28

297 26 8
                                    

Hari sudah beranjak senja warna jingga tergambar indah di langit, terdapat dua pemuda yang sedang serius mengerjakan tugas sekolahnya di dalam sebuah kamar. Tak ada canda atau tawa diantara mereka, hanya sedikit percakapan mengenai tugas yang mereka kerjakan. Hingga salah satu dari mereka membuka suara.

"Bar!" Suara Samudra mengalihkan atensi Baskara dari tugasnya.

"Apa?" Jawab pemuda itu dengan nada dinginnya, Samudra sudah terbiasa dengan sikap dingin Baskara. Meski dia terlihat dingin dan cuek, tapi sebenarnya dia cukup perhatian dan peka terhadap orang sekitarnya, terutama pada sang adik.

"Menurut lu, gue bisa dapetin Devanka nggak?" Entah mengapa, pertanyaan Samudra berhasil membuat seorang Baskara terdiam. Dan mampu membuatnya merasakan sesak di dalam dadanya, ada rasa sedikit tidak rela jika harus melihat Samudra bersama Devanka, sahabat yang sudah dia kenal sejak dia dan saudari kembarnya duduk bangku SMP kelas 7. Bukankah seharusnya dia senang karena Samudra adalah temannya, dia juga pemuda yang baik selama ini, tetapi kenapa ada rasa nyeri di hatinya saat mendengar pertanyaan pemuda itu.

"Bisa kalau lu ngejar dia." Baskara berusaha menetralkan perasaan dan raut wajahnya, yang dia yakin ada sedikit amarah dan kecewa yang tercetak jelas diwajahnya. Untung saja Samudra tidak menyadarinya, Baskara melirik ke arah pemuda itu, dia tetap menyelesaikan tugasnya saat mendengar jawaban darinya.

"Lu suka Evan?" Sambung Baskara, dia menatap lekat pada Samudra.

"Iya, gue rasa! Gue udah jatuh hati saat pertama kali ketemu dia." Samudra menghentikan aktifitas belajarnya, dan menatap inten pada temannya. Baskara yang di tatap Samudra berusaha keras mempertahankan wajah datarnya, meski jantungnya detak lebih keras dari biasanya, sungguh Baskara berharap pemuda di hadapanya yang menurutnya manis itu tidak akan mendengar suara dari detak jantungnya.

"Bar, lu harus bantuin gue ya? Biar gue bisa deket sama evan!" Sambung Samudra dengan wajah memohon, Baskara tertegun menatap manik indah milik teman sebangkunya itu. Sungguh manis dan menggemaskan dimatanya, tapi ada rasa kecewa di sudut hatinya saat mendengar ucapan Samudra.

"Iya nanti gua bantu." Baskara kembali mengerjakan tugasnya, meski dengan perasaan yang tiba-tiba menjadi tidak karuan. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam, dan suara ketukan di pintu membuat kedua pemuda yang tengah fokus ke pada buku mereka, sontak menatap ke arah pintu yang sudah ada Athaya di sana.

"Mas, adek boleh masuk?" Tanya sang adik yang di jawab anggukan oleh Samudra.

"Belum selesai ya mas?" Athaya menatap kakaknya, dan duduk di depan meja lipat sang kakak.

"Ini tinggal sedikit kenapa dek?" Tanya Samudra dengan nada lembut, meski dia terus mengerjakan tugasnya. Baskara yang sengaja berpura-pura belum menyelesaikan tugas hanya agar bisa lebih lama bersama Samudra, menatap Athaya yang sedikit cemberut membuatnya sedikit tersenyum sangat sedikit.

"Kamu kenapa dek?" Tanya Baskara yang membuat Samudra kaget, ternyata si cuek dan sok dingin ini bisa mengucapkan kata-kata lembut dan hangat pada seseoranh. Karena selama ini yang dia tahu Baskara selalu berkata dengan nada dingin dan datar, bahkan kepada sang adik kembarnya yang seorang Ketua Osis pula.

"Lu bisa juga ngomong lembut Bar!" Belum sempat Athaya menjawab pertanyaan Baskara, sang kakak lebih dulu melontarkan pertanyaan, yang membuat Athaya menyatukan alisnya karena merasa heran dengan kakaknya.

Baskara hanya menatap Samudra dengan tatapan tajam yang mengintimidasi, yang membuatnya sedikit merinding. Samudra tersenyum lebar menunjukan deretan gigi rapinya, dan menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal, Baskara yang mode singa kutub sungguh menakutkan.

