38. Huang Renjun is a Pure Boy

3K 385 127
                                    

Haechan dan Jisung memasuki ruang rawat milik Renjun. Beruntung nya, Renjun berhasil melewati masa kritis dan ia telah di pindahkan ke ruang rawat oleh pihak rumah sakit.

Tangan Jisung bergerak mengelus pelan kepala Renjun yang di perban. "Kepala Gege sakit banget ya?" Tanya Jisung sedih. "Gege hebat karena udah mau bertahan," lanjut nya.

Haechan mendengus pelan. "Padahal gue nitip macarons ke lo, tapi malah gue yang ke Prancis karena kondisi lo saat ini," sungut nya kesal. "Bangun cepetan, nyet. Beliin gue macarons pokoknya!" Paksa Haechan.

Jisung mengerti, di balik ketus nya Haechan, Aa nya itu sedang menahan tangis karena melihat Renjun dan Chenle yang sedang tertidur lelap. Berbeda dengan Jisung yang masih meneteskan air mata nya ketika melihat 2 saudara nya harus bertarung untuk hidup.

"Ge.." lirih Jisung yang tetap gagal menahan isak tangis nya. "Gege cuma pamit untuk pergi pameran, bukan pamit untuk tidur kayak gini, Ge."

Haechan menarik Jisung ke dalam pelukan nya. Membiarkan si bungsu menyembunyikan tangisan di bahu milik nya.

Saat mendapat kabar melalui televisi yang menampikan kondisi gedung Musée d'art yang akan runtuh, mereka semua langsung panik ketika menyadari gedung tersebut adalah tempat pameran berlangsung.

Kepanikan mereka semakin menjadi ketika Jaemin dan Chenle yang tidak kunjung pulang padahal jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari. Menyadari bahwa Jaemin dan Chenle yang mengetahui Renjun dalam bahaya, membuat mereka yang di mansion kalang kabut dan langsung berangkat menuju Prancis tanpa persiapan.

Mark bahkan sampai melupakan diri nya yang sakit dan memaksakan diri nya untuk berjalan normal. Jisung yang sedari awal melihat berita tersebut terus meneteskan air mata nya. Ia begitu takut akan kondisi 3 saudara nya yang sudah lebih dulu berada di Prancis.

Jisung tidak sempat memeluk Renjun ketika melepas si Gege pergi. Hal itu lah yang membuat si bungsu terus menangis. Di tambah lagi saat ini, Chenle sedang kritis dan kondisi nya tidak stabil.

Harus dengan cara apalagi Jisung mengeluarkan semua emosi nya yang bercampur padu?

"Gapapa, Ji. Renjun sama Chenle pasti bangun," ujar Haechan menghapus jejak air mata di wajah Jisung. "Mereka..."

Brakkk...

"CHENLE SEKARAT!" Pekik Jeno dengan nada menggelegar.

Haechan dan Jisung berlari mengikuti Jeno menuju ruang IGD. Terlihat di depan pintu, Mark berlutut dengan kepala yang menempel di pintu ruang IGD.

"Tuhan. Jangan bawa adik ku," lirih Mark meneteskan air mata nya. "Jangan bawa dia pergi. Jangan bawa siapa pun pergi," lanjut Mark dengan nada penuh permohonan.

Haechan menghampiri Mark, membawa wajah basah Mark untuk menatap dirinya. "Dengarin gue," paksa Haechan dengan tatapan serius. "Chenle gak selemah yang lo pikir. Dia gak semudah itu untuk mati cuma karena peluru yang menembus dada nya."

Mark semakin meneteskan air mata nya. "Gue takut, Chan. Gue gagal terus," lirih Mark menggeleng panik. "Gue gak pernah becus."

"Chenle gak suka lihat lo sepasrah ini, Mark. Sadar! Harapan dapat mengalahkan rasa takut jika kita percaya." Tekan Haechan dengan wajah yang sama basah nya dengan Mark. "LO GAK PERCAYA CHENLE BAKAL SEMBUH?!"

"Percaya." Balas Mark yakin. "Gue percaya Chenle bakal sembuh." Ujar Mark dengan bibir yang bergetar menahan teriakan. "Gue percaya, Chan. Gue percaya!"

Haechan menarik Mark dalam pelukan nya. "Maka dengan itu, Chenle bakal sembuh karena dia tahu, ada yang sedang menunggu kabar dengan sabar."

Jeno menahan kuat air mata nya yang akan jatuh. Ia masih menahan semua rasa sedih nya karena harus menenangkan Jisung yang sama kacau nya.

[i] 7D² (Dream & Death) || NCT DREAMWhere stories live. Discover now