2

1.4K 119 11
                                    

Di halaman belakang rumah terdapat kursi panjang berwarna putih yang warnanya kian memudar. Samudra berjalan menuju kursi itu dengan membawa kardus di tangannya, yang ia ambil dari gudang tadi.

Samudra mendudukkan dirinya pada kursi itu sambil memangku kardus, dia mulai meniup dan mengusap debu yang terdapat pada kardus tersebut. Dia membuka kardus itu yang beberapa ada barang milik ayahnya.

Dia mengambil dan melihat dengan teliti barang-barang yang ada dalam kardus itu, ada jaket berwarna hitam yang resleting nya sudah rusak dan warnanya pun sudah memudar. Ada topi berwarna putih dengan huruf AD didepannya, warnanya pun sudah tak lagi putih dan sudah berubah warna jadi kuning kecoklatan.

Samudra trus membongkar isi kardus itu, terdapat kalung berwarna hitam berbahan monel dengan liontin monyet. "Oh ayo lah ada banyak liontin kenapa harus monyet?" Ucap samudra sambil menggelengkan kepalanya, hingga matanya tertuju pada selembar foto seorang pria hitam manis khas pemuda desa yang sering pergi berkebun,bertubuh tegap, rahang tegas, kumis tipis dan alis tebal dengan model rambut yang lurus sedikit panjang di belah tengah, ala-ala vokalis band peterpan pada tahun 2000an.

Namun wajahnya sedikit mirip dengannya pikir samudra, sambil trus berfikir siapa pria itu dia membalik foto tersebut, dan terdapat tulisan My Onyet pemilik hati si pesek, tulisan tangan itu yang ia yakin itu milik sang ayah.

Dia tersenyum saat membaca tulisan di balik foto itu, "apa ayah dulu sealay ini!" gumam samudra yang terus menyunggingkan senyum lebar di wajahnya.

Tapi seketika senyumnya sirna, saat ia mengingat kembali wajah dalam foto itu, ada rasa penasaran yang kuat dalam hatinya yang tiba-tiba ia rasakan. Ditambah lagi wajah pria itu sangat mirip dengannya, perawakan tubuh dan tinggi yang hampir sama dengan dirinya.

Otaknya trus berputar mengingat siapa pria itu, apakah pamannya? Seingat samudra dia hanya punya 1 paman dari ayahnya, yaitu paman Dharma yang sekarang sudah pindah ikut sang anak ke jawa tengah. Karena ini lah keluarga samudra pindah ke desa tempat ayahnya tinggal dimasa kecil.

Rumah sebelumnya tidak dijual namun di kontrakan oleh sang ayah, karena mungkin suatu saat nanti samudra atau athaya mau tinggal di desa sebelumnya, yang terkenal dingin dan penghasil buah terbesar di jawa timur. Mereka tidak akan kesulitan mencari tanah dan membangun rumah, ya meski rumah itu tidak lah besar ukurannya pun sama dengan yang ia tempati sekarang.

Rumah dengan bangun model tempo dulu, dengan lantai ubin khas jaman dulu dengan 3 kamar tidur, 1 kamar mandi luar, dapur, ruang tengah yang sejajar dengan ruang tamu yang hanya di pisahkan oleh lemari tv. Ayah samudra hanya merenovasi bagian atapnya saja, agar tidak bocor dan takut kalau gentengnya jatuh mengenai kepala itu akan sangat berbahaya.

Selebihnya ayah samudra tidak merubah apapun, selama itu masih bisa di gunakan. Karena bagi ayah samudra kenangan di rumah ini sangatlah berharga, tempat yang menyimpan kenangan masa kecil sang ayah bersama kakek, nenek, dan pamannya.

"Mas, mas samudra~" teriakan athaya membuat samudra melonjak kaget.
"Apa sih dek teriak-teriak, kamu pikir ini di hutan!" Ucap samudra sambil melihat ke arah adiknya, yang berjalan keluar dari dalam rumah dan melangkah menghampiri sang kakak.

"Apa itu mas?" tanya athaya yang pandangannya tertuju pada kardus, yang ada pada pangkuan sang kakak. Athaya kemudian mengangkat jaket dan topi usang itu ke pangkuannya.

"Mas menemukan barang-barang ini di gudang." Kata samudra sambil melirik pada adiknya, yang tengah fokus mengangkat jaket dan membolak balikan jaket itu dengan rasa penasaran.

"Mas rasa ini milik ayah!" Perkataan samudra seketika mengalihkan perhatian adiknya, dan membuat sang adik menatap samudra dengan penuh tanda tanya.

"Bagaimana mas tau?" Ujar athaya sambil memiringkan kepalanya dan trus menatap ke arah sang kakak.

"Ada nama ayah di kardus ini," kata samudra sambil menunjukan bagian depan kardus, dan athaya yang melihat itu sedikit mengukir senyun di wajahnya, karena melihat nama sang ayah tertulis disana. Dalam benaknya terlintas bagaimana kisah masa kecil dan masa remaja sang ayah, karena selama ini ayahnya hanya menceritakan sekilas tentang kehidupan masalalunya.

"Dwi Purnama, kenapa harus di berinama kardusnya?" Tanya athaya, yang di jawab dengan gelengan kepala oleh samudra. Yang menandakan dia pun tak tau kenapa harus diberi nama, padahal cukup disimpan di lemari tidak akan ada yang mengambilnya. Toh kamar yang di tempati samudra pun masih sama tata letaknya, semasa masih di tempati sang ayah di waktu muda dulu.

"Aku akan bertanya pada ayah!" Ucap athaya sambil berlari kedalam rumah untuk memanggil sang ayah, samudra hanya tersenyum melihat tingkah adiknya yang sangat aktif dan periang bahkan meski dengan orang baru sekalipun, berbeda sekali dengan nya yang sedikit cuek dan pendiem saat bersama orang baru.

Didalam rumah athaya berlari mencari keberadaan sang ayah, "yah, ayah dimana?" Teriak athaya trus berkeliling mencari ayahnya, hingga dia menemukan sang ayah tengah membereskan kamarnya yang berantakan.

"Ayah adek cariin dari tadi." Ucap athaya sambil mengatur nafas karena berlari dari taman belakang.

"Ada apa sih dek? Kamu ko' heboh banget." Jawab sang ayah, sambil melangkah keluar kamar anak bungsunya itu, membawa baju kotor athaya yang kemarin ia pakai dan menaruhnya di kamar mandi.

My Onyet (BxB)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें