11

544 51 12
                                    

"Dek, adek!" Panggilan sang ibu seketika membuyarkan lamunannya.

"I-iya bu kenapa?" Tanya Dwi yang setengah linglung.

"Kamu mau pulang nggak?" Ibunya sedikit kesal pada Dwi, karena dari tadi dia panggil tidak menjawab malah asik melamun sendiri, di luar cahaya senja sudah mulai meredup, tanda malam sebentar lagi akan tiba.

"Ya maulah bu, siapa yang mau lama-lama di rumah sakit." Ucap Dwi dengan raut wajah kecewa, karena ibunya mengganggunya saat sedang mengagumi wajah tampan penolongnya.

"Gimana keadaan kamu?" Suara merdu Pras seolah menghipnotis Dwi, membuatnya terpaku menatap wajah tampan pemuda itu, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, wajahnya sudah merah seperti kepiting rebus. Dia merasakan seseorang mendorong bahunya, menoleh ke arah Aryo dan berusaha menetralkan detak jantungnya.

"Aku sudah mendingan mas, terima kasih sudah menolong adek." Ucap Dwi dengan nada malu-malu.

"Nama masnya siapa?" Sambung Dwi sambil mengulurkan tangannya.

"Adi Prasetyo." Ucap sambil menerima uluran tangan Dwi, entah kenapa saat melihat Dwi bersalaman dengan pemuda lain, Aryo tidak suka dan ada rasa ingin marah.

Setelah acara perkenalan, Dhamar membantu ibunya, membawa barang-barang milik sang adik.

"Mas, aku bonceng mas Pras aja ya!" Rengek Dwi pada Dhamar yang berhasil membuat Aryo merasa kesal dan kecewa. Dhamar yang mendengarnya pun menaikan sebelah alisnya, seakan bertanya Pras siapa? Melihat gelagat kakaknya yang tidak faham, Dwi menghela nafas jengah dan menunjuk ke arah Pras dengan dagunya.

Dhamar menatap ke arah Pras, seolah faham apa yang di maksud sang teman Pras dengan cepat menganggukkan kepalanya, Dhamar dan ibunya berjalan lebih dulu ke luar kamar, Dwi berusaha memakai tongkat kruk tapi di tahan oleh pras, dia mengambil tongkat kruk Dwi dan menyerahkan nya pada Aryo.

"Bisa tolong bawakan tongkat ini!" Ucap Pras pada Aryo, yang di jawab dengan anggukan kepala pelan dari Aryo.

Tanpa aba-aba Pras mengangkat tubuh kecil Dwi ala bridal style, yang membuat Dwi reflek mengalungkan tangannya pada leher jenjang Pras, jantung Dwi berdebar tidak karuan dan seperti ada ribuan kupu-kupu dalam perutnya saat ini. Dwi menyandarkan kepalanya pada dada bidang Pras, dia terus mengagumi ketampanan wajah Pras berharap jangan secepatnya sampai di area parkir.

Aryo yang melihat Pras tengah menggendong Dwi, menyusuri koridor rumah sakit menuju area parkir, merasakan sesak dalam dadanya dia hanya mampu mengepalkan tangannya, dan menatap punggung Pras dengan penuh amarah.

Sampai di area parkir, Pras mendudukkan Dwi pada motor merah kesayangannya, dan memakaikan helm pada Dwi. Perlakuan Pras pada Dwi membuat wajahnya memerah, dan itu membuat Aryo sedikit kesal melihatnya, dia langsung memakai helm dan menaiki motor satria FU miliknya, dia lebih dulu pergi meninggalkan area rumah sakit.

Sementara Pras yang dengan hati-hati mengendarai motor kesayangannya, mulai melaju meninggalkan area rumah sakit dan membelah jalan raya yang sudah mulai gelap. Dwi melingkarkan tangannya pada pinggang Pras, detak jantung Dwi masih berdetak tidak karuan di tambah wajahnya mulai memanas, kalau saja dia sedang di tempat sepi mungkin dia sudah berteriak sekeras-kerasnya.

"Mas pras!" Teriakan Dwi membuat Pras memelankan laju motornya.

"Kenapa?" Jawab Pras.

(Kalian bisa bayangkan? Pras yang tingginya 180cm, pake motor honda 70 pasti kalian gak habis pikri kan? Tapi itu kenyataannya😭😭)

"Mas ko' bisa kenal sama mas Dhamar? Terus tadi juga mas dateng nya barengan? Terus ni ya mas, kamu itu tinggi kek tiang listrik, tapi pake motor alit sekali!" Dwi terus saja mengoceh tidak jelas, dan membuat Pras tersenyum mendengar celotehan pemuda kecil, yang sedang dia bonceng itu.

Tadinya Pras kerumah Dwi, karena ingin mengembalikan ponsel milik pemuda kecil itu, saat sampai di rumah Dwi, Pras melihat Dhamar tengah menelfon seseorang, dan ternyata itu ibunya yang mengabarkan bahwa sang adik sudah boleh pulang. Tapi sayangnya sang ayah tengah keluar, jadilah Pras menawarkan diri untuk ikut menjemput Dwi.

Sebenarnya Pras punya motor mega pro primus 2007, tapi kenapa dia lebih suka memakai motor merah c70 itu, karena motor itu adalah peninggalan sang ayah. Jadi Pras lebih suka memakai motor yang kata Dwi alit itu, di tambah dia tidak tahu jika akan pergi ke rumah sakit, kalau tahu jelas dia akan membawa motor yang satunya.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 1 jam, ya karena Pras mengendarai motornya sangat pelan. Karena seharusnya dengan kecepatan normal hanya di tempuh sekitar 45 menit, saat memasuki pelataran rumah mereka sudah di sambut orang tua Dwi dan kakaknya, tolong jangan lupakan Aryo yang sedari tadi menahan sesak di dadanya.

Dhamar melepas helm pada kepala sang adik, dan menggendong sang adik kedalam rumah, mendudukkannya pada kursi ruang tengah yang terbuat dari anyaman rotan.

"Kalian berdua makan malam disini ya?" Ucap Ibu Dwi pada Pras dan Aryo.

"Tidak usah tante, saya langsung pulang saja!" Jawab Pras

"Loh ya nggak bisa gitu, kalian harus makan malam disini! Ibuk udah capek-capek masak loh." Omel Ibu Dwi membuat Pras dan Aryo kompak menganggukkan kepala.

Setelah acara makan malam selesai, Pras dan Aryo pamit pulang karena hari sudah larut. Dwi di gendong sang kakak dan di antarkan menuju kamarnya, malam ini Dwi tidur di temani sang kakak, karena kakinya yang belum sembuh. Dan sang kakak bisa dengan cepat membantunya, saat dia menginginkan sesuatu atau saat dia ingin pergi ke kamar mandi.

Di dalam kamar Dwi terus memandang ponselnya, dia merutuki kebodohannya karena tadi dia tidak meminta nomor ponsel Pras. Tidak mungkin dia meminta nomor Pras pada sang kakak tanpa alasan, Dwi terus berperang dengan pikirannya bagaimana caranya mendapatkan nomor ponsel Pras.

My Onyet (BxB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang