Suara pintu terbuka membuat Sigit menghentikan perkataannya dan membuat Sagit bernafas lega, sementara Nana merutuki siapa yang datang ke sana mengganggu introgasinya. Tampak Bu Lisa yang kini berjalan ke arahnya.
"yang gak sakit keluar!" perintahnya. Nana dan Aid yang sudah mengerti dengan kebiasaan petugas UKS tersebut segera keluar daripada kena ceramahannya.
"saya bilang, yang gak sakit keluar!" suaranya naik satu oktaf yang membuat Sagit dan Sigit harus mengelus dada.
"d-di-dia, sakit juga Bu." ucap Gisa, pasti Aid hanya memberitahu jika dirinya saja yang sakit.
"oh, kamu juga?" Sigit hanya mengangguk sebagai responnya, terlihat wajahnya ketakutan karena kesan pertama dengan petugas UKS itu sangat tidak menyenangkan.
"mana yang sakit?"
"kaki saya Bu." jawab Sagit sambil menunjuk kaki kanannya yang terlihat sudah membengkak.
"aduh... Udah bengkak, Kayaknya terkilir."
"Kayaknya sih gitu, Bu."
"ya udah ibu panggil Pak Ihsan dulu ya." Bu Lisa kembali keluar, sementara Sagit memandang kakinya yang terasa panas, sesekali meringis ketika jari-jari kakinya ia gerakan.
Sigit memandang Sagit, sendu. Ia merasa bersalah karena telah membuatnya terluka seperti ini, sudah dipastikan ia takkan bisa berjalan normal untuk sementara waktu.
"maaf..." lirihnya, entah sejak kapan tapi Sigit sudah berdiri disebelahnya. Sagit mendongak menatapnya, kemudia memalingkan kembali wajahnya.
"pasti sakit, gue gak maksud bikin lo kayak gini, tadinya gue mau selametin lo dari bola, eh malah kayak gini." ucapnya lagi, membuat Sagit bingung harus merespon dengan apa.
"sekali lagi gue minta maaf Git, gue salah, gue bakalan tanggung jawab kok." Sagit menatapnya tak percaya. Tanggung jawab? Emang dikira dia hamil apa?
"gak usah, gue gak papa." jawabnya, baru saja Sigit akan protes tentang responnya. Bu Lisa datang bersama pak Ihsan dan menghentikan percakapan itu.
"oh Sagit ya?" tanya Pak Ihsan.
"iya, pak." jawabnya.
"wah... Kakinya." ucap pak Ihsan yang membuat Sagit cemas, emang kenapa kakinya? Gak parah banget kan ini?
"kenapa pak?" tanya Bu Lisa ikut cemas dengan respon pak Ihsan yang seperti itu.
"kayaknya kakinya harus diamputasi ini."
"hah, serius pak?" tanya Bu Lisa semakin cemas, apalagi Sagit yang sudah membendung airmatanya siap jatuh.
Sigit memegang tangan Sagit, menenangkan gadis itu.
"separah itu pak?" Sigit bertanya untuk memastikan apakah tidak ada cara lain?
"haha... Becanda saya." dia ketawa garing yang membuat Sagit, Sigit dan Bu Lisa sama-sama mengerutkan dahinya bingung dengan lelucon garing dari Pak Ihsan.
"ketauan!" menunjuk tangan Sagit dan Sigit yang saling menggenggam, seolah saling menguatkan. Refleks mereka saling melepaskan, pipi keduanya memerah menahan malu karena tercyduk guru sendiri.
"buka sepatunya!" refleks Sigit membuka sepatu kanan Sagit, sementara pak Ihsan tersenyum melihat hal itu.
Sagit cemas ketika pak Ihsan mulai mengolesi krim disekitar kakinya. Ia menggigit bibir bawahnya ketika perlahan kakinya mulai dipijat perlahan.
"pacarnya Git?" tanya pak Ihsan.
"bukan!" Sagit segera membantah.
"kok tadi pegangan tangan?"
Lagi, pipi keduanya memerah ketika guru salah satu di Sma itu kembali menggodanya. Namun sedetik kemudian Sagit menjerit bersamaan dengan airmatanya yang jatuh karena pak Ihsan memijat didaerah yang paling sakit.
***
Tbc
YOU ARE READING
Sagit & Sigit
Fanfiction"mabar lagi kuy!" "gak ah, tar nyusahin lagi." "gak papa beb, slow." "hah?" " :-* " "tanda apaan tuh?" "tanda sayang :-* " ------------------------------------------------------ "anjay... Digombalin gamers rese!" - Vannilia Sagit Libby. "cie... Bap...
Part 25
Start from the beginning
