Childhood Friend (2)

277 106 122
                                    

Mas Theo menghela napas lelah melihat gue yang lagi murung dari tadi

Deze afbeelding leeft onze inhoudsrichtlijnen niet na. Verwijder de afbeelding of upload een andere om verder te gaan met publiceren.

Mas Theo menghela napas lelah melihat gue yang lagi murung dari tadi. Iya, gue kepikiran sama ucapan Javas semalam. Dia yang merelakan gue pergi dari rumah yang selama ini gue tinggali selama bertahun-tahun. Apa nggak ada rasa belas kasih sedikit pun selama tujuh belas tahun kami bersama? Selama itu gue besar dan tumbuh bareng sama dia. Kemana perginya Javas yang selalu memprioritaskan gue?

Air mata gue berasa kering karena saking seringnya nangisin dia sejak semalam sampai Mas Theo sendiri capek mendengar keluh kesah gue. Teman yang merangkap sebagai pemilik toko dimana gue bekerja part time ini dikenal sangat baik dan ramah. Gue pun mengakui itu karena dia sendiri yang memperlakukan gue layaknya seorang manusia, berbanding terbalik dengan Javas yang justru selalu memperlakukan gue dengan semena-mena.

"Nggak capek?"

"Capek," sahut gue lelah. Tapi mau gimana lagi, gue nggak bisa begitu aja menghilangkan perasaan gue buat Javas apalagi kita selalu sama-sama dari kecil, bertiga sama Kak Rama juga.

"Masih mau lanjutin perasaan kamu buat dia? Kamu tahu sendiri jelas-jelas dia nggak suka sama kehadiran kamu."

Tanpa sadar gue mengangguk lemah. Yang dia bilang itu benar, buat apa melanjutkan? Tapi kembali lagi gue bersikap nggak peduli. Gue yakin Javas bakalan berubah. Sesayang itu gue sama dia. Nggak peduli seberapa kali lagi dia bakal nyakitin hati gue. "Nggak segampang itu."

Gue yakin Mas Theo bakalan ngerti sama apa yang gue maksud. Nggak semudah itu melupakan apalagi berhenti untuk mencintai seseorang yang kita sayangi sejak dulu. Kita nggak pernah tahu kapan cinta itu datang. Intinya sejak pertama kali gue bertemu sama Javas, gue udah tertarik sama dia.

Katakanlah tujuh belas tahun silam adalah cinta monyet gue buat Javas. Gue bahagia ketika kakak gue mengenalkan gue ke Javas. Kita bertiga sering bermain bersama. Javas yang selalu melindungi gue ketika gue dirundung teman-teman yang lain saat itu karena jujur waktu kecil gue terkenal cengeng. Apa-apa nangis, lupa ngerjain PR bisa bikin gue nangis seharian. Dari situlah gue jarang banget punya temen. Cuma Javas yang mau nemenin gue. Dia yang selalu bilang bakalan selalu lindungin gue apapun yang terjadi. Tentunya gue merasa bahagia bukan main ketika memiliki seorang teman dan kakak yang selalu melindungi gue. Namun sayangnya Tuhan berkendak lain. Kak Rama yang lahir lebih dulu satu tahun dari gue mengalami kecelakaan dan meninggal di tempat.

Okay, mari kita lupakan.

Bukan bermaksud ingin melupakan kebersamaan gue dengan Kak Rama. Gue cuma nggak mau perasaan itu kembali lagi. Rasa trauma dan sedih yang berkepanjangan karena rasa kehilangan. Rasanya tersiksa kalau terus mengingat kejadian naas itu dan lebih parahnya lagi gue nggak pernah dikasih tahu apa penyebab Kak Rama meninggal. Hanya sebatas kecelakaan yang gue tahu.

"Kapan kamu pindah? Kabarin saya kalau kamu butuh bantuan."

"Ada beberapa tempat yang harus aku datangin langsung. Kalau lewat aplikasi rasanya nggak akan puas. Mas tahu sendiri bakalan berbeda kalau di foto sama kondisi aslinya."

JUST IMAGINES JUNG JAEHYUNWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu