Special Parts: His Past

471 72 12
                                    

Warning: this part contaion child abuse, tolong di-skip aja kalau gak nyaman

***

Musim Panas, 13 Tahun Lalu

Ada satu hal yang selalu menarik perhatian Renjun sejak masuk sekolah pertama. Klub dance. Pada awal masuk, ada demonstrasi kegiatan ekstrakurikuler yang tersedia di sekolah. Dan klub dance adalah yang paling menarik perhatiannya.

Makanya seminggu kemudian, ketika pendaftaran klub dance dibuka, Renjun berniat mendaftar. Tapi perkataan Jeno sebelum dia mendatangi ruang pendaftaran membuatnya sedikit meragu.

"Emang udah diizinin bokap lo? Bukannya lo didaftarin les juga ya? Di tiga tempat pula. Belum lagi minggunya masih harus latihan taekwondo kan?"

Renjun langsung terdiam mendengar itu. Iya juga. Kalau dia mengikuti klub dance memang dia punya cukup waktu? Dan lagi, masalah terbesarnya adalah jika Papa tahu dia pasti tidak akan diizinkan sama sekali.

"Buang-buang waktu!"

Renjun ingat Papa mengatakan itu ketika dia pernah iseng berkata ingin mendaftar les melukis. Kali ini juga pasti reaksinya tidak akan jauh-jauh dari kalimat seperti itu.

Akhirnya hari itu Renjun tidak mendatangi ruang pendaftaran sama sekali. Tangannya meremas kertas formulir yang telah diisi. Membentuknya menjadi bulatan kemudian melemparkannya begitu saja pada tempat sampah.

Tapi itu bukan berarti keinginannya mengikuti klub dance sirna begitu saja. Dia masih ingin ikut walau tidak tahu bagaimana caranya. Dia tidak terpikirkan cara bagaimana untuk menyembunyikan semua dari Papa. Terutama karena ini di lingkungan sekolah, Papa pasti akan mengetahui seluruh di kegiatannya. 

Makanya, ketika ada waktu kosong dan bertepatan dengan jadwal latihan, biasanya Renjun akan sedikit mengintip lewat pintu ruangan yang selalu dibiarkan terbuka. Dia selalu terpana melihat semua itu membuatnya benar-benar ingin bergabung.

Sampai entah karena terlalu sering mengintip atau bagaimana, seorang seniornya yang juga adalah ketua klub dance sempat memergokinya. Dia sedikit malu ketika ketahuan. Tapi Yongqin—si ketua klub dance itu hanya tersenyum dan malah mengajaknya masuk ke dalam.

"Apa kau ingin bergabung?" Yongqin bertanya setelah memberinya sekaleng soda. Mau, Renjun menjawab dalam hati. "Tidak bisa."

"Iya?"

"Aku tidak diizinkan ikut."

"Tapi kau mau?" Renjun hanya mengangguk pelan setelahnya. "Kasihan sekali." Renjun mengamini itu dalam hati. Sepertinya dia memang terlihat begitu menyedihkan.

Yongqin sempat memberinya beberapa ide kalau dia memang sangat ingin bergabung. Tapi intinya adalah dia memang harus berusaha mengelabui Papa. Tapi Renjun di usia 14 tahun tidak punya nyali sebesar itu. Papa itu sangat menyeramkan. Dia bahkan bisa terkena beberapa tamparan atau pukulan jika nilainya turun. Apalagi kalau ketahuan berbohong hanya untuk mengikuti kegiatan ini, sepertinya dia akan habis seketika.

Makanya Renjun tetap menolak. Tapi dia senang ketika Yongqin mengizinkannya masuk kalau memang ingin melihat mereka saat latihan. Dia bahkan pernah ikut saat klub dance mengikuti beberapa lomba. Hal itu berlanjut sampai di tingkat akhir. Malah, Renjun jadi semakin sering melihat perlombaan dance entah itu acara besar atau kecil. Jika dia tidak bisa bergabung, setidaknya dia bisa merasakan euforianya dengan melihat langsung.

Sampai suatu hari, Yongqin menghubunginya dan mengabarkan kalau lelaki itu masuk babak final salah satu event dance terbesar. Dia meminta Renjun datang kalau memang berkenan untuk menonton, katanya. Renjun tentu mengiyakan dengan senang hati. Walau saat melihat tanggal dia sedikit kaget.

Wounded SoulWhere stories live. Discover now