You're My Angel (11)

125 73 4
                                    

Sudah dua hari Mas Aga menginap di rumah

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Sudah dua hari Mas Aga menginap di rumah. Keadaannya sudah lebih membaik. Demamnya juga sudah turun. Kondisi dia yang masih lemah membuat gue melarang dia untuk pulang ke Jakarta. Masih perlu beberapa hari buat dia memulihkan kesehatan tubuhnya.

Keluarga Mas Aga sudah gue hubungi sejak semalam. Ibu yang melahirkan Joyie nampak terkejut setelah mendengar penjelasan dari gue, tentunya gue memilih jujur dan nggak ada satu pun yang gue tutupi perihal Mas Aga yang jatuh sakit.

Ya, sebelum melakukan itu, berulang kali gue berpikir apa dampak yang bakal gue terima setelahnya. Nggak apa-apa kalau pada akhirnya keluarga gue bakalan dibenci. Namun, jauh dari bayangan gue. Mbak Kay justru memaklumi apa yang menimpa sang adik. Katanya sudah sewajarnya orang tua gue bertindak seperti itu. Mana ada orang tua yang mau anaknya disakiti orang lain apalagi Mbak Kay juga tahu kalau gue anak satu-satunya Bapak sama Ibu.

"Nggak apa-apa Git. Wajar kalau orang tua kamu bertindak kayak gitu. Tolong sampaikan salam maaf Mbak buat orang tua kamu ya? Mbak mewakili Papa dan Mbak titip Sagara selama dia ada di sana."

Pintu kamar gue diketuk pelan. Atensi gue teralihkan dan melihat Ibu yang menyembulkan kepalanya dari balik pintu. "Ayo sarapan, nduk."

Gue beranjak dari kursi. Merapihkan peralatan make up dan meminta Ibu untuk menunggu di meja makan. "Iya Bu, nanti Inggit nyusul. Inggit beresin ini dulu."

Ibu mengangguk, bersiap menutup pintu tapi gue kembali berucap. Ada hal yang gue lupakan. "Bu, biar Inggit yang siapin sarapan buat Mas Aga."

"Nak Aga udah pergi tadi sehabis subuh."

Mas Aga pulang tapi nggak pamitan ke gue dulu? Dia marah sama gue? Atau dia udah menyerah? Kenapa gue merasa kesal dan kecewa ya?

"Mas Aga pulang ke Jakarta?" tanya gue memastikan. Sedikit memelankan suara karena sebetulnya gue takut ibu marah.

Ibu tersenyum. Kakinya melangkah memasuki kamar. "Nggak. Dia ikut sama Bapak ke sawah."

"Kenapa dibiarin sih Bu? Mas Aga kan masih sakit."

Ibu mendekati gue. Suara kekehan khas milik Ibu terdengar di penjuru ruangan. "Segitu khawatirnya ya?"

Ya jelas lah Bu. Inggit nggak mau Mas Aga kenapa-kenapa lagi. Udah cukup rasanya Inggit buat Mas Aga sampai jatuh sakit kayak gini.

Sambil mengusap sayang rambut gue, Ibu berkata. "Anak Ibu udah besar ternyata. Udah bisa cinta-cintaan gini."

"Ibu?"

"Inggit, Ibu denger semua obrolan kamu sama Nak Aga malam itu. Ibu nggak tahu kalau kamu begitu berarti buat dia. Ibu juga udah minta maaf karena sudah menilai buruk tentang dia. Yang salah orang tuanya, kenapa harus dia ikut disalahkan? Berkali-kali juga Nak Aga minta maaf sama Ibu dan Bapak atas perlakuan Papa-nya ke kamu."

Pertanda apa ini? Apa Ibu bakalan kasih restu gue sama Mas Aga? Tapi gimana sama Mas Dimas, terus gimana sama Bapak?

"Siapa pun yang jadi jodoh kamu nanti. Baik Nak Dimas atau pun Nak Aga. Ibu bakal terima."

JUST IMAGINES JUNG JAEHYUNOù les histoires vivent. Découvrez maintenant