37. Restart

617 64 42
                                    

Heidelberg, Jerman
Lima Tahun Kemudian


Renjun menghentikan langkah dan melirik smartwatch-nya sejenak. 8723 steps. Dia mengangguk pelan melihat itu dan memutuskan berbalik. Cukup untuk pagi ini. Dia akan langsung pulang saja ke rumah sekarang.

Tidak seperti saat berangkat subuh tadi dimana kakinya berlari, saat ini Renjun memutuskan berjalan dengan perlahan. Sesekali berhenti sejenak untuk menghirup udara pagi Heidelberg yang terasa segar.

Beberapa kali pandangannya menyapu keadaan sekitar yang dia lewati. Beberapa orang terlihat mulai keluar dari tempat tinggalnya masing-masing untuk memulai rutinitas. Beberapa lainnya terlihat terburu sampai menyalip langkahnya berkali-kali.

Renjun tebak itu adalah para mahasiswa yang sedang terburu sebab punya kelas di pagi hari. Sudah menjadi rahasia umum bahwa nyaris setengah penghuni Heidelberg adalah para pelajar dari berbagai penjuru dunia. Bukan hal yang mengherankan sebab Heidelberg punya banyak universitas ternama di dalamnya.

"Renjun!"

Langkahnya terhenti sejenak saat dia sudah memasuki komplek perumahan. "Kemari sebentar, nak." Dia bisa melihat seorang wanita paruh baya yang sedang duduk di sebuah teras rumah memanggilnya dengan sedikit keras. Itu Nenek Hannah.

"Kenapa? Apa Anda butuh sesuatu?" Tanya Renjun begitu dia telah mendekat.

"Aih kau ini! Masih saja formal padaku!" Nenek Hannah menepuk lengannya pelan. "Cucuku berkunjung semalam dan memberikan ini. Rasanya aku tidak akan bisa menghabiskannya. Lebih baik kau bawa pulang saja ya?" Nenek Hannah menyerahkan dua buah toples yang jika sekilas Renjun lihat isinya adalah Springerle.

"Tapi ini—"

"Ah tidak perlu tapi-tapi! Aku tahu ibumu sangat menyukai ini. Cepat bawa pulang saja sana. Hush hush!" Renjun melongo saat kini tubuhnya malah didorong menjauh. Rasanya seperti diusir. Mungkin memang begitu adanya. Nenek Hannah ingin dia cepat pergi sebab sekarang beliau sudah masuk kembali ke rumahnya dan mengunci pintu.

Dia hanya menggelengkan kepalanya pelan dan berlalu pergi setelah meneriakkan kata terima kasih. Nenek Hannah memang seperti itu. Kadang Renjun tidak mengerti dengan tingkahnya. Tapi walaupun begitu, beliau adalah orang yang baik. Memang sering memberinya banyak makanan seperti ini.

Renjun kembali menyambung langkahnya untuk menuju rumah. Sebuah rumah yang nyaris dua tahun ini dia tinggali. Saat sudah memasuki halaman depan, Renjun bisa melihat pintu rumahnya yang terbuka lebar. Dia sedikit mengernyit melihat itu. Tumben sekali Mama membiarkan pintu terbuka begitu saja.

Keadaan rumah terasa hening saat Renjun melangkah masuk. Tapi saat berjalan menuju dapur, dia bisa mendengar dentingan alat masak yanga beradu. Ternyata Mama sedang sibuk memasak sarapan.

"Oh kamu udah pulang ternyata." Renjun hanya mengangguk sebagai jawaban. Berjalan menuju meja makan dan meletakkan dua toples Springerle itu di atasnya. Sedikit menarik perhatian Mama yang langsung berbalik.

"Dari siapa itu?"

"Nenek Hannah." Renjun hanya menjawab singkat. Tangannya sibuk membuka kulkas dan mengambil sebotol air dingin dari dalam sana. Ah, rasanya segar sekali. Dahaganya langsung hilang seketika.

"Masih pagi udah minum air es. Bandel banget kamu ini!" Renjun hanya mengeluarkan cengiran pelan melihat Mama yang kini mengacungkan spatula ke arahnya. Lengkap dengan ekspresinya yang berubah kesal.

Mama memang selalu protes melihatnya yang sering meminum air dingin seperti ini setiap pagi. Tapi Renjun mana mau mendengar. Dia akan mengulangi itu lagi dan lagi. Mama juga sepertinya sudah mulai lelah mengingatkan. Walau sesekali masih saja berujar mengesalkan seperti barusan.

Wounded SoulWhere stories live. Discover now