"Mas Sam kok manggilnya Bar! bukanya nama masnya Baskara ya?" Tanya Athaya.

"Mas manggilnya Bara, biar beda aja dari yang lain. Soalnya temen mas yang lain semunya pada manggil Aska." Jelas Samudra sambil membereskan buku-bukunya, karena tugas yang di berikan oleh bu Nia telah selesai dia kerjakan.

"Trus aku manggil nya mas siapa?" Athaya menatap lurus pada Baskara, dengan mata yang mengedip lucu dan menggemaskan.

"Mas Aska atau Mas Bara terserah kamu aja! Senyamannya kamu." Baskara sedikit tersenyum melihat Athaya, yang pura-pura sedang berfikir dengan mengetuk-ngetukan jari telunjuknya pada dagunya. Mata Athaya tertuju pada seragam pemuda yang lebih tinggi 5cm dari sang kakak, terdapat tulisan Baskara Yudhistira tiba-tiba senyum Athaya terbit di wajah mungilnya.

"Mas Yudhi aja boleh?" Tanya Athaya dengan nada semangat. Tangan Baskara terukur mengusap rambut hitam legam milik adik temannya, dia terbayang akan Arunika yang sudah lama sekali dia tidak bersikap manja padanya, saudari kembarnya itu sungguh berbeda sekarang.

"Tentu kenapa tidak!" Senyum Baskara masih tergambar di wajahnya, saat meliat senyum ceria Athaya dan kembali mengusak rambut legamnya.

"Udah beres, ayok gue anter lu pulang!" Samudra beranjak berdiri, dan meletakkan tasnya di atas meja belajarnya.

"Mas beli nasi mawut yok?" Ajak Athaya.

"Ayok sekalian mas yang traktir!" Ucap Baskara sambil berdiri dari duduknya. Mereka bertiga berjalan beriringan menuju garasi motor Samudra, saat berada di depan motor Samudra Baskara meminta kunci motor padanya.

"Biar gue aja yang nyetir!" Samudra memberikan kunci motornya, membiarkan Baskara yang menyetir. Tadi Arunika sempat mengirim pesan pada sang kakak, untuk menjemputnya namun dia menolak dengan alasan tidak baik perempuan pergi malam sendirian. Padahal Baskara hanya ingin menghabiskan waktu sedikit lebih lama bersama Samudra, mereka akhirnya boti (bocengan bertiga) meninggalkan rumah Samudra.

Dalam perjalanan Baskara terus saja tersenyum, mendengar celotehan Athaya yang sangat random, bahkan dia sempat menanyakan apakah Baskara tengah menyukai seseorang? Atau Baskara sudah memiliki seorang kekasih? Samudra hanya menggeleng-gelangkan kepalanya. Karena pertanyaan-pertanyaan random sang adik, bahkan saat melihat penjual ikan hias di pinggir jalan. Athaya sempat menanyakan bagaimana cara ikan tidur? Semoga Samudra masih ingat kalau dia adalah adiknya, jika tidak bisa saja sang adik akan di buang di pinggir jalan, berharap seseorang akan memungutnya.

Setelah 20 menit mereka berkendara akhirnya mereka sampai di stadion kecil, dimana terdapat beberapa penjual makanan meski tidak sebanyak di dekat alun-alun. Baskara menepikan motornya di dekat penjual makanan, yang bertuliskan nasi goreng, mie goreng, nasi mawut, capcai goreng dan kuah. Mereka turun dari motor dan langsung masuk di ke dalam tenda.

"Pak nasi mawutnya 3 ya!" Ucap Baskara.

"Pedes atau nggak mas?" Tanya si pedagang.

"Gak pak sedeng aja, Minumnya air mineral." 

"Baik mas di tunggu ya?" Baskara berjalan ke arah tempat duduk Athaya dan Samudra.

"Mas Yud, kok adek nggak pedes sih?" Tanya Athaya dengan nada kecewa. Baskara hanya tersenyum dan mengusap kepala adik dari temannya.

"Iya Bar, gue kan juga pengen yang pedes!" Kini Samudra yang berkata dengan nada merajuk.

"Nanti sakit perut." Ucapan Baskara sontak berhasil membuat kakak beradik itu menahan kesal, Baskara hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Hingga tanpa sengaja dia melihat sosok pemuda, yang sangat familiar di ingatannya tengah membelakangi tenda tempat dia memesan makanan.





Byersyambyung...

Tolong jangan lupa berikan alan semangat, dengan vote dan koment 🙏

My Onyet (BxB)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें