32. Paris

634 57 56
                                    

baca perlahan aja biar ga eneg because its almost 9k wkkw

***




"Sepertinya kita sangat sering bertemu belakangan ini ya, kawan!"

Renjun memutar bola matanya malas melihat Edward yang menghampiri dan merangkul pundaknya sok akrab. Dia ingin menepis itu dengan kasar sebenarnya. Masalahnya adalah saat ini mereka sedang di acara publik dengan banyak orang yang melihat. Akan menjadi suatu masalah kalau sikap kasarnya dilihat banyak orang. Reputasinya pasti akan ikut tercoreng.

"Lepaskan tanganmu itu sekarang juga," Renjun berbisik tajam membuat Edward terkekeh pelan. Dia langsung melangkah ke sisi ruangan begitu Edward melepaskan rangkulannya. Tapi dasarnya lelaki itu memang senang membuatnya kesal, langkahnya malah diikuti.

"Kau sangat sensitif sekali belakangan ini eh." Edward bergerak mengambil sampanye dari meja yang dekat dengan posisi mereka. "Anyway bagaimana dengan hadiah yang aku kirimkan? Apa kau suka?" Renjun menghela napas kasar mendengar itu. Seringai miring yang Edward keluarkan membuatnya emosi seketika. Tapi sekali lagi, dia harus bisa menahan diri.

Hadiah yang dimaksud Edward adalah foto-foto yang dia terima malam itu. Dia nyaris tenggelam ke alam mimpi ketika bel apartemennya terdengar secara berulang membuatnya sangat terusik. Maka walau dengan malas, langkahnya beranjak keluar dan menemukan seseorang berdiri di depan pintu apartemennya.

"Mohon maaf mengganggu waktu Anda, Tuan Huang. Tapi seseorang mengirimkan paket untuk Anda dan meminta saya untuk menyerahkannya segera," ujar seseorang di hadapannya yang ternyata adalah security apartemen.

Karena malas berinteraksi lebih jauh lagi, Renjun langsung menyambar kotak tersebut dan mengucapkan terima kasih singkat. Dia langsung berbalik masuk dan tanpa ekspektasi apapun membuka kotak tersebut.

Isinya sangat jauh di luar dugaan. Begitu saja memantik emosinya keluar. Berakhir dengan dia membuat seisi apartemen berantakan tanpa disadari. Memang pengelolaan emosinya sungguh sangat buruk.

"Bagus kan?" Edward menyeringai semakin lebar dan Renjun sungguhan ingin menampar wajah itu sekarang juga. "Aku baik sekali membantumu untuk tahu."

Renjun memutar bola matanya dengan malas dan bergumam tidak jelas untuk menjawab itu. Dia sungguh sedang tidak mempunyai energi untuk meladeni permainan Edward. Lelah rasanya.

"Eiy apa-apaan, reaksimu tidak seru sama sekali!"

Kan, lelaki itu memang hanya ingin membuatnya kesal. Tapi tidak, kali ini Renjun tidak akan terpancing.

"Kau—"

Drrtt

Ucapan Edward terpotong karena Renjun langsung melirik ponselnya begitu melihat ada panggilan masuk. Jeno yang menelepon ternyata. Oh kalau begini dia akan senang hati saja menaikkan gaji lelaki itu. Setidaknya dia bisa terbebas dari acara mengobrol dengan si bajingan menyebalkan di hadapannya ini.

"Lahan di utara jadi milik kita. Pemiliknya udah setuju sama penawaran yang lo ajukan. Lagian katanya lo yang duluan dan beliau percaya sama perusahaan kita. Walau si Edward ngasih penawaran lebih tapi beliau lebih sreg sama lo aja katanya."

Kali ini giliran Renjun yang tersenyum miring dan menatap remeh pada Edward yang mengernyitkan dahinya bingung. Mungkin bertanya-tanya apa yang sedang dia bicarakan sekarang.

"Thanks, Jen. Gaji lo naik bulan depan."

"Fucking finally! Makasih, Bos. Semoga hari lo menyenangkan dan bisa segera cabut dari acara menyebalkan itu. Bye!"

Renjun terkekeh pelan dan panggilan mereka pun terputus begitu saja. Dia beralih menatap Edward yang masih menunjukkan raut penasaran.

"Soal hadiah itu... bagus sih. I appreciate your effort karena mau buang-buang waktu ngikutin mereka berjam-jam. Terima kasih banyak. Tapi lain kali tidak perlu begitu mengurusi rumah tangga orang. Urus saja pembangunan bar-mu itu yang sepertinya harus diundur untuk mencari tempat baru." Renjun tersenyum miring melihat Edward yang kaget dengan perkataannya namun terlihat ditutupi. Nampaknya lelaki itu belum tahu tentang kabar ini.

Wounded SoulWhere stories live. Discover now