20. What If

476 68 0
                                    

"Bibi tidak bilang akan datang kemari."

Renjun cukup terkejut mendapati Bibi Xinyi yang tiba-tiba datang berkunjung. Dia tidak pernah suka orang yang datang ke rumahnya seenaknya tanpa membuat janji lebih dulu. Tapi tentu, tetap saja ada pengecualian untuk sedikit orang, dan Bibi Xinyi adalah satu diantaranya.

"Dan kau tidak akan mengizinkan jika aku berkata lebih dulu." Renjun tertawa keras mendengar itu. "Aku tidak sejahat itu, terutama pada bibi kesayanganku. You are always welcome here." Renjun merangkul Bibi Xinyi dan mengajaknya duduk di sofa ruang tengah.

"Jadi, apa yang membuat Bibi datang kemari hm?" Tanya Renjun setelah memerintahkan Minjeong untuk menyediakan teh bagi mereka berdua.

Bibi Xinyi terlihat melepaskan blazernya kemudian menyampirkannya di sofa. "Tidak ada. Aku hanya bosan bekerja. Lalu memutuskan datang ke museum tapi mereka bilang istrimu sudah resign. Sungguh menyebalkan!"

Renjun terkekeh pelan mendengar itu. "Dia bilang ingin bersantai saja di rumah, aku tidak mungkin memaksa kan?"

Bibi Xinyi hanya memutar bola matanya dengan malas mendengar itu. "Mungkin lebih tepatnya memang kau yang memaksa dia berhenti. Begitu kan?" Lagi, Renjun terkekeh pelan sebagai jawaban. Berakhir dia hanya mengedikkan bahunya pelan seolah mengiyakan pertanyaan tersebut.

"Aku-"

"Minjeong!"

Ucapan Renjun terhenti begitu sebuah suara menginterupsi. Dia mengalihkan pandangan dan menemukan Yizhuo yang berdiri di ujung tangga. Yizhuo terlihat melangkah menuruni tangga dan begitu menatap ke arahnya, ekspresinya terlihat terkejut.

"Oh sayang, akhirnya aku bertemu denganmu lagi." Mungkin lebih tepatnya terkejut dengan kehadiran Bibi Xinyi. Renjun melihat sang bibi yang kini beranjak dan beralih menyapa Yizhuo. Meninggalkannya begitu saja. Dia hanya tersenyum tipis dan menggelengkan kepalanya pelan menyadari itu.

Tidak lama, Minjeong muncul dengan membawa dua cangkir teh. Setelah meletakkannya di atas meja, perempuan itu langsung berjalan mendekat ke arah Yizhuo yang kini berdiri bersisian bersama Bibi Xinyi.

"Apa ada yang Anda butuhkan, Nona?" Yizhuo melirik Bibi Xinyi sekilas. "O-oh itu... nanti saja aku akan memanggilmu kembali." Dengan itu, akhirnya Minjeong memutuskan undur diri.

"Sini, sayang." Yizhuo tidak menolak ketika Bibi Xinyi menariknya duduk di sofa. Walau kini dia jadi duduk di sebelah Renjun.

"Aih kenapa kau masih di sini?" Bukan pertanyaan untuknya, tapi untuk Renjun. "Hah?" Lelaki itu menatap penuh tanya.

"Tidakkah kau harus bekerja atau semacamnya?"

"Aku-"

"Cepat pergi saja sana."

"Ini rumahku?!"

"Ya memang tapi aku ingin mengobrol berdua saja dengan Yizhuo. Sebaiknya kau pergi saja dulu, aku tidak mau diganggu."

Renjun menatap keduanya dengan pandangan tidak percaya. Tapi akhirnya dia menghela napasnya pelan dan mengangguk paham. "Baiklah baiklah, silahkan nikmati waktu kalian berdua." Dia melempar senyum lebar kemudian memilih kembali ke ruang kerjanya.

Hari ini, Renjun memang tidak pergi ke kantor. Malas. Sungguh sebuah hal yang langka. Jika itu dulu, pasti Papa akan menyeretnya seketika. Kalau sekarang sih, dia sudah punya cukup kebebasan, termasuk dalam hal pekerjaan.

Makanya sedari pagi dia hanya diam saja di ruang kerja. Sesekali memeriksa berkas yang dikirimkan sekretarisnya. Tapi sisanya dia malah lebih banyak melamun. Sampai tadi tiba-tiba saja Minjeong mengetuk pintu ruangannya dan mengabarkan kalau sang bibi tiba-tiba datang.

Wounded SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang