8

624 65 0
                                    

Seorang perawat keluar dari ruang UGD, mencari keberadaan anggota keluarga pasien, untuk menyampaikan informasi tentang kondisi pasien.

"Keluarga Dwi Purnama?" Tanya perawat itu.

Sebelum pemuda yang mengantar Dwi memjawab, dari arah pintu masuk seorang ibu dan dua orang lelaki yang berbeda usia menghampiri mereka, dengan berlari dan air mata terus mengalir keluar sari sudut mata si ibu.

"Bagaimana keadaan anak saya?" Ucap ibu itu dengan nada parau dan air mata yang masih enggan untuk berhenti, dia adalah ibu Dwi.

"Mari ikut saya menemui Dokter, untuk menjelaskan lebih rinci tentang keadaan pasien." Ucap perawat itu dengan gestur agar keluarga pasien mengikutinya. Ayah Dwi langsung mengikuti perawat tersebut menuju ruang dokter, meninggalkan istrinya bersama putra sulung dan seorang pemuda yang tadi telah menolong Dwi.

"Maaf permisi, pasien atas nama Dwi Purnama sudah di pindahkan, ke ruang rawat bougenville nomor 32A." Seorang perawat memberitahu mereka bertiga yang tengah berdiri di depan ruang UGD. Sang Ibu langsung berjalan setengah berlari, menuju ruangan dimana putranya dirawat.

"Di tunggu sebentar ya, aku anter ibu ke kamar rawat Dwi dulu, setelah itu tolong ceritakan kejadiannya!" Ucap Dhamar sebelum menyusul sang ibu yang sudah lebih dulu meninggalkan mereka berdua, pemuda itu hanya mengangguk dan tersenyum kepada Dhamar.

Di dalam ruang rawat bernuansa putih dengan aroma obat yang menyeruak, terdapat 4 ranjang rawat dalam ruangan tersebut. 2 sebelah kanan dan 2 sebelah kiri, Dwi menempati ranjang ke dua dari pintu sebelah kiri. Sang Ibu melangkah kearah ranjang Dwi, terlihat pemuda itu tengah tertidur dengan kaki sebelah kiri yang terbalut gips dan tangan sebelah kanan terbalut perban putih.

Air mata sang ibu terus mengalir tanpa mau berhenti, saat melihat kondisi anak bungsunya yang tengah terkulai lemah di atas ranjang rumah sakit, Perlahan Dwi membuka matanya saat sang ibu mengusap ujung kepalanya.

"Buk, maafin adek!" Hanya kalimat itu yang mampu keluar, dari bibir tipis dan sedikit pucat milik Dwi, tangannya sedikit gemetar nafasnya tidak beraturan, matanya sudah mulai memerah. Ibunya tahu bahwa sang anak tengah ketakutan, dengan cepat sang ibu menggenggam pelan dan penuh kasih sayang tangan putra bungsunya.

"Sekarang adek istirahat ya! Jangan memikirkan hal lain, adek harus cepet sembuh." Ucap sang ibu untuk menenangkan putra bungsunya, Dwi sekilas melihat sang kakak yang berdiri di sebelah sang ibu, sang kakak menatapnya dengan sendu dan senyum di wajahnya, agar sang adik merasa tenang.

"Buk, mas pamit keluar dulu ya?" Ucap Dhamar.

"Mau kemana mas?" Tanya sang ibu.

"Mas mau ketemu Adi, orang yang tadi sudah menolong adek." Dhamar keluar kamar rawat sang adik, dan mencari pemuda yang menolong adiknya. Setelah mencari dan melihat sekeliling Dhamar menemukan sosok yang di carinya dia adalah teman sekolahnya saat SMA.

"Adi!" Dharma duduk di sebelah pras, pemuda yang duduk di taman tidak jauh dari kamar rawat sang adik, pemuda itu sedikit kaget saat Dhamar memanggilnya.

"Bagaimana keadaannya?" Tanya Pras.

"Bapak masih di ruang Dokter, aku belum tau bagaimana keadaannya!" Dharma tertunduk lesu, terlihat jelas ada raut kekhawatiran di wajahnya saat ini. Pras mengusap punggung teman sekolahnya itu, supaya dia merasa sedikit tenang.

"Bagaimana kamu bisa menolong adikku? Dan bagaimana kejadiannya?" Pertanyaan beruntun dia tujukan pada temennya, dan sekaligus pemuda yang telah menolong sang adik, Pras mulai menceritakan kejadian yang dia tahu.

Jam pada dinding menunjukkan pukul 15.00, sorang pemuda tengah bersiap untuk berangkat kerja, dia adalah Adi Prasetyo pemuda yang hanya tinggal bersama Ibunya, ayahnya telah lama meninggal saat Pras tengah duduk di bangku sekolah dasar. Pras memiliki seorang kakak laki- laki yang sudah berumah tangga.

"Mak, adi berangkat dulu ya!" Pras mencium tangan wanita yang berusia sekitar 50-an tahun.

"Hati-hati kalau naik motor, jangan ngebut-ngebut!" Ucap wanita paruh baya itu, sembari mengusap kepala putra bungsunya, yang tengah mencium tangannya.

Pras mengangguk sambil tersenyum lebar pada sang ibu, dia berjalan kearah motor honda tahun 70-an berwarna merah miliknya. Helm cetok berwarna putih dan hitam pada bagian depan, terpasang rapi di atas kepalanya, dia mulai meyalakan motornya dan melaju meninggalkan pelataran rumah, yang bergaya jadul yang sebagian bahan bangunannya masih terbuat dari kayu.

Pras berkerja di bengkel milik teman sang kakak, dia sudah bekerja di bengkel itu sejak SMA, karena hanya bengkel itu yang mau memperkerjakan seorang pelajar, dengan jam kerja yang tidak penuh. Bengkel tempat Pras bekerja tidak jauh dari SMA 1 TUNAS BANGSA, hanya berjarak 200 meter dari sekolah.

Pras melajukan motor kesayangannya itu di jalanan yang lumayan ramai, meski tidak seramai kota-kota besar. Dia berkendara dengan santai sesekali menyapa orang yang dia kenal saat berpapasan di jalan, saat sedang asik berkendara santai mata pras tertuju pada kerumunan orang di pinggir jalan, dekat pom bensin setelah tikungan.

Pras menghentikan motornya di tepi jalan, dan berjalan ke arah kerumunan itu. Setelah berdesakan mencari cela melihat korban, Pras terpaku melihat seorang pemuda menggunakan seragam sekolah. Wajahnya mirip sekali dengan Dhamar teman sekolahnya, dia terus memperhatikan hingga sorot matanya tertuju pada tag nama di bagian kanan baju pemuda itu bertuliskan Dwi Purnama.

Sontak dia teringat dengan temannya Dhamar Purnama, tanpa pikir panjang Pras mengangkat tubuh Dwi menuju mobil yang sempat di hentikan warga sekitar, untuk membantu mengantar Dwi ke rumah sakit. Dalam perjalanan ke rumah sakit Pras terus berfikir, ini hanya sebuah kebetulan atau memang pemuda ini ada hubungannya dengan Dhamar, mereka memang tidak terlalu dekat karena kelas mereka yang berbeda. Mereka kenal karena berada di satu ekstrakulikuler yang sama.

My Onyet (BxB)Where stories live. Discover now