Aku menggeleng, "entahlah Ricard, sudah hampir seminggu ini aku tidak nafsu makan dan perutku terasa aneh."

Ricard meletakkan sendoknya di atas piring, lalu menempelkan tangannya pada keningku "tidak panas, apa yang kau rasakan pada perutmu? Mungkin kau harus ke dokter sayang"

"aku tahu, aku berfikir hari ini akan menemui dokter"

Ricard menatapku dengan perasaan bersalah, "aku sungguh ingin menemanimu, kau tahu... tapi sungguh, hari ini aku ada meeting penting yang tidak bisa aku tinggalkan"

"I know that... lakukan tugasmu. Aku bisa pergi bersama mama,ataupun kedua sahabatku. Kau tidak perlu merasa bersalah, ok?" kataku mencoba menenangkannya.

"kabari aku segera setelah kau tahu hasilnya" dan aku mengangguk, Ricard melihat jam tangannya "I should go, now..." jelasnya dan bangkit dari duduknya diikuti aku lalu mengecup kening dan bibirku singkat.

Aku menyalami tangannya ketika sudah sampai di depan pintu, dan merapikan dasinya yang sedikit miring "hati-hati di jalan" dan Ricard pun segera melesat memasuki mobilnya.

Di trimester pertama aku sungguh merasakan kesulitan mengatasi kehamilanku. Tidak seperti wanita lain, aku sungguh sulit menelan makanan. Jangankan menelan, mencium bau masakan saja sudah mampu membuatku mual seketika. Kalaupun aku makan, hanya makanan tertentu saja itupun tidak lama karena berapa hari kemudian aku mulai merasa mual lagi ketika melihat makanan tersebut.

Bahkan saat Ricard makan di rumahpun dengan terpaksa aku bersembunyi di dalam kamar, agar tidak mencium bau makanannya dan alhasil Ricard lebih banyak makan sendirian. Itu cukup membuat ku merasa bersalah padanya, hingga membuatku menangis sesunggukan dan membuat Ricard harus menenanggkanku sekitar 2 jam lamanya lalu tertidur dalam pelukannya.

Pada bulan ke-3 aku bahkan hanya memakan permen dan sejenis keripik kentang atau singkong, karena selain itu makanan yang masuk ke dalam mulutku membuatku muntah tanpa bisa kutahan. Hasilnya, dua hari kemudian aku harus di infuse karena kekurangan cairan dan asupan makanan.

Masuk bulan ke 4-6 atau trimester kedua aku mulai bisa makan dengan normal. Namun gantinya, aku menjadi lebih sering pusing dan malas melakukan apapun. Pada bulan ke-6 aku bersyukur semuanya mulai kembali normal, aku mulai bisa mengatasi kehamilanku hingga menjelang kelahiran.

"jadi kemana kau ingin aku menemanimu hari ini?" tanya Ricard.

"aku ingin membeli beberapa baju tambahan untuk Claretta"

Ricard mengangkat sebelah alisnya, "kau yakin hanya beberapa? Terakhir kali kau mengatakan itu, kita pulang dengan membawa satu lusin pakian untuk Claretta, setengah lusin popok baru, pernak pernik serta –"

"oke, stop it Ricard I know" sedikit berdecak "jadi apa kau mulai perhitungan sekarang padaku? Pada anakmu?" kata ku, sedikit kesal walaupun aku tahu dia bercanda.

"tidak begitu sayang, kau tahu aku selama ini bekerja demi kau dan Claretta tidak ada yang lain. Aku hanya – kau tahu aku hanya bercanda, kalau begitu kita pergi sekarang?" tanpa menjawab aku segera menggerakan kakiku menuju pintu utama.

Lelah mengunjungi hampir setiap toko yang menjual perlengkapan bayi, aku dan Ricard pun memutuskan untuk mengisi perut kami dengan makanan. Lagi pula, sepertinya sudah tidak ada yang harus aku beli.
"sayang bisa gantian, gendong Claretta? Aku ingin ke toilet" kata ku, setelah kami memesan makanan begitu masuk ke sebuah restoran yang masih berada di mall ini.

"tidak masalah, malah aku baru ingin menggendongnya" aku mengangsurkan Claretta padanya, setelah memastikan putri kecil kami dalam posisi nyaman aku segera bangkit dari kursi, "jangan lama-lama" lanjut Ricard.

Love My C.E.O !!! (The End)Where stories live. Discover now