Not Your Fault (3)

82 33 2
                                    

Retina gue menatap punggung yang terbilang cukup tegap dan nyaman buat dijadikan sandaran

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Retina gue menatap punggung yang terbilang cukup tegap dan nyaman buat dijadikan sandaran. Gue yakin banget banyak cewek yang mau bersandar pada punggung tegapnya itu. Bisa dibilang, cowok yang sedang berjalan di depan gue ini termasuk ke dalam tipe cowok idaman yang banyak digandrungi kaum wanita.

Gue jadi penasaran, sudah menikah belum ya dia?

Aruna, lo mikir apaan?!

Otak gue kayaknya lagi nggak beres. Gue mencoba membuang pikiran-pikiran aneh yang sedang berputar di kepala. Yang semakin membuat gue sakit kepala ketika si pemilik perusahaan meminta gue untuk mendatangi ruangannya.

Aneh, sungguh aneh karena info dari Mbak Rani nggak sembarangan orang bisa masuk ke ruangan itu.

"Pak Juan?" panggil gue dengan nada pelan. Ternyata pendengaran dia cukup tajam. Langkah besarnya itu terhenti, hampir saja kening gue menyentuh punggung tegapnya itu kalau saja gue nggak refleks menghentikan langkah.

Pak Juan menoleh dengan senyum yang terpatri di wajahnya. Pantas kedua teman gue bisa sedekat itu dengan dia karena dia yang terlihat cukup ramah. "Kenapa, Run?"

"Anu, itu, kenapa Bapak mau bertemu sama saya ya?"

"Oh... Itu." Dia kembali melangkahkan kaki jenjangnya, kali ini gue berjalan beriringan sekedar untuk menunggu jawaban. "Saya nggak tahu. Nanti juga kamu tahu sendiri."

Sayangnya gue harus lebih bersabar, belum saatnya gue mendapatkan apa yang gue mau. Gue nggak tahu alasan Pak Arkana meminta gue untuk ke ruangannya. No clues. Semoga saja bukan karena kejadian dua bulan yang lalu.

"Loh, Juan?" Panggilan itu sukses menghentikan langkah kami. Gue menoleh mendapati istri dari pemilik perusahaan ini berjalan dengan anaknya. Begitu juga dengan pria yang dipanggil namanya pun ikut menoleh. Pak Juan menghampiri istri dari atasannya langsung.

"Eh, iya Mbak nggak jadi ke ruangan Bang Arkan?"

"Sudah kok, saya cuma sebentar saja. Ini nih si Jean nagih janji sama Papa-nya, nggak sabar mau minta oleh-oleh katanya." Kedua manik cantiknya beralih ke anak yang bernama Jean itu.

"Oh, oke kalau gitu. Perlu diantar?"

"Nggak usah, kamu lanjut saja," ujarnya berbicara dengan Pak Juan. Melihat gue yang masih diam berdiri menunggu. Atensinya pun teralihkan ke arah gue. "Oh, iya, kamu yang tugas di bagian front office. Kita sempat bertemu di toilet tadi."

Menyadari kalau wanita ini sedang berbicara dengan gue, gue pun mengangguk. "Iya, Bu."

"Ada masalah apa Juan?"

"Biasa," balas Pak Juan. Gue nggak paham maksud biasa itu apa. Apakah memang sudah biasa seorang pegawai baru diperlakukan seperti ini?

"Yasudah, kalau gitu saya dan Jean duluan ya. Jean, pamit sama Om Juan."

JUST IMAGINES JUNG JAEHYUNWhere stories live. Discover now