28. I Will Be Okey

7.8K 596 185
                                    

Prayoga dan Viena serempak menoleh ke arah Maura, keduanya saling bertanya di dalam hati, apa yang ia sampaikan ke pada Keny berbeda dengan yang pernah ia sampaikan beberapa waktu lalu, tentang keinginan dan impiannya untuk menjadi seorang dokter. Ada apa dengan anak itu. "Jangan bilang kamu takut dengan mama, jadi kamu nguburin apa yang jadi impian kamu, aku nggak mau kamu jadi kak Vievi ke dua" Keny menatap Viena kesal.

[❣]

Sejatinya rumah ibarat tempat berlabuhnya sebuah kapal sekaligus pemberhentian armada. Rumah adalah persinggahan yang aman tuk siap menggodok para penghuninya menjadi para pahlawan. Saat rumah tak mampu mengobati dan mengayomi, penghuninya akan mencari napas sekaligus pembelajaran di jalan-jalan.

Keluarga dalah ikatan yang telah tertulis dari catatan di langit ketujuh . Anggota dan garis darah keturunannya tak dapat dipilih. Baik buruknya adalah anugerah. Namun bersama manusia terlahir ke dunia, bukan hanya keburukan yang mengiringi. Teman dan sahabat adalah sisi baik yang masih dapat untuk dipilih

Viena dan Maura terekatkan bukan karena Prayoga, memang di awal pertemuan mereka yang diatur sedemikian rupa, Prayoga berharap Maura dapat mengambil bagian dalam fragmen cinta terlarangnya bersama Irene, Mustahil meminta Keny, Vievi dan Andre bahkan Viena memahami apa yang menjadi hasratnya, meski sesekali ia berpikir suatu saat, adanya pembelan yang ia dapatkan dari Maura yang kan memberikan perbedaan bagi posisi Prayoga. Apapun itu yang dibutuhkan Prayoga saat ini adalah, memiliki sebanyak mungkin pembelaan, mengetahui Maura dapat menerima Viena sebagai saudara bahkan sebaliknya adalah poin penting bagi misinya pribadi.

Viena sendiri tak mengerti mengapa hatinya bisa sedemikian dekat dengan Maura disaat Keny terasa berdiri di alam yang berbeda, Maura memang gadis polos menurut Viena yang tak mudah punya prasangka buruk pada orang lain, namun perasaan nya cukup tajam berbicara, di sisi Maura, keburukan Viena tampil apa adanya, dengan segala kegilaan, kenakalan, keusilan bahkan kejahilan yang selalu ia tujukan pada Maura yang justru tanpa sadar menimbulkan benih prasaan yang mereka sendiri sulit menjabarkan .

Viena berdiri mematung tepat di depan pintu kamar Maura, menatap Maura yang kini mengenakan tshirt berwarna merah mudah serta kalung emas putih yang melingkari lehernya tampak terlihat indah, menyandar pada papan tepat di pintu masuk ia tak melepaskan pandangan dari ujung rambut hingga ujung kaki sesekali menyangkal apa yang ia rasakan, namun hati berkilah lain.

"Mama papa udah di bawah?" Maura bertanya menoleh ke arah Viena yang terlihat melamun masih dengan tatapannya yang tak teralih, Maura kembali menatap kaca, membiarkan Viena terus memperhatikannya dengan entah apa yang kini otaknya pikirkan, Maura tak ingin mengganggu. Hingga akhirnya ia melangkah ke arah pintu.

"Erlan bilang mau ke rumah" suara Viena terdengar kecil , meski Maura telah berada di sisi kiri ia berdiri, namun kepala dan tatapan Viena masih menatap kosong tempat di mana tadi Maura berdiri.

"Ya, habis ketemu papa mama, aku akan pergi bareng dia, kamu nggak mau ikut?"

Viena menoleh ke arah suara, memperhatikan Maura secara lekat

"Itu bukan Maleo, kalo Maleo itu temen gue, gue fine fine aja ikutin kalian, tapi ini Erlan, meski kita pernah deket, gue segan dengan keluarga Aquino" Tanpa nada tinggi seperti biasanya Viena berbicara, kini terdengar lebih lembut dan bersahabat, Maura suka dengan Viena yang sekarang, meski langkah dan ekspresi nya bak orang yang tak makan sebulan, setidaknya Viena tidak terlihat seperti orang yang kesurupan jika sedang marah dan melontarkan amarah yang terkesan mengejudge tanpa bukti dan lebih tepatnya sesuka hati. Bersama Maura, ia mendapat pelajaran bernilai.

Maura tersenyum memperhatikan Viena yang meletakkan kepalanya di sandaran pintu dengan tatapannya yang entah menerawang kemana, ia masih terngiang perkataan Erlin, jika Erlan memang serius akan melamar Maura, maka ia dipinta untuk mengubur serta membuang perasaan aneh yang ia miliki, tanpa sadar Viena merasakan jemarinya terisi penuh oleh kepalan genggaman yang mengguatkan, ia menegakkan kepala dari sandaran, membetulkan posisi memperhatikan Maura dalam senyuman kecil namun cukup menenangkan, baginya Maura adalah alasan ia memiliki seseorang yang menganggap ia berarti dan merasa begitu di hargai selama berada di rumah sendiri.

Revenge and Love [Completed]Where stories live. Discover now