17. Bed Rest

568 75 21
                                    

"Apa ada lagi yang Anda inginkan, Nona?"

Minjeong bertanya setelah meletakkan sebuah wadah kecil berisi beberapa jeruk. Sehabis sarapan tadi, Yizhuo memintanya untuk membawakan buah tersebut.

"Es batu." Jawaban itu membuat Minjeong menatap Yizhuo dengan heran. "Mohon maaf, tapi maksudnya bagaimana, Nona?"

"Aku mau es batu," ulang Yizhuo yang membuat Minjeong malah menatapnya dengan ekspresi khawatir.

"Tapi ini masih pagi, Nona. Saya khawatir itu malah akan memperparah kondisi Anda." Yizhuo tertawa pelan mendengar jawaban Minjeong yang menurutnya terlalu berlebihan. "Minjeong, aku hanya meminta es batu."

"Err... justru karena itu, Nona. Sepertinya kurang baik mengkonsumsi es pagi-pagi begini."

"Ini sudah hampir pukul sepuluh." Yizhuo tidak mau kalah kembali menjawab kalimat Minjeong barusan. "Dan itu masih termasuk pagi, Nona." Gelak tawa Yizhuo kembali memenuhi kamar, membuat Renjun yang duduk di sofa sana sempat meliriknya sejenak. Tapi tidak lama kembali fokus pada laptopnya.

"Baiklah, bawakan padaku nanti siang saja kalau begitu."

"Baik, Nona."

Setelahnya, Minjeong pamit keluar meninggalkannya kembali berdua di kamar bersama Renjun. Yizhuo membawa tubuhnya untuk bersandar pada kepala ranjang. Pandangannya memperhatikan Renjun yang duduk di depan sana. Terlihat sibuk berbicara dengan tatapan terarah pada layar laptopnya. Pasti sedang meeting.

Terhitung sudah dua minggu Yizhuo tidak bekerja. Selama seminggu, dia menghabiskan waktunya di rumah sakit. Dokter bilang, dia mengalami gegar otak sedang akibat benturan yang mengenai kepalanya.

Entah mengapa, Yizhuo ingin sekali tertawa ketika mendengar itu. Dia ingat ekspresi Renjun yang hanya datar saja tanpa tanggapan yang berarti. Tapi Yizhuo menduga, mungkin saja dalam hati lelaki itu menertawakan kondisi yang sedang dia alami. Toh sepertinya Renjun memang menginginkan ini semua kan; melihatnya terluka.

Hal yang membuatnya heran adalah lelaki itu yang selama dua minggu ini juga tidak pergi ke kantor. Hanya dua hari yang Yizhuo ingat. Satu hari saat dia masih di rumah sakit dan kedua orang tuanya menjenguk. Sesuatu yang jujur tidak Yizhuo duga sama sekali. Pikirnya, mungkin Papa dan Mama tidak akan peduli. Walau keduanya tidak banyak berbicara tapi Yizhuo bersyukur, terutama Mama yang bersedia menamaninya seharian. Membantunya makan dan minum obat. Bahkan tidak pergi saat dia malah tidur siang. Tadinya Yizhuo khawatir saat bangun, Mama malah sudah pulang. Tapi ternyata Mama tetap di sana sampai malam menjelang.

Dia bahkan nyaris menangis ketika Mama memeluk dan mencium pipinya sebelum pulang. "Cepat sembuh anak Mama." Hanya itu yang Mama ucapkan sebelum pulang tapi itu sudah lebih dari cukup. Setidaknya Mama tidak terlalu marah lagi padanya, iya kan?

Lalu dua hari yang lalu Renjun memang pergi ke kantor, tapi hanya sebentar. Lelaki itu berangkat hampir pukul sebelas dan sebelum pukul tiga sore malah sudah kembali. Sisanya, Renjun akan bekerja di rumah. Lebih tepatnya di kamarnya. Yizhuo sungguh tidak mengerti dengan itu. Renjun entah mencurigainya akan pergi atau bagaimana. Yizhuo benar-benar tidak habis pikir. Lagipula sangat sulit baginya untuk kabur dalam keadaan tidak sehat begini. Renjun terlalu paranoid sepertinya.

Selama dua minggu ini pula, mereka tidak pernah berbicara sama sekali. Hanya berbagi eksistensi dalam ruang yang sama. Sisanya, hanya akan diam. Renjun juga tidak lagi tidur di kamar ini. Usai makan malam, lelaki itu selalu kembali ke kamarnya sendiri. Intinya selama dua minggu ini, meskipun dekat, tidak ada interaksi yang berarti diantara mereka.

"Nggak. Lo aja yang kesini, gue males keluar." Pandangannya memperhatikan Renjun yang kini bangkit dan berjalan menuju jendela. Lelaki itu terlihat bertelepon dengan seseorang. "Terserah, tapi jangan lewat dari sore." Tangannya terlihat menyibak tirai untuk menghalangi sinar matahari yang mulai bersinar terik dan menerobos ke dalam kamar.

Wounded SoulWhere stories live. Discover now