## 32 Penantian selama ini

22.9K 598 2
                                    

Diana Pov

Selesai kami (aku, Reika dan Tris) menuntaskan program sarjana satu bulan yang lalu, Reika mencetuskan ide bahwa sebaiknya kami mencoba untuk membuka butik sendiri. Tentu saja hal itu terlintas di kepalanya karena memang dia salah satu penggila fashion. Awalnya aku tidak terlalu yakin dengan ide tersebut, namun setelah ku pikir-pikir tidak ada salahnya untuk mencoba. Di butik itu aku tidak ikut mengelolanya, aku hanya ikut dalam menyumbangkan dana atau bisa di bilang ini sebuah langkah awalku dalam dunia investasi. Urusan pengelolaan aku serahkan pada Reika dan Tris sementara aku, membantu papa di perusahaan dengan posisi sebagai seorang manager keuangan. Tidak lupa untuk masukan mengenai fashionnya aku juga meminta tolong pada Jessica untuk mengarahkan kami, yang untungnya lagi dia bersedia melakukannya dan mengajak bekerjasama.

---

Sudah hampir dua bulan semenjak Ricard keluar dari rumah sakit dan ini adalah check-up per dua minggu sekali yang harus Ricard jalani untuk terakhir kali. Kata dokter kondisi Ricard sudah sangat stabil dan sehat sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Jika kalian bingung, kenapa Ricard harus check-up pasca kecelakaan jawabannya adalah karena kondisi kepala Ricard sendiri.

Kalian tentu tidak lupa bahwa Ricard harus menjalani operasi untuk mengeluarkan darah yang masuk ke bagian otaknya. Tidak sampai disana, karena ternyata tengkorak kepala Ricard mengalami retakan, tidak parah namun harus segera diatasi. Mengingatnya kembali saja benar-benar membuat ku hancur.

"jadi dari sini kamu mau kemana?" pertanyaan Ricard membuatku kembali pada saat ini. Kami sedang duduk di mobil dalam perjalanan pulang dari rumah sakit. Aku sangat kesal dan sudah kehabisan akal, bayangkan saja sudah hampir 3 minggu ini Ricard memaksa mengendarai mobilnya sendiri! Sedangkan kami baru tahu bahwa dia sudah benar-benar sehat beberapa menit yang lalu. Bayangkan jika terjadi sesuatu padanya saat sedang sendirian! Misalnya saja kepalanya sakit atau lebih parah lagi?

Aku memijat pilipisku lembut, "haah... kamu anter aku pulang aja, aku gak mau kemana-kemana" singkatku. Tidak ada respon darinya yang membuatku aku harus mengalihkan pandangan ke arahnya. Raut wajahnya tampak tidak yakin dan seperti sedang berfikir.

"apa kamu yakin?" Ricard tampak masih enggan untuk percaya, "bukannya kamu ingin pergi ke tempat Reika dan Tris? Untuk membahas rencana pembuatan butik kalian?" sambung Ricard.

"kamu tahu dari mana?" tanyaku sedikit terkejut. Padahal aku sengaja tidak mengatakannya karena jika Ricard tahu dia pasti akan bersikeras untuk mengantarku. Sementara aku masih terlalu takut untuk melihat atau mendengarnya mengemudi sendirian.

Ricard menggidikkan bahunya, "hanya sebuah firasat" lalu tersenyum. Apa kalian fikir aku mempercayainya? Ah! Aku tahu pasti dia mendengar obrolan ku dan Reika via telpon, sebelum aku menghilang dibalik dinding toilet rumah sakit tadi.

"ck! Kamu kira aku akan percaya?" balasku. "kalaupun benar, kamu tetap anter aku pulang, karena ada yang harus aku ambil dulu di rumah baru aku akan menemui Reika. Tentunya aku akan mengendarai mobilku sendiri. Jadi kamu bisa langsung pulang setelah mengantar ku.." tuturku panjang lebar, dan tak ingin ada perkataan lain.

Ricard tampak mengangguk-anggukan kepalanya namun tidak merespon. "aku serius Ricard. Kamu harus pulang jangan terlalu lelah." Omelku karena reaksi Ricard menunjukkan bahwa dia tidak akan menuruti perkataanku.

"kenapa tidak boleh mengantarmu? Karena kamu takut kondisiku? Kamu dengar sendiri 'kan tadi, dokter bilang aku sudah sehat bahkan sudah tidak perlu melakukan check-up mingguan konyol itu lagi" ujar Ricard tidak mau mengalah.

