11. The Failed Plan

469 80 12
                                    

"Ayo ke dokter besok."

Yizhuo cukup terkejut dengan topik obrolan yang Renjun mulai saat ini. Dia memberikan pandangan penuh tanya pada lelaki itu. Dia tidak merasa sakit sama sekali yang mengharuskannya pergi ke dokter. Atau Renjun kah yang sedang sakit?

"Aku gak mau punya anak sama kamu." Kali ini Yizhuo sungguhan terkejut mendengar lanjutan kalimat lelaki itu. "Mama pasti bilang pengen punya cucu kan sama kamu kemarin?"

Oh... karena itu ternyata.

Ingatannya melayang pada pertemuannya kemarin dengan sang ibu mertua. Saat di kafe, mereka memang mengobrolkan banyak hal. Salah satunya tentang hal ini.

"Saya mau tanya sesuatu yang cukup penting. Kamu keberatan gak?" Yizhuo menggeleng pelan sebagai tanggapan. Walau sedikit was-was karena nada bicara ibu mertuanya yang mendadak berubah serius. Pasti topik pembicaraannya memang penting.

"Kamu punya rencana mau punya anak kapan?"

Yizhuo langsung terdiam ketika mendengar pertanyaan itu. Menurutnya ini adalah salah satu pertanyaan sulit yang harus dijawab. Alasannya tentu karena dia tidak pernah benar-benar memikirkan hal ini sebelumnya. "Jujur saja, kami sekeluarga memang mengharapkan keturunan segera dari pernikahan kalian." Tatapannya teralih pada sang mertua yang menatapnya dengan sorot mata serius.

"Dulu Yizhen bilang bersedia untuk resign dari pekerjaan dan jadi ibu rumah tangga sepenuhnya. Dan dia memang sudah resign dua bulan sebelum tanggal pernikahan kan?"

Itu memang benar adanya. Kala itu, Yizhen sudah tidak lagi bekerja dan lebih sibuk untuk mengurus persiapan pernikahannya. Tidak seperti dirinya yang memang se-passionate itu dalam bekerja, Yizhen itu lebih memilih bekerja untuk mengisi waktu luang. Dia sendiri yang pernah mengatakan itu pada Yizhuo.

"Dia dan Renjun memang sudah merencanakan untuk segera memiliki anak setelah menikah nanti. Tapi takdir ternyata berkata lain, kita tahu benar apa yang terjadi setelahnya." Sang mertua menatapnya dengan senyuman penuh arti.

"Saya paham kamu dan dia pasti berbeda. Kamu terlihat memiliki visi lain dalam hidup. Pun sepertinya memang sangat mencintai pekerjaan kamu sekarang. Saya juga tidak tahu apakah kamu pernah memikirkan tentang itu atau belum. Tapi keluarga besar kami memang mengharapkan hal itu."

Yizhuo meremas tangannya dengan erat di bawah meja mendengar semua itu. Mendadak merasa gelisah entah karena apa. Tapi jujur, dia merasa sedikit terintimidasi.

"Saya tidak masalah sebenarnya kalau kamu akan terus bekerja tapi tolong pertimbangkan tentang hal ini," titip beliau dengan senyum yang entah mengapa malah membuat Yizhuo sedikit canggung. Dia hanya sanggup menunduk dan mengangguk pelan.

Sekarang pikirannya terasa semrawut karena sungguh dia seperti di persimpangan begini. Nada bicara beliau memang tidak tajam tapi tetap terasa ada kesan menuntut di sana. Sesuatu yang entah mengapa membuat Yizhuo cukup tertekan. Untungnya pembicaraan itu berakhir dan berganti topik lain yang lebih ringan.

"Kamu denger kan?"

"H-hah?"

Renjun berdecak malas mendengar itu. "Intinya aku gak mau punya anak sama kamu. Jadi besok kita ke dokter buat periksa." Begitu saja, lelaki itu bangkit dan meninggalkan kamarnya. Meninggalkan dirinya yang kini termenung menatap gelapnya langit malam dari kaca jendela yang tidak tertutup.

Meskipun tidak pernah berencana untuk menikah atau mempunyai anak, entah mengapa mendengar perkataan Renjun tadi perasaannya terasa sedikit tersinggung.

"Dia dan Renjun memang sudah merencanakan untuk segera memiliki anak setelah menikah nanti..." Perkataan ibu mertuanya terngiang kembali.

"Aku gak mau punya anak sama kamu." Begitu kata Renjun tadi.

Wounded SoulWhere stories live. Discover now