Prolog

194K 4.6K 12
                                    

Gavan turun dari motor besar nya disebuah rumah bertingkat 2.

Rumah yang sama luas dengan rumah nya sendiri yang letak nya persis berhadapan dengan rumah ini.

Ada beberapa luka yang masih tampak basah di wajah tampan Gavan.

Dan hal seperti ini bukan sekali dua kali terjadi pada pria itu.

Gavan bahkan pernah pulang dengan keadaan yang lebih parah.

"Berantem lagi?" ucap seorang gadis dengan baju over size nya menyambut kedatangan Gavan.

Sudah biasa bagi gadis itu melihat keadaan Gavan yang pulang dengan wajah babak belur.

Sedangkan Gavan yang ditanya hanya tersenyum kotak walaupun sudut bibir nya sedikit nyeri.

"Iya, obatin dong by."

Selalu seperti ini.

Setelah babak belur pasti Gavan dengan manja nya akan meminta Alena mengobati luka nya.

"Enggak ah, males. Tiap hari masa suruh ngobatin terus" Alena mendengus kesal.

Mau seberapa kali pun Alena menasehati Gavan, pria itu pasti akan pulang lagi dengan keadaan bonyok.

Entah apa yang Gavan lakukan di luar sana?

Dan mungkin lain kali Alena akan mengikuti pria itu untuk mencari tau semua nya.

"Yaudah cium aja, biar luka nya cepet sembuh" badan Gavan sedikit membungkuk mensejajarkan tinggi nya dengan tinggi Aletha.

Menunjuk sudut bibir nya yang robek dengan jari telunjuk dan mengedipkan sebelah mata nya nakal.

Sedangkan dirumah seberang sana, Damian mengepalkan tangan nya kuat.

Perasaan benci, dendam, dan marah pada dirinya akan selalu muncul setiap melihat kebersamaan Alena dan Gavan.

"Mian, papa denger dari mama kamu bulan depan mau ada lomba sains ya?" Jonathan menatap anak tiri nya itu bangga.

"Em iya pa, semoga kali ini aku menang lagi" walaupun menjawab, mata pria itu masih saja mencuri pandang ke arah Alena yang sedang menangkupkan wajah Gavan.

Sepertinya Gavan pulang dengan wajah babak belur lagi.

"Kamu memang selalu bisa bikin papa bangga, beda dengan Gavan yang cuma bisa membuat malu keluarga dengan segala ulah nya."

Namun walaupun begitu Damian tetap iri dengan Gavan.

Pria itu iri akan kebebasan Gavan, pertemanan Gavan, bahkan semua orang yang selalu ada untuk Gavan mestipun mereka bukan keluarga.

Terutama sosok Alena.

Damian iri dengan Gavan yang selalu punya Alena dan keluarga gadis itu.

Mereka selalu bisa menerima keberadaan Gavan seberandal apapun dia.

"Makasih pa, tapi papa ga ada niatan buat nyuruh Gavan pulang" Damian menunjuk Gavan yang sedang ditarik tangan nya oleh Alena agar masuk ke dalam rumah.

"Biarkan saja, papa udah pusing ngurusin dia. Anak pembangkang itu susah dikendalikan."

Terserah Gavan mau tinggal di rumah ini atau di rumah Daren, papa Alena.

Yang penting anak itu masih ada dalam pengawasan dan jangkauan nya.

"Tapi bukan nya ga baik pa, laki-laki tinggal bareng sama perempuan" Damian harus mencari cara memisahkan kedua nya.

"Gapapa. Lagian mereka tidak hanya tinggal berdua."

"Daren dan istri nya juga tinggal di rumah itu. Mereka bisa mengawasi apa saja yang Gavan lakukan."

Daren juga pernah bilang pada Jonathan untuk membantu pria itu mengendalikan Gavan agar tidak terjerumus ke arah pergaulan yang salah.

Daren yang akan mengontrol Gavan saat pria itu berada di rumah nya.

"Tapi pa kalau sesuatu terjadi tanpa Om Daren dan Tante Sisil tau gimana?"

"Ga akan, senakal-nakal nya Gavan. Papa yakin dia tidak akan kelewat batas apalagi dengan Alena."

"Papa tau dia tidak akan melakukan nya, anak itu sangat mencintai Alena."

Walaupun hubungan Jonathan dan Gavan tidak baik, pria itu tau seperti apa perangai anak nya.

***

Ini adalah kehidupan Gavan yang selalu mendapat perlakuan tidak adil dari ayah nya sendiri.

Semoga kalian suka sama cerita author kali ini.

Jangan lupa vote dan komen.

Thankyou

Gavalen (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang