31. Compromise

540 64 54
                                    

"Dia tidak pulang lagi?"

Yizhuo bertanya ketika Minjeong memasuki kamarnya sambil membawa sarapan. Belakangan, Yizhuo memang lebih suka makan di kamar tanpa harus repot pergi ke ruang makan. Alasan lainnya karena dia takut bertemu dengan Renjun. Walau kenyataannya, lelaki itu ternyata tidak kunjung pulang nyaris seminggu ini.

"Iya, Nona." Minjeong menjawab sambil menata makanan di atas meja. "Apa ada lagi yang Anda butuhkan?"

"Tidak, terima kasih. Kau pergi saja sekarang." Minjeong mengangguk pelan dan berpamitan keluar kamar.

Sementara Yizhuo, walau dengan sedikit gontai, langsung bangkit menuju sofa. Memulai sarapannya dengan perasaan malas. Dia tidak punya nafsu makan beberapa hari terakhir ini. Ditambah dengan kenyataan Renjun tidak kunjung pulang membuatnya semakin banyak pikiran.

Renjun semarah itukah sampai pergi seperti ini?

Apakah lelaki itu tidak bisa bicara baik-baik tentang hal ini. Bukan hanya Renjun yang tidak bisa menerima semuanya, Yizhuo juga masih belajar kok. Dia masih berusaha menata hatinya dengan kenyataan yang ada sekarang. Harusnya Renjun bisa seperti itu juga kan supaya mereka bisa membicarakan semuanya dengan kepala dingin.

Yizhuo sekarang jadi benci karena setiap ada perkara yang terjadi diantara mereka, Renjun selalu memilih pergi. Alih-alih menyelesaikan dan berbicara dengan Yizhuo tentang masalah itu, Renjun hanya akan pergi selama berhari-hari dan kembali dengan sikap seolah tidak ada apapun yang terjadi.

Drrrtttt

Ponselnya yang berdering menginterupsi Yizhuo dari acara sarapannya. Dia melirik ponselnya dan menemukan nama Jian tertera di sana. Yizhuo menggigit bibir bawahnya pelan untuk menimbang apakah dia harus menjawab panggilan itu atau membiarkannya begitu saja.

Pada akhirnya, egonya menang dan Yizhuo mendapati dirinya mengangkat panggilan tersebut.

"Baobei... kamu apa kabar hm?" Suara lembut Jian terdengar menanyakan kabarnya setelah sempat sedikit berbasa-basi.

"Engga baik." Yizhuo memilih menjawab jujur karena toh untuk apa juga berpura-pura. Di depan Jian, Yizhuo rasa itu tidak diperlukan dalam kondisi sekarang. Yizhen bisa gila kalau selamanya memendam banyak hal sendirian.

"Loh kamu sakit?! Udah ke dokter? Mau aku anter?" Jian berseru panik dan Yizhuo mendengar suara decitan kendaraan dari seberang sana. Kini dia bertanya-tanya apakah Jian meneleponnya sambil mengemudi?

"Kamu lagi nyetir? Berhenti dulu ih!" Bukannya menjawab pertanyaan Jian, Yizhuo malah memberikan peringatan. Dia hanya takut kalau akan terjadi sesuatu yang buruk jika Jian mengemudi sambil menelepon begini. Apalagi dari nada suaranya, lelaki itu berubah panik. Mungkin fokusnya sudah terpecah sekarang.

"Udah, lagi nepi dulu nih. Sekarang kasih tau aku, kamu lagi sakit?" Jian kembali mengulangi pertanyaannya.

"Iya."

"Sakit apa? Udah ke dokter belum?"

"Udah."

"Apa katanya?"

Yizhuo menggigit bibir bawahnya pelan. Dia merasa percakapan ini seperti obrolan anak kecil.

"Gapapa, aku disuruh banyak istirahat aja." Akhirnya hanya itu jawaban yang Yizhuo berikan. Tidak sepenuhnya bohong karena dokter memang menyuruhnya untuk banyak beristirahat kok.

"Beneran? Kamu kayak lagi bohong soalnya."

Jian bisa membaca dirinya semudah itu kah?

"Nggak kok, beneran deh."

"Ya udah, ayo ketemu kalau gitu."

"Hah?"

"Ayo ketemu supaya aku tau kamu gak bohong dan baik-baik aja sekarang."

Wounded SoulWhere stories live. Discover now