Kemudian aku teringat sesuatu hal yang penting, "hei... kenapa kamu tidak pernah mau mengalah sedikit dengan ku?" tanyaku namun Ricard hanya diam. "hei... you know what?" sengaja menggantungkan kalimatku demi mencuri perhatiannya, Ricard menginjak rem mobilnya memberi jarak yang cukup dengan mobil yang berada di depan kami dan menunggu lampu itu berubah menjadi hijau kembali.

Ricard menatapku penuh tanya, aku tersenyum lembut padanya perlahan memegang tangannya yang masih setia di atas stir mobil, "i love you Ricardo Verdan Baskoro. Without I realized, I had fallen too deep with you. Without I realize, I'm always waiting for you presence in my days. And I'm very concerned 'bout you." Ucapku perlahan dan penuh kesungguhan. Akhinya aku mengatakannya.

Ricard menatapku dengan tatapan tidak percaya namun tak bisa ditutupi ada kebahagian yang dapat aku lihat dari sorot matanya, "really? This in not a dream?! Oh my god!" teriaknya tertahan. Kini Ricard mengambil tanganku lalu menciumnya. "oh god... me too Ana, I really love you more than anything, thank you for replying to my feelings." Lalu mengecup muncak kepalaku.

Aku menikmati perlakuannya padaku, semuanya. Caranya perlahan yang tidak pernah memaksaku untuk menerimanya, terima kasih kembali karena sudah mau menungguku selama ini batin ku. "so, can you promise for me one thing?"

"sure, please"

"don't ever make me worry again. I can't imagine if that reoccur"

"aku akan mencobanya dan selalu berhati-hati" jawabnya dan sekali lagi mengecup puncak kepalaku.

Ricard PoV

Sejak aku mengetahui perasaan Ana yang sesungguhnya mulai dari hari itu juga aku sudah tidak sabar untuk mengikatnya. Ya, aku ingin mengikatnya memberitahukan pada dunia bahwa aku sangat beruntung bisa mendapat dirinya! Karena itu juga setelah dua hari yang lalu aku meminta izin pada om Handoko dan tante Teri untuk melamar anak mereka, mereka sangat bahagia dan langsung merestui ku.

Tanpa membuang waktu lebih banyak lagi, sekarang aku yang juga di bantu oleh Joan dan Sisi sedang menyiapkan segala hal untuk acara nanti malam. Tempat yang ku pilih adalah halam belakang rumah Ana, karena aku ingin tempat yang private tanpa di ganggu oleh media dan membuat Ana merasa senyaman mungkin tanpa merasa canggung.

Sementara aku sibuk menyiapkan semuanya, aku juga meminta bantuan pada Tris dan Reika untuk membuat Ana seharian ini sibuk di luar hingga semuanya selesai. Kami menyiapkan tiga meja bundar yang di lapisi dengan kain berwarna putih gading. Menata lilin disetiap mejanya, mengatur lampu-lampu serta lampion yang akan di gantung sepanjang jalan menuju halaman tengah, lalu ada panggung kecil yang ku persiapkan di bagian depan dan dekorasi lainnya.

 Menata lilin disetiap mejanya, mengatur lampu-lampu serta lampion yang akan di gantung sepanjang jalan menuju halaman tengah, lalu ada panggung kecil yang ku persiapkan di bagian depan dan dekorasi lainnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

 "yosh! Udah beres semua nih. Semoga lancar ya bro" ujar Joan.

Tidak terasa hari sudah malam saat semuanya selesai, aku melihat jam di handphone sekaligus mengecek apakah ada pesan masuk dari Ana. Jam 18.35 aku masih punya waktu satu jam lebih untuk bersiap. Aku mendekati Joan yang sedang berdiri di dekat panggung lalu memegang pundaknya, "thanks bro lo udah mau repot bantuin gue".

"santai aja...lagian gue ngelakuin ini gak gratis. Suatu hari nanti pasti gue juga akan minta bantuan lo untuk ngelakuin hal yang sama demi seseorang yang istimewa buat gue" tuturnya.

And... stop! Sorry ya harus aku pause dulu, tadinya mau aku jadiin satu sampe Ricard ngelamar Diana tapi setelah ku pikir-pikir kalau kayak gitu ntar feelnya gak dapet. Jadi dengan sangat terpaksa harus aku tunda dulu. Aku usahakan dalam 2 atau 3 hari dari sekarang akan langsung aku update. Sooo see you...

Love My C.E.O !!! (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang