Can I Trust You? (3)

113 24 4
                                    

Mas aku nggak tahu, kenapa semakin hari aku semakin merasa kalau kamu adalah orang asing di hidup aku.

Diawali dengan keributan kecil dan diakhiri dengan keributan yang semakin membesar. Gue nggak pernah tahu kalau masalah rumah tangga yang lagi gue hadapi ini justru membuat lubang dalam rumah tangga gue dan lubang itu semakin membesar. Sejak awal, kami berdua memang bersalah, kami membiarkan masalah semakin berlarut-larut dan menjadi bom waktu dengan sendirinya.

Mas Abi, sudah beberapa hari ini dia nggak pernah pulang. Entahlah dia bakalan tidur dimana, yang jelas gue nggak pernah mau ambil pusing. Gue selalu membebaskan dia, terserah dengan apa yang mau dia lakuin karena gue sendiri nggak mau dikekang meski sebetulnya salah gue juga kalau gue melakukan itu mengingat dia adalah seorang suami, sudah sepantasnya gue memberitahu dan membatasi hal-hal yang nggak gue sukai dari dirinya.

"Mbak, Mas Fabian nggak pulang lagi?" Pertanyaan sama yang gue dapatkan sejak tiga hari yang lalu dari orang yang berbeda. Baik Jeno, Gavin, maupun Keenan, mereka selalu menanyakan keberadaan sang kakak yang tiba-tiba menjadi orang tersibuk sedunia bahkan mengalahkan RI 1. Gue aja heran sendiri apalagi mereka.

"Sebenarnya Gavin bingung, sesibuk apa Mas Fabian sampai harus ninggalin bini yang lagi hamil muda. Otaknya tuh dia taroh dimana coba? Kenapa juga justru adik-adiknya yang disuruh bertanggungjawab padahal kan dia yang bikin perut Mbak buncit gini?"

Gue tertawa mendengar ocehan Gavin. Merasa bersyukur karena si kembar kembali tinggal di rumah. Seenggaknya gue nggak terlalu kesepian dan pusing mikirin sikap kakaknya yang semakin menjadi setiap hari.

"Mbak jangan terlalu dipikirin ya? Biar nanti Jeno atau pun Gavin yang bilang ke Mas Fabian."

"Nggak perlu Vin, ini masalah rumah tangga Mbak sama Masmu. Jujur, Mbak sendiri sempat bingung dan kaget dengan sikap Mas Abi akhir-akhir ini. Mungkin banyak yang lagi dia tutupi dan dia belum bisa cerita ke kita. Mbak udah mutusin kalau Mbak percaya sama dia. Nggak akan semudah itu buat Mas Abi selingkuh."

"Bego banget kalau Mas Fabian nyia-nyiain istri modelan begini," celetuk Gavin yang masih bisa gue dengar. "Gavin ke kampus dulu ya, Mbak?"

"Iya udah sana."

Sebelum dia pergi, Gavin berbalik. "Ada yang mau dititip? Kali aja Mbak lagi pengen sesuatu gitu."

Gue menggeleng singkat sembari mengusap perut gue. Seharusnya bukan kamu yang melakukan itu Vin. Seharusnya Papa dari janin ini yang bertanggungjawab seperti apa yang kamu bilang ke Mbak tadi.

"Nggak usah, makasih ya?"

"Siap, Gavin pergi ya? Kalau ada apa-apa langsung kabarin aja. Ok?"

Gue terkekeh pelan. Beruntung banget mereka menyayangi gue layaknya gue adalah kakak kandung mereka. Bahkan mereka nggak akan segan-segan menjadi garda terdepan buat melawan Mas Fabian, kalau-kalau pria itu menyakiti gue lagi dan lagi.

Kamu nggak capek Mas buat nyakitin aku terus? Apa yang dulu-dulu masih kurang? Sebenarnya kamu mencintai aku atau membenci aku?

Getaran dari handphone milik gue membuat atensi gue teralihkan. Gue mengernyit heran, kenapa baru sekarang menghubungi? Baru ingatkah kalau dia memiliki istri yang sedang mengandung darah dagingnya sendiri?

"Ya?"

"Janin kamu apa kabar?"

"Anak kamu aja yang ditanya. Aku nya enggak?" tanya gue blak-blakan. Nggak perlu lah ya menutupi apapun. Mulai sekarang gue bakalan bicara jujur tentang perasaan gue.

"Kamu apa kabar?"

"Tiga hari ini kamu kemana? Minimal kasih kabar kalau memang kamu nggak pulang."

"Maaf sayang, aku sibuk banget sampai nggak sadar hari."

"Tidur dimana kamu?"

"Kantor."

"Nggak ada niatan mau pulangkah? Lupa kalau istri lagi hamil?"

Sunyi, dia nggak menjawab pertanyaan gue ngebuat gue menghela napas pelan. Berusaha untuk berpikiran positif kalau selama ini yang dia lakukan cuma bekerja. Nggak mungkin dia melenceng dari tujuan awalnya buat mencari nafkah dan menghidupi keluarga.

"Pulang Mas, ada banyak hal yang perlu kita bahas. Aku nggak mau kita semakin menjauh kayak gini. Kalau aku punya salah, seharusnya kamu bilang. Kenapa malah menghindari aku dengan tidur di kantor? Kamu pikir aku anak kecil yang bisa kamu bohongi? Kamu tidur di kantor bukan karena kerjaan kamu kan tapi karena aku? Kamu kenapa menghindari aku terus beberapa hari ini? Aku punya salah apa, Mas? Ngomong coba. Aku nggak pernah bisa mengerti apa yang lagi kamu rasain sekarang. Biarin aku tahu dulu, jadi aku bisa mikir aku harus ngelakuin apa buat kamu setelah ini."

"Iya, aku pulang nanti ya?"

"Nanti kapan? Aku nggak mau tahu, malam ini kamu udah harus tidur di rumah. Kalau emang kamu kayak gini terus. Jangan salahin aku kalau tiba-tiba kamu pulang ke rumah udah nggak lihat keberadaan aku lagi."

"Laura..."

"Apa?" jawab gue ketus. Tadinya gue mau bersikap santai buat menyikapi dia tapi yang namanya emosi mana bisa terkontrol apalagi mood swing ibu hamil ternyata naik turun gini.

"Aku nggak akan kayak anak kecil yang selalu minta afeksi dari kamu. Tapi seenggaknya perhatiin anak kamu yang lagi berkembang di rahim aku, bisa? Dia masih butuh perhatian Papa nya, seharusnya kamu yang bertanggung jawab atas itu bukan malah melimpahkan semuanya ke si kembar. Jangan dikira aku nggak tahu kalau kamu selalu menghubungi Keenan buat cari tahu informasi tentang aku ya? Tolong, jangan bawa-bawa mereka. Aku nggak mau mereka salah paham dan mengira kalau kakaknya nggak punya rasa tanggung jawab ke istri dan calon anaknya. Apa kamu nggak pernah mikir Mas? Masa lalu yang pernah kalian lewati, dan cara kamu memperlakukan aku sekarang bisa membuat mereka berpikir untuk melakukan hal yang sama. Kamu panutan mereka, jadi, aku mohon sama kamu. Kalau memang kamu nggak bisa terlihat baik sebagai suami dan papa yang baik di depan aku. Setidaknya lakuin itu di depan mereka."

Gue hampir frustasi saking merasakan perasaan yang sedang meletup-letup seperti api yang sedang membara. Rasanya campur aduk dan gue nggak suka kalau gue jadi kayak gini.

"Maafin aku, Ra."

Aku nggak pernah mau mendengar permintaan maaf dari kamu, Mas. Yang aku butuhkan cuma bukti kamu. Lakuin kalau memang kamu itu suami aku, kasih bukti ke aku kalau memang kamu bisa jadi Papa yang baik buat anak kita. Kalau kamu masih ingat sama impian kamu dulu. Bukan cuma satu Mas, ada dua janin di rahim aku. Do'a kamu terkabul. Kamu bakal punya anak kembar. Maaf kalau aku belum bisa bilang anak kita kembar. Aku cuma mau lihat sampai mana perjuangan kamu buat aku dan sampai mana aku harus menyerah.



















JUST IMAGINES JUNG JAEHYUNWhere stories live. Discover now