Part 8

58 7 0
                                        

"terkadang kita selalu salah dalam mengartikan perasaan seseorang."


"ya ampun Sagit. Lo tau, menunggu itu menyebalkan. Itulah kenapa gue gak mau nunggu cowo yang tanpa kepastian." Nana menggerutu ketika Sagit baru saja sampai. Nana tidak tahu apa yang terjadi padanya diperjalanannya, ia juga tidak tahu kalau Sagit hampir saja tertabrak. Nana sama sekali tidak tahu.

"lo kok jadi curhat?" kata Sagit. Sahabatnya ini selalu bilang, menunggu itu menyebalkan, makanya gue gak mau nunggu cowo tanpa kepastian. Entahlah ia juga tidak tahu, sebenarnya siapa yang ia tunggu? Melihat dari perkataannya, terbukti dia sedang menunggu seseorang, namun ia mengelak.

"ih... Sagit, lo tau gak. Gue kepanasan dari tadi nungguin lo. Lo lama banget sih." lagi-lagi Nana menggerutu. Namun Sagit sama sekali tak mengubrisnya. Ia malah senyum-senyum sendiri karena terbayang kembali kejadian beberapa menit lalu. Ya, waktu ia bertemu kembali dengan Sigit, si player ML. Melihat itu, Nana jadi heran sendiri. Nih Sagit mulai gila kayaknya. Batinnya.

"Git, lo dengerin gue gak sih?" kata Nana, namun masih tak ada respon darinya.

"SAGITTTT..." teriak Nana di telinga Sagit yang membuatnya kaget sekaligus langsung memegang telinganya karena suara Nana yang begitu keras, khawatir telinganya akan terkena gangguan.

"Nana... Lo apa-apaan sih, njirr telinga gue sakit kali. Lo mau gue tuli?" kata Sagit yang agak meninggikan volume suaranya.

"lagian lo sih, bengong. Gue ngomong panjang lebar gak direspon sama sekali. Lo ngelamunin apa sih, pake senyum-senyum segala lagi." kata Nana yang justru membuat Sagit malah terus teringat kejadian itu.

"tuh kan, lo senyum lagi. Lo kenapa sih?" Sagit hanya menggeleng. Bayang-bayang Sigit terus menari-nari dalam otaknya.

"ihs, gak jelas lo." kata Nana yang langsung memulai lari paginya, eh ralat. Lari siang ini mah.

"eh Nana, tunggu." Sagit menyusul Nana, dan mereka mulai jogging pagi yang kesiangan.

Setelah hampir satu jam Nana dan Sagit berlari. Sebenarnya tidak sampai sejam juga larinya, mereka lebih sering mengobrol sambil berjalan santai dan kini mereka tengah beristirahat disebuah kursi yang ada ditaman tersebut. 

"Git, Git." panggil Nana sambil menepuk-nepuk pundaknya Sagit.

"apaan." jawabnya sambil menepis tangan Nana yang terus menepuk pundaknya, agak risih.

"itu ada Sean." kata Nana yang tanpa sengaja matanya menangkap Sean yang tengah berlari menuju ke arahnya.

"dia ke sini Git." katanya lagi.

"hah, mana?" Sagit langsung melihat arah yang ditunjukan Nana, dan benar saja Sean sedang menuju ke arahnya.

"tumben lo antusias sama Sean, biasanya lo gak peduli."

"gue ada urusan sama dia." jawabnya. Sagit tersenyum ketika melihat Sean berjalan ke arahnya, namun senyumnya memudar kala Sean justru malah berjalan melewatinya.

"Sean." panggil Sagit, Sean menghentikan langkahnya. Ia kini memasang muka datar, senang sebenarnya kini Sagit memanggilnya, tapi mengingat kejadian kemarin,  ia masih kesal dengannya.

"hm... Sean lo masih marah sama gue ya?" kata Sagit. Ketika ia menghampiri Sean.

"nggak." jawabnya sok dingin padahal dalam hatinya ia senang, karena mungkin untuk yang pertama kalinya Sagit sedikit peduli padanya.

"lo kesel ya sama gue?"

"hem." Sean hanya bergumam meresponnya.

"ya, gue tau lo kesel sama gue. Tapi gue lebih kesel sama lo tau, lo udah narik-narik gue, tangan gue juga sampe sakit gini lagi." kata Sagit yang membuat Sean kaget. Ia lupa kecemburuannya kemarin malah membuat Sagit jadi terluka.

"mana tangan lo, sorry ya, kemarin gue kesel banget sama lo." ungkap Sean sambil mengusap-usap pergelangan tangan Sagit yang ia tarik dengan keras sampai memerah. Bukan apa-apa, ia hanya tak suka jika Sagit menatap ketua osis itu dengan tatapan yang... Arrgh, Sean bahkan tak mau mengingatnya lagi.

"hem... Duh, kok gue berasa nyamuk ya disini." goda Nana. Sambil menggaruk tengkuknya karena sudah tidak nyaman dengan suasana.

"lo apaan sih, Na." kata Sagit tak suka jika Nana bersikap seperti itu, ia dan Sean tak ada apa-apa, bahkan ia sama sekali tak memiliki perasaan apa-apa pada Sean.

"oh iya, lo mau temenin gue ke Rumah Sakit kan Git?" kata Sean.

"emang siapa yang sakit?" tanya Nana, yang memang tidak tahu sama sekali dengan masalah ini.

"iya, mau kapan?" tanpa menjawab pertanyaan Nana, Sagit malah bertanya pada Sean.

"nanti sore gue jemput lo ya." kata Sean yang dibalas anggukan oleh Sagit. Sedangkan Nana mendengus kesal karena sedari tadi ia benar-benar dicuekan. 

"ya udah, gue pergi duluan ya." Sean pergi, dan Nana menatap Sagit tajam,  seolah berkata : "lo harus ceritain tentang ini."

.
.
.

***
Tbc

Sagit & SigitWhere stories live. Discover now