- R 37 : Sibling -

6.2K 646 65
                                    

You, jerk!” Tinju keras Enzo melayang di rahang Austin yang sudah terluka. Enzo meraih kerah kemeja Austin di satu tangannya, kemudian satu tangan lagi meninju kembali rahang kakaknya itu.

Austin yang sudah lemah, dan memiliki luka, juga bonyok dengan darah-darah itu hanya bisa merintih karena pukulan sang adik.

Austin sudah terbaring di jalan ketika Enzo menemukannya, di sebuah gang sempit yang menjadi lahan tempat dia dipukuli tadi malam. Dia sampai tidak kuat berdiri karena perkelahian semalam. Dia seorang diri, dan melawan sekelompok organisasi ilegal.

“Hey, kau ingin membunuhku?!” Austin menutupi kepalanya dari pukulan Enzo.

“Benar sekali!” Enzo makin keras menarik kerah kakaknya yang tengah berbaring di jalan itu, memukulnya meraja lela.

Baju Austin sudah robek di beberapa bagian ketika dia tadi menemukan kakaknya ini, dengan darah dan matanya yang bengkak sebelah karena bonyok. Hidung memiliki darah kering, dan bibirnya pecah.

“Enzo! Stop it!” Austin berteriak karena adiknya ini makin memperparah lukanya.

Enzo meninju sekali lagi rahang Austin sampai terkeluar kembali darah segar dari mulutnya, kemudian melepaskan cengkeramannya dari kerah Austin.

Enzo menyingkir dari atas tubuh kakaknya yang tidak berdaya itu. Dia mengusap wajahnya dengan kedua tangan, dan mengusap frustasi rambutnya ke belakang. Enzo bersender di dinding gang, merosot untuk duduk di samping Austin, dengan menumpu kedua tangannya di kedua lututnya yang ia tekuk.

Enzo menggelengkan pelan kepalanya tidak habis pikir.

Dia menoleh tajam ke arah Austin di sampingnya, mengambil kasar secarik surat dari saku kakaknya yang mencuat keluar. Dia membuka surat lecek yang sudah terkontaminasi darah kering itu, lalu membaca isinya.

Beberapa saat setelah dia selesai membaca surat milik Austin, Enzo menggenggam surat itu menjadi gumpalan kertas di genggaman tangannya, lalu melempar itu ke arah tubuh Austin.

Austin yang masih terbaring itu tidak berniat untuk bangkit, dia mengerakan tangannya untuk menutupi wajahnya yang terluka.

“Senang kau menemukanku, Little Brother,” ucap Austin dengan tersenyum miring dengan hina.

“Aku tidak tahu apa yang ada di kepalamu itu,” ucap Enzo dingin, tak habis pikir. Enzo memijat dahinya pelan, sebelum mengambil rokok dan membakarnya di bibirnya. Menghirup asap rokok itu sampai paru-parunya.

“Apa yang telah kau lakukan?” tanya Enzo setelah mengeluarkan asap dari bibirnya, tanpa menoleh pada Austin yang tidak mengubah posisinya.

Terdapat keheningan yang cukup lama antara mereka, sementara Enzo yang terus mengisap rokoknya sampai ingin habis, dan Austin yang terlihat tertatih ingin bangkit dari posisinya.

Cukup bersusah payah untuk Austin duduk, dan bersender di dinding juga di samping adiknya. Austin mengeluarkan rokoknya juga untuk ia letakan di bibir, merongoh-rongoh sakunya untuk menemukan pemantik.

Dia berhenti mencari ketika menyerah, dan tidak menemukannya. Austin mengambil kembali rokok dari bibirnya, dan tepat saat itu Enzo melempar kasar pemantik miliknya tanpa menoleh.

Austin hanya tersenyum miring, membakar rokoknya lalu meletakan kembali di bibir untuk menyesap.

Mereka hanya berdiaman selama beberapa menit tanpa sepatah kata pun, bahkan ketika satu per satu orang melewati mereka di gang sepi dan sempit itu. Mereka tidak menghiraukan orang lain, terlebih Enzo, dia hanya menatap ke arah depan, ketika Austin menyeringai simpul pada orang-orang yang lewat.

Terkejut kepada kondisi Austin yang terlihat sehabis melewati perkelahian hebat, dengan bonyok, luka, biru, dan darah di wajah dan tubuhnya. Tapi bisa-bisanya orang itu tersenyum miring pada mereka, membuat mereka takut dan berjalan cepat untuk pergi menjauh.

Austin menoleh pada pemantik Enzo yang ada di tangannya. “Mana pemantikmu?” Austin melirik ke arah Enzo yang tidak menjawab, dengan menyesap rokoknya.

