34. Distance and anxiety

6.9K 592 86
                                    

"Kangen Viena mungkin kamu?" Tak ingin memperlihatkan gerak yang mencurigakan, Maura mencoba setenang mungkin, meski satu dari sekian ribu kata, nama itu adalah energi dari separuh napas yang ia punya.

[❣]

Melalui telfon rumah, Maura menghubungi salah satu nomor yang ia simpan rapi pada kotak pandora yang ia bawa dari rumah saat ia pulang beberapa bulan yang lalu bersama Viena.

"Ya siapa?"

"Om Niko, ini saya Maura"

"Maura, bagaimana kabar kamu nak?"

"Maaf Om, saya belum sempet ketemu Om, tapi seperti yang om pernah bilang, Maura mau mengambil hak Maura atas warisan Papa".

"Lho kenapa, bukannya kamu bilang tunggu nanti kamu selesai kuliah dan akan memasuki dunia kerja baru akan kamu urus semuanya"

"Nggak Om, Maura udah selesei sekolah, secara hukum, Maura punya hak penuh untuk itu"

"Ya tentu, kamu akan dapat hak penuh dan om akan mengurus semuanya"

"Kapan Maura bisa mempergunakan dana yang ada?"

"Maura, kamu sudah tahu bukan, warisan yang ditinggalkan papamu adalah berbentuk aset utuh, hak usaha dan saham, sementara uang, tidak seberapa dari aset yang papamu tinggalkan".

"Saya tahu, Maura hanya butuh hak saham, karena saya ingin membeli saham" Seketika hening, Maura memberi jeda sebelum ia menarik napas panjang lantas mengeluarkannya secara perlahan

"Saham siapa yang ingin kamu beli, kamu sedang tidak bercandakan?"

"Uncle, this is the right time for us to start the game"

"Apa, Kamu yakin, bagaimana bisa?"

"Maura akan ceritakan nanti" Panggilan di putuskan sepihak, Maura menutup pembicaraan

***

Mengambil tempat duduk tak jauh dari ia berbicara tepat nya di atas sofa , Spire London Apartemen pilihan Vievi akan menjadi rumah yang akan ia tempati selama berada di London. Sudah hampir satu bulan Maura di sana, selain mengikuti tes memasuki perkuliahan, bersama Vievi ia membantu Keny mengelola perusahaan selama menunggu proses penyembuhan Prayoga.

"Timeless Luxury" Vieve menoleh Maura yang kini berdiri tak jauh dari arah kaca yang memperlihatkan keindahan wilayah metropolitan terbesar di Britania Raya dan juga zona perkotaan terbesar di Uni Eropa, negara dengan tata bangunan yang kental pada abad pertengahan kerap menghadir kan sesuatu yang hilang saat ia menginjakkan kaki pertama kali di London. Ia teringat janji Viena untuk ikut bersamanya menempuh kuliah di kampus yang sama.

"Ada apa dengan Timeless Luxury itu?" Vievi menoleh ke arah Maura yang beberapa waktu belakangan terlihat seperti zombie hidup. Seraya menoleh Vievi, Maura kembali menatap ke arah jendela "Nggak papa"

"Nggak mungkin Ra nggak papa, kamu nggak mau cerita?" Maura menghembuskan napas setengah putus asa, bagaimana mungkin ia dengan mudah mengatakan tidak apa-apa sementara hati sedemikian sakit menahan rindu dan tanya yang belum sepenuhnya ia tahu, tentang bagaimana Viena, kondisinya, kabarnya dan semua yang ada padanya, ia kehilangan komunikasi dan hak akses untuk bisa berbicara padanya selama satu bulan saat beberapa waktu lalu, bahkan seharipun Viena tak mau jika Maura sekali saja izin untuk pergi, bahkan sekedar pulang ke rumah barang hanya sebentar.

Maura menoleh ke arah Vievi, akan kah ia boleh menanyakan keberadaan Viena kepada Vievi atau justru pertanyaan itu akan mengubah pikiran Vievi bahkan mungkin rencana yang telah mereka berdua atur sedemikian rapi.

Revenge and Love [Completed]Where stories live. Discover now