Elara 53 : ••• Makan Malam •••

406 22 1
                                    

Budayakan vote dulu sebelum membaca >3

Haii!! Ini cerita pertama aku. Mungkin kalo masih banyak yang kurang dimaklumin aja karena baru pertama hehehe.

🏵️🏵️🏵️

Hari berlalu begitu cepat dan Ara telah menyelesaikan ujian akhir semester membosankan tersebut. Hampir setiap malam Ara belajar hingga larut malam agar nilainya tinggi. Ia ingin mendapatkan rangking kelas, kalau tidak ranking pun tidak papa karena kedua orangtuanya tidak mempermasalahkan sama sekali.

Seminggu lebih sekolah di SMANKAR, Ara tidak pernah melihat kakak kelasnya tersebut dikarenakan seluruh kelas 12 sudah tidak sekolah lagi. Mereka hanya menunggu pengumuman kelulusan kemudian mengambil ijazah. Kelas dua belas pun ditutup rapat dengan gembok yang mengunci pintu.

Terhitung, Ara sudah mengenal El hampir setahun. Dipertemukan dengan unik dan begitu cepat membuat Ara tidak ikhlas jika El lulus dari SMANKAR. Andai saja Ara lahirnya sama tahunnya seperti El, pasti Ara akan lihat El terus selama tiga tahun.

Biasanya, di hari Minggu, keluarga bisa berkumpul bersama, pergi liburan menuju tempat yang diinginkan. Tapi itu semua hanya angan-angan belaka, karena tidak berlaku bagi Ara yang masih pagi saja sudah menyiapkan sarapan untuk keluarganya.

"Kamu udah selesai ujiannya sayang?" tanya Pasha, melirik keluarga kecilnya yang sudah duduk nyaman di meja makan.

Ara mengangguk lantas menoleh ke ayahnya. "Udah, Yah."

"Masih sekolah kan?"

"Iya, masih sekolah. Tapi, tinggal nunggu bagi raport aja sih."

"Udah di makan, jangan banyak bicara," tegur Elisa menatap suaminya kesal. Bagaimana tidak, seharusnya di meja makan itu makan, bukan banyak bicara.

"Iya, Istriku," goda Pasha sembari mencolek pipi Elisa yang ada di meja bagian kanan.

"Ih, Mas!" Meskipun sudah menjalin rumah tangga lebih dari dua puluh tahun, Elisa tetap malu jika digoda suaminya, bahkan kini pipinya bersemu merah.

"Mama kayak anak abg aja! Pipinya langsung merah." Brian terkekeh mengejek, tidak bisa menahan tawanya. Kadang Brian tidak habis pikir dengan ayahnya yang selalu bisa membuat pipi mamanya bersemu merah.

"Iya, kayak tomat!" timpal Ara dengan tawa yang sudah keluar.

"Udah, makan!" perintah Elisa mengalihkan topik ketiganya karena tidak sanggup jika terus dibicarakan langsung.

"Siap, Ma!" ucap Ara dan Brian kompak. Keduanya langsung saling pandang, sama-sama mendengus, memberikan tatapan sengit seperti biasanya.

Mereka pun makan dengan nyaman tanpa suara yang terdengar seperti biasanya. Nasi yang tadinya terisi perlahan-lahan mulai berkurang dan habis.

Pasha meneguk segelas air putih lalu menatap anak-anaknya. "Nanti malam nga ada yang mau keluar kan?"

Ara menggeleng karena masih meminum. "Mau keluar sama siapa?" Ara sangat jarang bahkan tidak pernah keluar malam-malam karena memang Pasha tidak mengizinkannya.

"Untuk putri Ayah yang masih di bawah umur, nga boleh keluar malam dengan siapapun."

"Aku tau, Yah."

"Brian nga keluar," jawab Brian.

"Bagus! Nanti malam kita pergi ke restoran sama tante Ratna," beritahu Pasha dengan wajah yang terlihat gembira. Mereka sekeluarga memang jarang sekali keluar malam seperti ini, karena memang Pasha yang sibuk. Sebagai istri dan anak-anaknya, mereka memahami kesibukan Pasha sebagai kepala rumah tangga.

ELARAWhere stories live. Discover now