Dia sedang membicarakan pemantik yang selalu adiknya pakai, yang sudah beberapa waktu tidak dia lihat. Pemantik yang sangat berharga bagi adiknya.

Mereka hening kembali selama bermenit-menit yang terasa sangat lama. Austin menoleh ke arah depan juga sampai rokoknya habis, dan membakar rokok ke dua.

“Kakek ada bilang apa?” Austin akhirnya membuka suara setelah menyesap asap rokok ke dalam dirinya.

Enzo tidak langsung menjawab, dia menyesap lama rokoknya lalu membuang ampasnya. “Kau idiot.”

Austin yang mendengar itu tersenyum miring. “Aku bertemu anak dari pemimpin organisasi Solvas di klub tiga minggu lalu.” Austin menyesap rokoknya kembali. “Aku mendengar mereka membuat lelucon tentangmu.”

“Lalu kau pukul?” tebak Enzo yang pasti tepat sasaran. “Selalu membuat kegaduhan, tidak bisakah kau diam, dan dengarkan saja? Jika perlu kau tinggal pergi.” Perkataan Enzo setajam tatapannya. Dia menyesap kembali rokoknya.

“Aku sudah mencoba,” bela Austin, dia memang susah mengendalikan dirinya, jadi tidak heran mengapa dia gampang meledak.

“Tidak sekeras itu, apa yang membuatmu begitu marah? Kau hanya perlu menghajarnya seperti biasa, tanpa perlu merobek salah satu sudut bibirnya hampir ke telinganya, kau gila?”

Austin kemudian akhirnya memiringkan wajahnya untuk menatap Enzo yang tidak menatapnya. “Dia membuat lelucon tentang orang tua kita.”

Enzo terdiam sesaat, sebelum berucap kembali dengan tenang, “Kau salah, jika berharap aku akan ikut marah.”

“Dia bilang, harusnya mereka memutuskan untuk mati setelah melihat betapa tidak berperasaannya dirimu. Dia lalu bilang mungkin kau sendiri yang akan mengikat tali itu di leher mereka sampai mati. Lalu mereka semua tertawa kencang setelahnya.”

Mendengar perkataan Austin, membuat darah naik ke kepala Enzo. Gesturnya memang tenang, namun ketenangan itu tidak lagi bisa dia kendalikan di wajahnya. Rahangnya mengetat, dan matanya terlihat menyembunyikan bara ketika menatap lurus ke arah depan.

“Tidakkah itu terlalu personal? Well, aku menghambur tempat itu dengan mereka di dalamnya, dan hal itu terjadi.” Austin tertawa sinis setelahnya. Dia menjatuhkan rokok di tangannya yang sudah sedikit ke tanah, menatap benda berapi itu. “Lalu mereka memberiku surat ancaman itu, dan terjadilah hal seperti ini.”

Salah jika musuh mereka membicarakan hal sensitif seperti itu, di depan seorang Austin yang tidak bisa mengontrol emosinya. Dia akan memberi pelajaran pada mereka. Termasuk anggota dari keluarga Solvas yang membuat lelucon tentang kedua orang tuanya, yang ia robek salah satu ujung mulutnya sampai hampir ke telinganya. Kemudian, mereka yang tidak terima, memberikan surat ancaman pada Austin bahwa hal itu belum selesai, dan akan berakhir buruk padanya.

Austin yang merasa tertantang, kemudian mendatangi kediaman mereka, memporak-porandakan isinya, dan berkelahi lagi, sebelum berlari pergi dari sana. Bersembunyi selama beberapa hari belakangan, dan berakhir juga ditemukan di wilayah bagian lain dari Liverpool. Dan terjadilah pengeroyokan, dan perkelahian antar satu orang dan kelompok seperti tadi malam.

Beruntung Austin hanya kehilangan setengah bajunya, tidak kehilangan nyawanya.

“Menghina mereka, berarti menghinaku.” Austin berucap apatis.

Enzo yang sudah terdiam cukup lama itu, kemudian menarik dirinya bangkit, sembari berucap, “Kenapa kau tidak merobek di kedua sudut bibirnya?”

Mendengar itu Austin hanya menyeringai lebih lebar.

“Jika aku lakukan, aku akan mendapat masalah lebih dari ini.”

Enzo yang sudah berdiri, menghadap pada Austin, menyerahkan sebelah tangannya untuk membantu Austin berdiri.

“Sejak kapan kau peduli?” ucap Enzo dingin. “Tidak peduli apa yang kau lakukan, kau selalu membuatku dalam masalah.”

Austin kemudian meraih tangan Enzo untuk berdiri.

To be Continued

Holaa, jadwal up blm dtentukan sih🤔 tp kykny bisa tiap hri atau dua hari sekali yaa

Spam komen here👉🏻

REDRUM [COMPLETE ☑️]Where stories live. Discover now