29. The Reason

512 47 18
                                    

Warning: this part contain suicidal attempt that maybe triggering for some of you. Just skip this part in case it make you uncomfortable.

***







"Apa liat-liat?!"

Yizhuo berujar kesal ketika Renjun menatapnya dengan begitu intens. Lelaki itu bahkan bolak-balik memindai penampilannya dari atas ke bawah secara berulang-ulang. Hal yang membuatnya sedikit merasa risih.

"Ganti."

"Hah?" Dia menatap tidak mengerti pada Renjun yang kini memasang ekspresi kesal.

"Gaunnya terlalu terbuka. Ganti sekarang," ujar lelaki itu dengan datar.

Yizhuo melongo mendengarnya. Dia sungguh tidak habis pikir padahal Renjun sendiri yang memberikan gaun ini padanya. Tapi sekarang malah begini. Kalau memang Renjun tidak suka kenapa malah memberikan dan menyuruhnya memakai gaun ini coba? Sebenarnya lelaki itu maunya apa sih?

"Gak mau. Ini tuh udah mau jam tujuh kita pasti telat." Yizhuo mencoba menolak karena yang benar saja, sangat merepotkan sekali kalau dia harus kembali berganti pakaian. Mereka pasti akan benar-benar terlambat datang ke acaranya.

"Gak peduli." Renjun menjawab cuek dan mendorong tubuhnya untuk berbalik. Namun tangannya dengan sigap menepis itu.

"Dibilangin gak mau ya gak mau! Aku berangkat sendiri aja!"

Yizhuo menyambar clutch bagnya dan langsung berjalan keluar kamar dengan langkah yang menghentak. Bahkan tanpa sadar membanting pintu membuat Renjun melongo melihatnya. Tapi tidak lama dia malah terkekeh pelan menyadari itu.

Lucu juga ternyata istrinya itu.

Dia menggelengkan kepalanya pelan kemudian lanjut menyusul Yizhuo. Bilangnya mau berangkat sendiri tapi perempuan itu sekarang malah duduk manis di kursi penumpang dalam mobilnya.

"Nyetir dong! Katanya mau berangkat sendiri." Renjun tersenyum mengejek setelah mengetuk pintu jendela untuk menarik perhatian Yizhuo. Raut kesal perempuan itu semakin menjadi setelahnya. Wajahnya berubah merah padam dengan tangan yang terkepal erat.

"Bisa diem gak?!"

Astaga, lucunya. Benar-benar lucu. Demi Tuhan, Renjun suka sekali melihatnya.

Dia tertawa keras sambil melangkah mengitari mobil kemudian masuk dan duduk di balik kursi pengemudi. Dia melirik Yizhuo sekilas yang kini sedikit mengerucutkan bibirnya pertanda kesal.

"Marah-marah mulu, jelek tau!" Ujar Renjun sambil memakai sabuk pengamannya. "Makasih yang lebih jelek." Tawanya kembali menguar keras mendengar jawaban Yizhuo.

"Bohong banget! Kamu aja suka liatin aku gitu pasti karena aku cakep lah!" Dia melirik Yizhuo dengan seulas senyuman miring membuat perempuan itu mendelik.

"Terserah! Buruan jalan aja." Renjun terkekeh pelan melihat Yizhuo menyilangkan kedua tangan dengan pandangan tertuju ke luar. Sedang merajuk atau bagaimana eh?

Renjun memutuskan tidak memperpanjang hal itu dan mulai mengemudikan mobilnya. Sesekali dia melirik Yizhuo yang ekspresi kesalnya masih terlihat jelas. Bibirnya tanpa sadar mengulas senyum simpul. Entah mengapa, terasa menyenangkan saja melihat Yizhuo yang seperti itu. Ternyata dirinya memang sungguhan gila.

Saat turun, dia langsung menggandeng tangan Yizhuo. Seperti biasa, berlagak mereka adalah sepasang suami istri yang hidup bahagia. Yizhuo juga nampak tidak protes dan diam saja dengan ulahnya. Hanya saja nampak sedikit tidak nyaman ketika sorot lampu kamera tertuju ke arah mereka.

Acara ini memang diliput oleh beberapa media. Hal yang tidak mengherankan sebenarnya melihat bagaimana reputasi Bibinya. Apalagi di acara krusial seperti ulang tahun yayasan, akan banyak media yang tertarik datang.

Wounded SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang