47. Party Preparation

4.9K 486 107
                                    

  "Saya tidak mempercayai beberapa utusan instansi keamaan negara ini, saya percaya pada pemerintahan dan hukum di dalamnya, tapi tidak pada utusan mereka, dan Maura akan tetap bersama saya"  

[❣]

Jane Austen Center menjadi tempat pilihan Aquino mengikat janji pernikahan anak kesayangannya Erlan James Aquino, dengan salah satu owner perusahaan property ternama Maura Yunda Arumi, tinggal menghitung hari, Maura akan merubah status menjadi bagian dari salah satu keluarga besar Aquilla dari kalangan Aristokrat yang masih kental pada gelar kebangsawanan yang telah melekat oleh mendiang Garlan Aquilla. Berjalan mengitari gedung yang kini telah tersulap pada interior pesta, tampak terlihat seperti apa yang telah ia baca dalam novel romans klasik Pride and Prejudice, bak putri Raja, Maura merasa Erlan seperti MR, Darcy kebanggaan banyak wanita tertutup pada kejumawaan nama besar Aquilla, Erlan bahkan sang papa tak akan menjadi apa-apa tanpa Aquilla.

"Aku tidak percaya sayang, akhirnya kita bisa menikah". Pada senyuman manis pongah Erlan menatap Maura pada podium berwarna biru, serta berderet beberapa kursi tamu, yang akan diisi oleh berbagai tamu undangan dari kalangan pembisnis serta relasi . Maura menunduk memundurkan langkah.

"Ya" Hanya anggukan kecil pada senyuman tipis yang tersemat menampakkan lesung pipi yang ia miliki terlihat jelas seraya mendongak masih dengan menatap area gedung.

"Jika mama dan Papa Arumi masih hidup, mereka pasti bahagia mendapati satu-satunya anak wanita mereka akan segera menutupi masa lajangnya, apakah kamu tahu apa yang paling papa aku banggakan, sayang?". Erlan gelagapan pada penekanan kalimat Papa Arumi, sambil melirik kekiri serta kekanan pada durasi gerakan kepalanya yang kini tampak sesekali menunduk Erlan kembali menatap Maura. Menggeleng menunggu gadis itu kembali mencairkan situasi dari perasaan hatinya yang mulai tak menentu.

"Maybe, bisa jadi papa akan bangga, jika menikahkan aku pada Pria muda, pengusaha sukses serta berprestasi seperti kamu"

"Ohh tentu, itu pasti" Erlan mengangguk tanpa sempat memperhatikan Maura, Pria itu membalik tubuh memilih berlalu, tampak jelas pada keringat yang mengalir pada area kening, Maura tersenyum melepas kepergian calon suami yang akan ia nikahi itu pergi tanpa sempat meninggalkan kalimat isyarat.

***

Dingin dari suhu ac yang tinggi tak lagi dapat dirasakan, keadaan ruangan mendadak hangat, saling adu tatap menjadi suara batin dikeheningan malam membunuh jarum-jarum waktu yang tercurah dari langit, Duduk di hadapan Vievi Sonia yang kini tampak menunduk seharian penuh mendapati tatapan tajam intimidasi , tak jauh dari mereka duduk Andre berdiri sambil memainkan bulu-bulu pada area wajah yang terasa tajam dari brewok tebal yang baru saja ia cukur. Pada sudut pintu kamar, Larisa menatap sekeliling ruangan dengan tatapan tanpa makna, kosong, khawatir, bahkan cemas berpilin menjadi satu menunggu wanita yang terbaring tak berdaya pada ruangan perawatan untuk kembali tersadar.

Ruangan seketika mendadak menegang, dengan segala pemikiran yang terus berkecamuk, lain pada Gina yang kini tampak masih sibuk berselancar pada notebook milik Vievi yang ia pinjam untuk membuka beberapa file data yang hampir semalaman berhasil menculik perhatian ia untuk tetap terus terjaga sepanjang malam.

"Apa sudah ada laporan dari kepolisian setempat tentang kasus Viena?, ini kecelakaan, atau tindakan kriminal yang disengaja?" Gina menoleh menatap Vievi, wajah itu tampak terlihat pucat, tak hanya ia, semua yang berada pada ruang tunggu masih belum dapat memejamkan mata, bahkan memasukkan makanan sedikitpun demi mengganjal perut dari rasa lapar, mata yang tampak cekung dengan guratan lelah membiasi area kedua pipi, rasa khawatir tampak jelas terlihat.

"Maaf, polisi masih belum dapat mengeluarkan keterangan, apakah ini disengaja, atau murni kecelakaan, kita harus menunggu saksi pulih terlebih dahulu untuk dimintai keterangan, sebab kita tidak memiliki saksi, area dimana Viena lewati juga tidak memiliki CCTV, satu-satunya kunci dari kasus ini adalah Viena sendiri" Dua polisi berseragam dinas lengkap menunggu tepat pada pintu masuk pasien, tak ingin adanya sabotase, Gina justru menitip lebih dari dua detektif tanpa seragam dinas untuk melakukan tugas perlindungan saksi langsung dari utusan KBRI yang bekerja sama pada pihak kepolisian setempat dan Interpol. Sekalipun Gina telah mengantongi satu nama, namun ia masih mengumpulkan banyak bukti untuk melakukan laporan eksekusi penangkapan.

Revenge and Love [Completed]Where stories live. Discover now