39. Perasaan Buruk

5.3K 478 111
                                    

"Tahu nggak Ra, Kamu itu jernih diantara buram, nyata diantara nanar , jika aku rasa masih aja kamu yang menenangkan aku, nggak akan ada siapapun yang akan memenangkan aku saat ini maupun nanti"

[❣]

Tanpa melepaskan pelukan, Viena tak ingin Maura menjauh, kembali mencium gadis itu pada bagian kening dan pipi, sekali lagi kedua bola mata kembali saling bertemu, Viena tak memiliki banyak kata, mengucapkan banyak kalimat aku cinta kamu dan menunjukkan sayang rasanya tak cukup mewakili apa yang saat ini hatinya sedang rasakan.

"Aku takut banget kamu ninggalin aku Ra" Maura menatap Viena, menghapus perlahan buliran air mata Viena sedemikian mengalir deras secara tiba-tiba, Maura merasa akhir-akhir ini Viena tampak terlihat jauh berbeda, ia jauh lebih sering menangis tatkala mengungkapkan perasaan atau sekedar berbagi moment menyenangkan, dan memberikan kejutan-kejutan ringan bahkan pada saat menujukkan rasa sayang. Viena tampak terlihat jauh lebih sensitif.

Viena merasa sepi yang terbayar saat mendapatkan sosok yang jauh lebih mengerti dirinya dari siapapun di dunia ini. Bahkan tak Erlin sekalipun sebagai sahabat yang terlebih dahulu mengenalinya, bahkan kak Vievi sekalipun yang sedari kecil menemaninya, tak mama sekalipun yang telah melahirkannya. Maura bak magic yang mampu mengubah dunia Viena lebih berwarna, lebih lengkap, lebih menyempurna. Ia tak ingin kehilangan dunia yang baru saja mampu mengisi ruang yang telah lama kosong, bahkan lebih mungkin melebihi kak Sisy yang selama ini hanya sebagai partnernya bermain cinta. Maura lebih dari itu, terlampau melebihi apapun yang pernah dirinya miliki.

"Aku nggak akan ninggalin Kamu Vien" berdiri menatap lampu-lampu gedung di teras apartemen, suasana romansa dengan cahaya seadanya, tampak keindahan London di hadapan mereka, remangan cahaya gedung-gedung pencakar langit, Maura memeluk Viena dari arah belakang. Maura ingin menghabiskan banyak waktu bahkan hari di tempat dimana ia kini berdiri, bersama Viena memasuki celah hati yang ia rasa telah begitu pekat sebabkan benci meski telihat baik-baik saja, Viena adalah penenang sekaligus dunia reinkarnasi bagi dirinya yang telah merasakan mati. Lalu bangkit bersama Viena dengan berbagai banyak harapan, meski nyaris mustahil.

Keduanya bersamaan menatap Skylight pada beberapa atap bangunan , indah memasuki jiwa-jiwa mereka dalam hawa dingin malam, Maura mengeratkan pelukan, mengecup leher Viena dari arah belakang, menyisipi rambut panjang yang sengaja ia gerai ke sisi kiri, dan meletakkan dagunya tak jauh dari leher kanan milik wanita yang kini merasakan pelukan Maura semakin erat. Viena bersama Maura terdiam dalam keheningan, pada pemikiran masing-masing, sembari menatap bangunan dengan bola-bola lampu yang menghasilkan penerangan artifisial. Kebanyakan rumah-rumah di London masih menggunakan pencahayaan yang alamiah dengan memanfaatkan sinar matahari yang pada umumnya masih dilakukan secara konvensional, yakni dengan membuat buka-bukaan yang lebar pada dinding atau atap sehingga cahaya dapat masuk sebanyak-banyaknya ke dalam rumah mereka.

"Aku suka sekali dengan tata bangunan kota ini, tampak dari atas lampu-lampu mereka seperti bola pingpong yang dimainkan di atas meja menari-nari seperti di filem-filem animasi" Viena mengarahkan pandangan ke seluruh bangunan yang tampak terlihat jelas, tak jauh dari mereka berdiri lonceng katedral menggema ke seluruh kota, tak terlihat transportasi sebab mereka berada di lantai tertinggi, selain menatap rumah-rumah tinggi yang terlihat kecil dari tempat mereka berdiri, bahkan gedung bak bata berderet rapi yang telah tertata sedemikian unik oleh tangan-tangan arsitek seni terbaik di dunia.

"Sekian lama di sini, aku baru tahu, orang-orang di sini lebih banyak menggunakan pencahayaan alami untuk rumah-rumah mereka, bukankah itu penghematan listrik yang sesungguhnya" Maura masih mengeratkan pelukan, mendengar kalimat Viena barusan, ia teringat satu hal.

"Penghematan mereka sejalan lurus dengan kemajuan teknologi yang mereka punya sayang" Viena tersenyum, kalimat akhir yang terdengar romantis melahirkan kesan yang berbeda saat ia dengar, ia suka dengan sebutan itu, terlebih jika Maura tunjukan khusus untuknya.

Revenge and Love [Completed]Where stories live. Discover now