah menerimanya, kemudian segera naik.
"duluan ya Na." pamit Sagit sebelum dirinya benar-benar pergi meninggalkan halaman sekolahnya.
Hening. Hal yang paling Sagit sukai, tapi kali ini keheningan membuat dirinya merasa agak bersalah pada Sean. Harusnya ia mendukung Sean, bukan Sigit. Mencoba menghiraukan, ia menikmati jalanan yang ramai dengan kendaraan, sampai dipersimpangan, ia harus menunggu sampai lampu lalu lintas itu berubah hijau. Ia mengalihkan tatapannya pada beberapa orang yang sedang berjalan kaki ditrotoar, kemudian beralih ke depan pada orang-orang yang tengah menyebrang. Namun pandangannya terhenti kala ia menemukan satu objek yang sedikit menarik perhatiannya. Seorang gadis seusianya tengah menyebrang bersama dengan seorang cowok yang seperti anak kuliahan, mereka tampak asik mengobrol dan saling menggenggam.
"cewek direct massage?" gumamnya, yq ia mengenalnya, itu cewek direct massage, alias ceweknya Sigit. Dia jalan sama cowok lain? Terus hubungannya dengan Sigit? Atau jangan-jangan mereka putus? Sagit menggelengkan kepalanya, tanda ia tak percaya jika sampai hubungan Sigit berakhir karena dirinya. Apa jangan-jangan ini alasan Sigit kembali tersenyum padanya? Nggak, ia harus bersikap biasa saja pada Sigit. Ia gak boleh jadi penghancur hubungan orang.
Sibuk dengan lamunannya, tak terasa mereka sudah sampai didepan rumah Sagit. Sean masih diam, menunggu Sagit turun, tapi sepertinya ia masih asik dengan pikirannya yang tertuju pada kejadian yang baru ia saksikan. Suara klakson membuatnya terlonjak kaget dan dengan refleks ia mengusap dadanya dan hendak protes, tapi tertahan kala Sean bilang mereka telah sampai.
"makasih ya." kata Sagit sambil memberikan helm pada Sean.
"hm" jawabnya dingin, bahkan ekspresinya datar.
"lo... Kenapa?"
"gak papa."
"lo cewek?" tanya Sagit lagi membuat Sean melotot tak percaya dengan ucapan yang dilontarkan Sagit padanya. Apa katanya? Cewek? Tak lihatkan ia bahwa cowok sekeren dia dipanggil cewek?
"wah... Parah lo Git, lo gak liat? Ganteng gini masa dibilang cewek?" protesnya tak terima, gak ada ucapan dingin, gak ada ekspresi datar, dan kini ekspresi yang ditunjukkan Sean justru terlihat menggemaskan yang membuat Sagit terkekeh geli.
"abis gue tanya kenapa, jawabnya gak papa, kayak cewek."
Sean hanya menghela nafas kasar, gimana ia bisa cuekin dia, kalau lagi-lagi Sagit yang berhasil mengembalikan mood nya.
"oke deh, gue nyerah. Gue gak bisa cuekin lo." akunya.
"pasti karena tadi ya."
"hm... Kenapa sih kamu malah dukung dia?" tanyanya dengan nada jengkel.
"itu... Hm... Itu..."
"itu apa?"
"gak tau ah, udah sana pulang, gue mau masuk."
Lagi Git, lo bikin mood gue kembali buruk.
***
Tbc
YOU ARE READING
Sagit & Sigit
Fanfiction"mabar lagi kuy!" "gak ah, tar nyusahin lagi." "gak papa beb, slow." "hah?" " :-* " "tanda apaan tuh?" "tanda sayang :-* " ------------------------------------------------------ "anjay... Digombalin gamers rese!" - Vannilia Sagit Libby. "cie... Bap...
