18

702 65 8
                                    

Dinginnya udara malam kian menusuk tulang, seorang pemuda tengah duduk sendiri di kursi yang terbuat dari bambu, menatap langit malam yang cerah namun tiada berbintang. Pikirannya terus tertuju pada sosok yang ia temui tadi siang, sesekali dia melihat ponselnya barang kali ada pesan masuk darinya.

Jam pada ponsel itu menunjukkan pukul 21.00, waktu yang lumayan larut untuk penduduk desa. Dia menghela nafas panjang hingga kemudian, melangkah masuk ke dalam rumah menutup dan mengunci pintu rumahnya.

Saat kakinya melangkah menuju kamar, getaran pada ponsel membuatnya berhenti, dia menatap layar ponselnya tertera nomor asing di sana, kemudian dia membuka pesan itu.

+6282355xxxxxx

Hai!

Siapa?

Apa kamu lupa?

Maaf bagaimana aku bisa tau, jika kamu saja tidak memberitahu aku siapa kamu?

Sudah malam pergilah tidur!

Hei, kamu siapa? Seenaknya menyuruhku?

Besok lusa aku akan menagih upahku?

Upah?

Iya kamu belum membayarku, ingat!

Bayar?

Jangan bilang kamu lupa?

Mas pras?

Akhirnya kau ingat sekarang.

Kenapa tak bilang dari tadi?

Karena aku ingin menggodamu, apa lusa kamu ada acara?

Tidak, kenapa?

Bisa temani aku kesuatu tempat?

Boleh tapi mas yang ijin ke ayah ya?

Baiklah, lusa aku jemput jam 10 pagi, sekarang tidurlah hari sudah malam.

Baiklah, mas pras juga cepatlah tidur,
selamat malam.

Selamat malam.

Dwi meletakkan ponselnya di meja belajar, kemudian dia berjalan ke arah ranjangnya, dan merebahkan dirinya di sana. Senyum di wajahnya terukir dengan indah, ia berusaha menutup matanya namun, kedua mata Dwi seakan enggan untuk terpejam. Pemuda itu menatap langit-langit kamarnya,  pikirannya melayang entah kemana, entah sudah berapa lama ia terjaga hingga akhirnya ia terlelap dan berkelana di alam mimpi.




Hari yang di tunggu telah tiba, seorang pemuda tengah menatap dirinya pada cermin yang menempel di dinding, dengan kaos berwarna putih dilapisi jaket berwarna navy, dan celana jens hitam ditambah sepatu putih terpasang rapi pada kakinya. Dengan senyum yang tergambar di wajahnya, dia melangkah keluar kamar menuju ruang tengah.

"Kamu mau kemana dek?" Tanya sang ayah, yang tengah duduk di ruang tengah menatap layar TV tabung yang menayangkan siaran gosip.

"Mau main yah, boleh ya?" Jawab Dwi sambil senyum lebar, yang memperlihatkan deretan gigi putihnya.

"Kamu mau main sama siapa? Kemana? Pulang jam berapa?" Tanya sang ibu yang baru saja keluar dari dapur, membawakan kopi dan camilan pisang goreng untuk sang suami.

"Sama mas Pras bu, gak tau mau kemana?"

"Pras siapa?" Tanya sang ayah, sambil mengambil pisang goreng buatan sang istri.

"Temannya mas Dhamar itu loh yah, yang waktu itu nolongin adek pas nabrak angkot." Jelas Dwi, kedua orang tuanya hanya mengangguk.

Jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan Dwi menunjukkan pukul 09.45, masih ada 15 menit dari waktu yang di janjikan Pras padanya. Dwi duduk di ruang tengah sambil main game bounce pada ponselnya, hingga orang yang di tunggu pun akhirnya datang juga.

"Permisi!" Suara seorang pemuda mengalihkan atensi Dwi dari ponselnya, ia beranjak dari duduknya dan menghampiri pemuda tersebut di ikuti ke dua orang tuanya.

"Om, tante!" Sapa Pras dan mencium tangan ayah dan ibu Dwi.

"Saya minta ijin om, tante untuk mengajak Dwi pergi, apa boleh?" Sambung Pras.

"Boleh saja, asal pulang jangan sampai lecet!" Goda ayah Dwi, sambil melirik putra bungsunya yang sudah malu oleh ucapan sang ayah.

"Pulangnya jangan malam-malam, jangan ngebut kalau nyetir," ucap sang ibu.

Mereka berpamitan tidak lupa mencium tangan ke dua orang tua, Pras memberikan helm berwarna putih pada pemuda mungil yang ada di depannya. Manis dan imut itulah kata yang pas untuk Dwi saat ini di mata pemuda jangkung itu, mereka mengendarai motor mega pro primus warna hitam, dia melajukan motornya keluar dari pelataran rumah Dwi, belum jauh mereka berkendara tiba-tiba Pras menghentikan motornya.

"Ada apa mas?" Tanya pemuda mungil itu, Pras tidak menjawab, dia meraih ke dua tangan pemuda yang ada di boncengannya, dan melingkarkan pada perutnya.

Seketika itu wajah Dwi langsung memerah, jantungnya berdetak tidak karuan. Pras yang melihatnya dari kaca spion hanya tersenyum, dan kembali melajukan motornya membelah jalanan.


Cukup lama perjalanan yang mereka tempuh, sekitar 1 jam untuk sampai di sebuah pantai, mata Dwi menatap takjub kearah lautan biru, mereka memasuki area parkir pantai, membayar parkir dan meletakkan helm pada motornya. Pras menggandeng tangan mungil Dwi berjalan ke arah bibir pantai, pemuda kecil itu masih saja takjub memandang lautan, dia tidak menyangka sang pujaan hati akan membawanya ke pantai.

"Kenapa mas ngajak aku kesini?" Tanya Dwi tanpa menoleh ke arah Pras, dia masih terus menatap takjub ke arah lautan dengan ombak sedang, dengan cuaca yang sangat cerah sungguh pemandangan yang sangat indah.

"Lagi pengen ke pantai aja, lagian kalau ke pantai sendirian gak seru liat orang pacaran." Ucapan Pemuda itu sontak membuat Dwi menoleh ke sekeliling, benar saja pantai lumayan ramai yang di dominasi para anak muda yang sedang di mabuk asmara.

Dwi menatap wajah tampan pemuda disampingnya, dengan senyum manis ada rasa nyaman dan hatinya terasa hangat, saat berada di sisi pemuda itu. Saat tengah mengagumi wajah tampan sang pujaan hati, mata Pras menyisir kesekeliling mencari tempat untuk duduk, hingga dia melihat ada pohon besar yang ridang. Di bawah pohon itu pun sepi tidak ada orang, tanpa permisi Pras menarik tangan si kecil untuk mengikuti langkahnya.

Tolong berikan semangat buat alan, dengan cara vote dan koment😊😊
Terima kasih🙏

My Onyet (BxB)Where stories live. Discover now