24. First Kiss

9.9K 761 91
                                    

"Hehe" terdengar tawa yang sengaja keluar dari tenggorokan Viena seketika membuyarkan pikiran, Maura memukul wajah Viena dengan bantal, jeda yang berkonstelasi secara sistematis mengundang tawa diantara keduanya, Viena menarik Maura ke dalam pelukan.

[❣]

Setiba di rumah Maura, Viena menarik ransel Maura dan bergegas menuju taman depan rumah

"Sejujurnya gue seneng banget di sini Ra" Entah tulus atau dusta, segala apa yang dikatakan Viena, Maura selalu sangsi dengan kejujuran hatinya.

"Hmm ya, kenapa?"

"Di sini itu adem, interior nya gue suka, dari segala sisi dan sudut ruangan, ortu lo pinter banget ngeminimaliskan interiornya dengan memanfaatkan setiap inci space ruang"

"Mama yang ngeinterior ini semua, papa bagian dekorasi, mereka sama-sama arsitek"

"Pantesan kamu minat banget dibidang itu"

"Nggak", Maura menggeleng,

"aku udah punya cita-cita sendiri" mereka berjalan mendekati pintu, sesaat Maura membuka kunci rumah Viena melangkah dengan masih membawa ransel milik Maura, pemandangan langka bagi Maura, karena kapan lagi bisa melihat gadis angkuh itu membawa perlengkapan orang lain, jangankan untuk sekedar basa-basi, bahkan sekedar membawa barang dan mengerjakan tugasnya sendiripun Viena selalu menyuruh orang lain .

"Jadi apa cita-cita loe?" Viena memutar tubuh tepat di anak tangga.

"Dokter" Maura tersenyum melangkahkan kaki mendahului Viena ke kamar atas, Namun tiba-tiba Maura menghentikan langkah memperhatikan Viena yang di bawah dua tangga darinya mengangkat bahu bertanya.

"kenapa?" Viena menggeleng kebingungan sembari memicingkan mata

"Kenapa kamu jadi naik ke atas, kamar kamu kan di bawah" tegas Maura sambil menunjuk kamar yang tak jauh dari mereka berdiri.

"Di bawah?, gue?" Maura mengangguk jelas mengiyakan.

"Iya kali gue tidur sendiri, kemarenkan gue tidur di situ sama Erlin"

"Di rumahkan kamu juga tidur sendiri Vien?"

"Itu di rumah gue rame orang, nah ini rumah lu, jarak kamar kita jauh harus lewatin tangga lagi buat ke atas, loe tau sendirilah, rumah loe kan lama kosong Ra"

"Secara nggak langsung kamu mau bilang rumah aku ada hantunya?" Viena terlihat sedang mendengus kesal, mendapati Maura mengitimidasi ia sedemikian tajam

"Nggak gitu juga" Viena memutar otak, antara gengsi dan takut sungguhan, kalimat yang ia hadirkan secara sepontan itu menimbulkan firasat kurang nyaman.

"Gue tidur di atas ya Ra?" gadis yang tak berjarak dari Maura itu menangkupkan telapak tangan di depan dada memohon, Maura memiliki banyak alasan untuk menolak, ia memperhatikan Viena dengan seksama, poin tambahan untuk kesekian kali nya lagi, Viena memohon yang seharusnya ia abadikan lalu akan menjadi tranding topik hangat teman-teman satu sekolahan. Viena terlihat lucu jika sedang memelas. pemandangan langka, bahkan dapat dikatakan tak pernah terjadi.

"Aku punya kebiasaan aneh Vien kalo di rumah, apa lagi di kamar, jadi kamu tidur di depan kamar aku aja ya, ada ruang keluarga, lagian kamu juga biasa kan tidur di lantai family room rumah kamu" Viena memutar kedua bola mata miliknya

"Yauda dehhh" Gadis itu menghempaskan kaki berbalik menuju ke bawah, Maura merasa bingung, kenapa lagi anak itu, bukankah seharusnya ia tak perlu semarah itu.

Maura melangkah kecil mengikuti Viena dan menarik lengan gadis itu untuk berbalik mengikutinya, Viena tak menolak, berdua bersama kembali menaiki tangga , dengan tangan kanan milik Maura ia menarik tangan kiri Viena di belakang tubuhnya.

Revenge and Love [Completed]Where stories live. Discover now