9

1.2K 79 0
                                    

Di sebuah ruangan bernuansa putih, ayah Dwi tengah mendengarkan penjelasan dokter, mengenai kondisi anaknya, dokter memperlihatkan hasil sinar X ray Dwi pada ayahnya. Pada gambar tersebut memperlihatkan tulang depan Dwi yang patah, namun tidak terlalu berbahaya, hanya saja membutuhkan waktu penyembuhan yang lumayan lama sekitar 5 sampai 6 bulan, Ayah Dwi memperhatikan dengan seksama penjelasan sang dokter.

"Berapa lama anak saya harus di rawat dok?" Tanya ayah Dwi.

"Anak bapak akan segera di ijin kan pulang saat kondisinya sudah membaik, sekitar 2 atau 3 hari lagi." Ucap sang Dokter.

"Baiklah dok, kalau begitu saya permisi dulu!" Ucap ayah Dwi sambil menjabat tangan si dokter.

"Silahkan pak, semoga anak bapak lekas sembuh." Dokter membalas jabatan tangan ayah Dwi.

"Terima kasih banyak dok." Ayah Dwi kemudian berjalan keluar dari ruangan dokter, dan berjalan menuju kamar rawat putra bungsunya.

Di taman dekat kamar rawat Dwi, sang kakak tengah mendengarkan cerita temannya. Dan sesekali menganggukkan kepala, hingga tangan besar sang ayah mengagetkan Dhamar.

"Bapak, gimana kondisi adek?" Sontak Dhamar berdiri dari duduknya di ikuti Pras, dengan raut wajah khawatir.

"Kaki adek patah, butuh waktu 5 sampai 6 bulan untuk sembuh." Ucap sang ayah sambil mendongakkan kepalanya, berharap air matanya tidak akan jatuh, tapi sayang liquit bening itu jatuh tanpa perintah. Ayahnya dengan segera menghapus liquit bening yang mengalir di sudut matanya.

"Kamu yang tadi telfon istri saya?" Sambung sang ayah melihat ke arah Pras, yang tengah berdiri di sebelah Dhamar.

"Iya om, saya Adi Prasetyo." Ucap Pras sambil mengulurkan tangannya dan mencium tangan Ayah temannya itu.

"Terima kasih banyak ya nak Adi, atas bantuannya." Ucap ayah Dwi sambil mengusap bahu Pras.

"Sama-sama om, kalau begitu saya permisi pulang dulu karena sudah sore!" -Pras

"Motor kamu gimana Di?" Tanya Dhamar.

"Tadi aku sudah telfon mas Herman minta tolong anak-anak bengkel, untuk nganterin motorku ke rumah." Jelas Pras, Herman adalah pemilik bengkel tempat Pras bekerja, juga sekaligus teman kakaknya.

"Loh kalau gitu kamu anterin aja mas temenmu kasian dia, bapak mau ke kamar adek dulu!" Ucap ayah Dwi.

Setelah Dhamar dan Pras berpamitan, sang ayah berjalan menuju ke kamar rawat Dwi. Sang ayah perlahan membuka pintu kamar rawat itu, memperlihatkan sosok Dwi yang tengah terkulai lemah di atas ranjang rumah sakit, dengan tangan sang ibu yang terus menggenggam tangannya.

Ayah Dwi berjalan kearah ranjang Dwi, dan mengusap lembut kepala sang istri, Berharap usapan lembut itu dapat sedikit menenangkan istrinya. Sang istri terus menatap wajah pucat putra bungsunya, hatinya sungguh sakit melihat putranya yang biasa ceria dan suka berlari kesana kemari, sekarang terkulai tak berdaya di atas ranjang rumah sakit.

"Bagaimana kata dokter pak?" Pertanyaan yang terlontar dari mulut sang istri, membuatnya menghela napas panjang.

"Tulang kakinya patah, butuh waktu 5 sampai 6 bulan untuk sembuh buk!" Tangan Ayah Dwi kembali mengusap lembut kepala sang istri.

Jam di dinding kamar rawat Dwi menunjukkan jam 19.00, dengan telaten sang ibu menyuapi Dwi perlahan hingga bubur dalam mangkok itu hanya tersisa sedikit. Setelah makan malam dan minum obat, Dwi mencari ponselnya yang tadi dia berikan pada Pras.

"Buk, hp adek mana?" Tanya Dwi pada sang ibu, yang tengah membereskan mangkok bekas makan malam Dwi.

"Tadi kamu taruh mana dek?" Ucap ibu sambil berjalan keluar kamar, untuk meletakkan mangkok kotor di tempat yang sudah di sediakan di luar ruangan sebelah kanan pintu. Dwi terus mengingat dimana dia meletakkan ponselnya, dan dia baru menyadari kalau ponselnya telah di berikan kepada orang yang menolongnya.

"Adek baru inget buk, tadi adek minta tolong sama orang yang nolongin adek buat telfon ibuk!" Jelas Dwi saat melihat sang ibu sudah duduk di sebelah ranjangnya.

"Ya sudah, biar nanti ibuk bilang ke masmu buat tanya soal hp kamu, sekarang kamu istirahat!" Ucap sang ibu sambil merapikan selimut putra bungsunya, tak selang beberapa saat Dhamar dan ayahnya memasuki kamar rawat Dwi, dengan membawa tas besar yang berisi baju Dwi dan baju sang Ibu.

"Gimana dek keadaan kamu?" Tanya sang ayah sambil mengusap kepala putra bungsunya.

"Udah mendingan yah, kapan adek boleh pulang?" Dengan nada memelas.

"Kata dokter 2 sampai 3 hari, nunggu kondisi kamu membaik dulu!" Sang ayah memberi pengertian pada pada putranya, Dwi perlahan memejamkan matanya, mungkin karean efek dari obat yang dia minum yang membuatnya cepat terlelap.


Hari sudah beranjak siang, Dwi duduk bersandar di atas ranjangnya. Ini sudah hari ke tiga dia berada di rumah sakit, dia sudah mulai bosen, dia rindu teman-teman baru dan sekolahnya. Dwi terus menatap ke arah jendela rumah sakit, sesekalli ia tersenyum membayangkan saat-saat bercanda gurau bersama teman-temannya, hingga tanpa dia sadari ada seseorang yang tengah berdiri memperhatikan dirinya.

Pemuda itu masih setia memandangi wajah manis Dwi, dengan senyum yang tergambar di wajahnya. Entah mengapa ada rasa aneh dalam diri pemuda itu saat melihat Dwi, hatinya terasa hangat saat melihat senyum manis Dwi. Dia masih enggan untuk menyapa Dwi, dia masih ingin terus melihat wajah dwi seperti saat ini, melihat senyum Dwi sedikit lebih lama lagi.

"Dek, ada temennya ko' nggak di suruh duduk, kamu ini gimana sih?" Ucapan sang ibu membuyarkan lamunan Dwi dan pemuda itu.

"Kamu disini?" Tanya Dwi pada pemuda itu.

My Onyet (BxB) EndWhere stories live. Discover now