23. How It Started

498 68 32
                                    

Musim Panas, 3 Tahun Lalu

Renjun langsung mengalihkan pandangannya ketika Papa melemparkan sebuah amplop berukuran sedang ke arahnya. Dia menatap tidak mengerti dan jawaban Papa sungguh membuatnya langsung diliputi emosi.

"Kamu nikah tahun depan."

Kedua tangannya langsung terkepal erat mendengar itu. Papa berbicara seolah-olah sedang membicarakan keadaan cuaca hari ini. Begitu mudah. Mungkin, sedikitpun perasaannya tidak pernah menjadi pertimbangan. Mungkin karena itu juga, hatinya seperti perlahan mati. Dia rasanya makin sulit mengenali diri sendiri.

"Buka dulu aja." Papa malah menatapnya dengan sebuah senyum miring yang selalu membuatnya merasa muak. Dia selalu tidak punya kekuatan untuk menolak.

Tangannya bergerak membuka amplop itu secara perlahan dan tubuhnya langsung terpaku seketika. Dia mengerjapkan matanya berkali-kali untuk memastikan penglihatannya tidak salah sedikitpun. Renjun hanya tidak mengerti dengan semua ini.

"Masih gak mau?" Papa menatapnya dengan senyuman yang terasa sangat mengejek. Namun pikirannya kini mulai melayang jauh sampai tidak mempedulikan itu sama sekali

"Gadis itu kan yang kamu mau?" Renjun menggigit bibirnya mendengar itu. "Dewan direksi puas sama kinerja kamu dan kita dapat banyak investor baru juga. Jadi anggap saja Papa sedang berbaik hati."

Namun tentu saja Renjun tidak langsung mempercayai itu dengan mudah. Sangat tidak mungkin Papa memberikan semua ini dengan cuma-cuma. Pandangannya kembali teralih ketika mendengar Papa yang tertawa ringan.

"Kamu gak percaya sama Papa hm?" Papa semakin tertawa melihat anak semata wayangnya itu yang hanya diam dengan ekspresi datar.

"Minggu malam nanti pukul 7, kita temui keluarga mereka."

Begitu saja, Papa meninggalkan ruang kerjanya. Meninggalkan dirinya sendiri yang kini bertanya-tanya. Ini... sungguhan?

Tatapannya teralih pada selembar foto yang dia pegang. Di sana, seorang perempuan tersenyum dengan begitu lebar. Rambut coklat gelapnya tergerai dengan begitu indah. Tangannya memegang sebuket bunga yang begitu cantik. Sama cantiknya dengan paras perempuan itu. Atau bahkan lebih.

Karena bagi Renjun, Yizhuo adalah hal terindah yang pernah dia lihat di hidupnya.

Dan begitu saja, air matanya menetes tanpa disadari. Namun dia tidak merasa sedih, karena bibirnya kini malah mengukir sebuah senyum simpul. Renjun tidak sedih. Dia bahagia. Karena setelah sekian lama, akhirnya dia dan Yizhuo bisa kembali berjumpa.

 Karena setelah sekian lama, akhirnya dia dan Yizhuo bisa kembali berjumpa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

*

Atau mungkin tidak.

Renjun merasa gugup luar biasa semenjak Minggu sore itu. Dia mematut dirinya sendiri di depan cermin sambil menggigit bibir bawahnya pelan. Menimbang apa yang harus dia kenakan untuk acara nanti malam. Biasanya dia tidak akan pusing untuk hal semacam itu tapi kali ini dia akan menemui seseorang yang spesial. Maka dia ingin memberikan penampilannya yang terbaik.

Wounded SoulWhere stories live. Discover now